Murung Pecas Ndahe

Desember 15, 2008 § 27 Komentar

Mereka datang dari pertikaian berpuluh musim yang lampau. Tubuh-tubuh yang renta dari negeri air mata.

Matahari, juga rematik, wazir, dan encok, mengeremus tubuh mereka. Keriput telah mengentara di kulit mereka.

Mereka berjumpa di sebuah tempat pegadaian jiwa. Jiwa-jiwa yang terluka kemudian bersekutu dengan sepi.

Sepi telah meranggaskan mereka di ujung senja. Senja menelan waktu. Satu demi satu, seperti puisi murung T.S. Eliot.

Thou hast nor youth nor age
But as it were an after dinner sleep
Dreaming of both.

Here I am, an old man in a dry month,
Being read to by a boy, waiting for rain.
I was neither at the hot gates
Nor fought in the warm rain
Nor knee deep in the salt marsh, heaving a cutlass,
Bitten by flies, fought …

Oh, lalat-lalat yang bertikai. Tikam sana, tikam sini. Berebut remah-remah makanan di comberan.

Di mana arif dan kebijaksanaan? Di mana cinta dan kesetiaan? Adakah malam telah berselingkuh dengan pagi dan melahirkan siang?

>> Selamat hari Senin, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean merasa hidup kian absurd?

Tagged: , , , , , ,

§ 27 Responses to Murung Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Murung Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: