Gantyo Pecas Ndahe

November 26, 2008 § 66 Komentar

Panggung kehidupan ternyata bukan hanya menjanjikan kejutan di setiap tikungan. Setiap lakon kehidupan juga memunculkan para pemainnya. Ada pahlawan dan pecundang, ada si miskin dan si kaya, ada penolong dan penikam dari belakang, ada Tom Sawyer dan Brutus, teman dan musuh, juga para pengeluh dan penginspirasi, dan seterusnya.

write now

Seorang kawan lama, ya dia seorang blogger, mengingatkan saya kembali soal itu melalui tulisan-tulisannya yang sangat menggugah di blog WriteNow.

Dia Gantyo Koespradono, jurnalis senior di grup Media Indonesia. Saya beruntung pernah mengenalnya di pabrik yang sama pada sebuah masa.

Saya mengenalnya pertama kali sekitar 14 tahun tahun silam di gudang kata-kata yang bergemuruh setiap hari di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Meski saya lupa bagaimana pertemuan pertama itu terjadi, dalam gudang memori yang kian sesak ini masih terpatri sosok Gantyo yang santun, ramah, dan tak meledak-ledak — seperti tulisan-tulisannya.

Kami sudah lama tak bertemu muka, mungkin lebih dari lima atau tujuh tahun, sejak saya meninggalkan pabrik yang lama untuk mengembangkan cakrawala pengetahuan baru di pabrik yang lain. Kami baru bercakap kembali setelah dia meninggalkan jejak di kolom komentar blog ini, dan dia menelepon kemarin siang. Sebuah kejutan yang menyenangkan.

Terus terang saya tak menyangka bahwa Gantyo yang tergolong sudah senior, jauh di atas saya, masih rajin menulis dengan bernas. Sejak setahun yang lalu dia bahkan telah beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memanfaatkan blog sebagai media baru penampung pemikiran-pemikirannya.

Di blognya, Gantyo menulis apa saja, tentang masalah ekonomi, politik, teknologi, pendidikan, kesehatan, motivasi, juga hal-hal yang remeh-temeh. Ditulis dengan gaya naratif, blog dan tulisannya menyiratkan bahwa Gantyo belum berubah. Dia masih seorang penulis yang andal seperti dulu saya mengenalnya. Sampean juga bisa membacanya di blog kedua GekaWritenow.

gantyo juga

Tulisan-tulisannya tertata rapi dan mengalir lancar. Coretan-coretannya juga inspiratif, santun, dan tak meledak-ledak — seperti sosoknya yang kebapakan. Sebagaimana halnya Paklik Isnogud, Gantyo adalah telaga yang tenang. Ladang pemikiran yang teduh. Sumur idenya tak pernah kering meski ditimba ribuan kali.

Gantyo memang tak pernah mengangkut sebatalyon penulis kondang untuk memperkuat argumentasi maupun pemikirannya — seperti para penulis masyhur itu. Dia tak pernah berusaha membuat dirinya terlihat pintar, sesuatu yang memang tak perlu. Ia hanya berbicara apa yang dia tahu dan miliki. Tapi, justru dengan cara itu dia jujur. Ia mampu menjelaskan banyak hal dengan kalimat yang dimengerti oleh banyak orang.

Cakrawala pengetahuannya pun tak lantas jadi cupet. Pengembaraannya di ranah kehidupan telah memberi dia banyak pelajaran yang kemudian disebar dan dibagikan ke delapan penjuru angin melalui blog.

Seperti halnya para jurnalis pada umumnya, dia pendengar, pencatat, dan perenung yang baik. Ia kemudian mengungkapkan semua yang dia dengar, lihat, rasa, dan pikirkan dengan caranya sendiri. Sesekali ia menjadi semacam pengingat, seperti yang dia tulis dalam posting tentang perlunya blogger menjaga etika.

“Sebaiknya para blogger menjunjung tinggi etika dan bersikap santun dalam mengelola blognya. Jika kita menjunjung tinggi etika dan kesantunan, percayalah, blog kita akan dikunjungi banyak orang.”

Lewat Gantyo dan tulisan-tulisannya kita bisa belajar: tentang hidup, orang-orang, dan adab pergaulan. Selamat Mas, dan teruslah ngeblog. Saya menjura pada sampean.

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean sudah beroleh pelajaran dari kehidupan?

Tagged: , , , , , ,

§ 66 Responses to Gantyo Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Gantyo Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: