Pengemis Pecas Ndahe
Agustus 26, 2009 § 61 Komentar
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa mengemis itu haram. Pemerintah Jakarta gencar merazia pengemis dan gelandangan di seluruh penjuru kota. Kenapa kemiskinan tak mati-mati?
“Malam seperti itu, hujan sering turun.”
Fred de Silva, editor dari Ceylon Daily News, memulai tulisannya.
Ia berjalan sejak tadi. Ada kabut tipis dalam gelap, tumbuh dari udara panas. Kulit terasa lekat. Tapi hujan telah menunjukkan janjinya, untuk datang. Kaki-kaki telah bergegas. Orang mencari tempat dan atap.
Di antara suara sandal itu ada sepasang kaki yang lain. Bukan lain karena telanjang dan tua, tapi karena ritmenya berbeda. Langkah itu mirip langkah seorang penari kavadi. Cekatan, bersemangat, meskipun yang empunya berambut putih meskipun seluruh tubuhnya jembel, meskipun ia seperti sendiri.
Mungkin itulah sebabnya lelaki pengemis tua itu menarik perhatian. “Itulah sebabnya aku sampai bisa melihatnya di dalam arus umat manusia yang bergerak,” tulis de Silva. Itulah sebabnya detail sang sosok menjadi jelas. Wajahnya adalah wajah tersiksa seorang penari kavadi — tersiksanya seorang kesurupan.
Fred de Silva membacakan tulisan pendeknya ini di sebuah seminar pada 1975 di antara para wartawan Dunia Ketiga. Di bawah judul A Study of Social Guilt, ia sebenarnya menulis semacam puisi, tentang kenyataan yang paling dasar.
Kemiskinan memang salah satu masalah hidup yang paling dasar. Orang miskin ada di mana-mana, sejak dahulu. Mereka tak mati-mati.
“Kesalahan mereka adalah karena hidup di sebuah dunia di mana hal seburuk itu bisa terjadi. Hanya pengemis tua itu yang bertindak dengan sikap pasti seorang yang tak bersalah. Ia menempuh jalannya sendiri, langkahnya sungguh mengherankan ringannya, langkah seorang penari kavadi….”
Dan de Silva pun sebenarnya bertanya, dalam air pembersih yang bagaimanakah kita bisa mencuci tangan, bila di luar hujan turun dan malam gelap dan beberapa orang anak tertidur di tepi jalan, tak berubah. Memang ada sesuatu yang sentimentil di situ. Tapi bisakah kita mengecamnya?
Di Jakarta, pengemis tak cuma dikecam. Rapat Paripurna DPRD DKI mengesahkan pemberlakuan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum pada 10 September 2007. Aturan ini berisi larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis, mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap mobil di tempat umum. Barang siapa melanggar aturan ini akan didenda Rp 20 juta atau penjara paling lama 60 hari.
Majelis Ulama Indonesia pun mengeluarkan fatwa mengemis itu haram. Tapi jumlah pengemis seperti tak pernah berkurang. Esa hilang, dua terbilang.
Maka, setiap kali kita pergi ke jalan, para pengemis pun menghadang. Di mal-mal. Pasar. Bahkan di tanah kuburan. Mereka menengadahkan tangan. Parasnya memelas. Lesi.
Mampukah kita menggebah mereka hanya dengan sebuah perda atau fatwa?
>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean sudah melihat seorang pengemis?
ya Allah, lindungi kami dari sikap dan mental mengemis, amien !
wow.. interesting, hihi.. ndoro saya mau ijin ngefollow sampean yah, hehehe.. ayo mampir ndoro.. i follow you but you follow i, hihi..
Fatwa MUI = fatwa-fatwa ‘proyek’…
ironi memang Ndoro… Mereka hidup kesusahan dan mereka “usaha” nya yang salah. Harusnya “usaha” yang mereka lakukan bukan ngemis… tapi bekerja yang penting halal….
ga suka ma pengemis yang manfaatin ramadhan trus dengan embel2 demi beribadah maksa kita buat ngasih recehan (annoyed)
really annoyed…padahal mreka ga cacat,mreka sehat wal afiat..trus masih muda pula T.T
pake anak2 lagi..
dan ada remaja juga..ngelap2 motor di lampu merah..klo gak ngelap “hang out” dengan teman2nya di seberang jalan..ck..ck..ck..
lapangan pekerjaan baru..
Perda dan fatwa seperti itu biasanya tak jalan dan sanksi terhadap perda juga pasti setengah-setengah, contoh Perda larangan merokok.
Coba sekarang dibuat Perda ” Kewajibansi Kaya mendatangi si miskin untuk membantu mereka “. Gimana reaksi si kaya kira-2 ya ?
Orang gak sholat yang sangsinya berat saja masih banyak yang melanggar kok, apalagi larangan mengemis.
Salam hangat dari Surabaya
Dilema….kalo dibiarin…gak baik juga karena lama2 jadi mata pencarian….tp kalo diberantas kok ya kasihan…. gak nyampe utekku mikirinnya Ndoro…pikirkan dengan hati aja… [???]
Pengemis emang nggak ada matinya, selama masih ada yang mau mengulurkan tangan bagi mereka. Mungkin bermaksud membantu, tapi uang yang diberikan membuat mereka tetap di jalanan, tetap mengemis.
sulit ndoro… satu jawaban singkat.. pengemis sudah menjadi profesi.. sudah jadi rahasia umum, orang yang biasanya tidur dijalan punya rumah mewah di tempat asalnya…
hah? beneran? dikampungnya dia itu bisa populer gitu??
Ho oh. Tadi gue lihat liputannya di berita. Kaget juga…
Kadang bukan mengemis, namun sumbangan yang mengatasnamakan institusi keagamaan atau tempat peribadatan. Di Langsat saya beberapa kali bertemu jenis ini yang sialnya orangnya selalu sama, rutin mungkin.
dan pengamen, ya ada beberapa yang berpakaian hitam lusuh, berbadan bau, dan hanya berteriak-teriak dengan gerombolannya, tidak segan memaksa dan membuat penumpang bus resah, mereka mengaku anak “punk”, sialnya tadi sore saya ketemu yang beginian…
setuju.. mengemis sudah menjadi profesi yang bukan lagi alternatif terakhir.
“ikut aku ke jakarta yok..”
“mau kerja apa? kan aku ngak punya keahlian”
“ngak perlu keahlian, kita ngemis aja di lampu merah, bisa kaya raya kok…”
Tentu kita prihatin terhadap orang2 yg benar2 terpaksa mengemis. Namun bagaimana kita harus bereaksi terhadap orang2 tertentu yang menganggap mengemis adalah sebuah pekerjaan? Mengemis lebih dari sekedar untuk dapat makan sehari!
Harus ada yang lebih untuk membeli yang lain.
Mungkin penghasilan seorang pengemis, lebih besar dari yang didapa seorang kuli bangunan!
tapi miskin dan kemiskinan itu beda kan, ndor?
berarti negara ini sudah sejahtera ya ndoro?
setuju kalo ngemis diharamkan…
eh, denger dari tipi kemaren, mereka (pengemis) tetep banyak n ndak pulang kampung dengan alesan kan sekarang ndak ngemis, tapi kalo ada yg ngasih ya syukur alhamdulillah… lha lalu apa beda nya sama ngemis?? š
Kalau saya sih sekarang kalau mau beramal, langsung ke masjid.
Kemiskinan di Indonesia tak akan pernah punah Pak, kan sudah di atur oleh negara sendiri: Fakir Miskin danAnank Terlantar dipelihara oleh negara
makanya, kalau negara saja sudah memelihara, bagaimana pengemis (yang notabenenya orang miskin) bakalan punah dari Indonesia???
Kemiskinan adalah perkara rumit nan kompleks. Begitu banyak faktor yang terikat di dalamnya sehingga ketika harus diberantas, faktor-faktor itu harus ikut ambil bagian. Tapi yang harus dan tak boleh dilupakan, ini juga perkara negara. Ini perkara si DIA yang kembali ke singgasananya.
ngikut wae lah…
cz pengemis yang “terorganisir” memang ada di beberapa tempat … š
Kalo untuk urusan beramal bisa dimana saja dan boleh ke siapa aja, masalahnya memang pengemis bisa merusak pemandangan sampe2 negara tetangga ledekin kita sebagai negara pengemis. Kalo pun satpol PP meangkap mereka “tak usah pake kekasaran dech” cukup dengan masukan atau bantuan apa saja agar tidak mengemis lagi.
Menrut gw kemiskinan aka selalu ada, karena akan selalu ada orang yg lebih kaya dan akan ada org yg lebih miskin, hanya apakah mental kita akan menjadikan kita mengemis atau berusaha….
Selamat menunaikan ibadah puasa kang… ^_^
ulama n pemerintah udah bersekongkol untuk melakukan penindasan thd rakyatnya sendiri.. Kenapa dengan mereka yaa???
Pfiuuuhh…. capek gw liat tingkah polah mereka yg makin gak manusiawii
para pengemis-pengemis proyek di lembaga-lembaga pemerintahan itu apa termasuk yang diharamkan juga ndor?
Hehehehe, suka kalimatmu di bagian terakhir, mereka tak kan hilang hanya dengan Perda dan Fatwa.
Aku justru tertarik dengan satu kalimat pembuka di Majalahmu yang terbit 17 Agustusan lalu, “Fakis miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”
Lha gimana negaranya?
*ojo nggumun nek aku iso oleh majalahmu, Ndoro.. senajan luwih larang tapi ben minggu aku tuku neng kene* :))
yah, kadangkala miris melihat sikap ‘sebagian’ dari rakyat kita bahwa mengemis sdh menjadi pekerjaan TETAP, dan parahnya lagi ada yg koordinir…
pengemis akan selalu ada disekitar kita…
akan selalu memberikan pelajaran bagi orang lain….
dan saya bingung yg pantas disebut sbg pengemis itu orang kaya raya yang pelit atau gelandangan di jalanan yang suka berbagi makanannya kepada sesama temannya gelandangan…?! Ironis
Kalau ditanya mengapa ngemis? “Sampean mestinya tahu jawabannya jadi jangan tanya ke saya,” jawab Si pengemis dengan ketus.
saiah sih setuju negara kita dibebaskan dari pengemis, pengamen, pengasong dan kroni kroni nya, smoga pak es be ye bisa segera menyelesaikan mereka
la kalo pengemis cinta macam joni iskandar itu bigimana pak??
Selamat datang di kota Bogor, anda akan disambut para pengemis sesaat setelah keluar pintu tol Jagorawi…
Tuhan sudah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna. Yang tanpa merendahkan dirinya di hadapan manusia lain pun dapat mencukupi kebutuhannya andai manusia mau berusaha. Mari beri para pengemis pendidikan, bukan uang receh.
pengemis sepertinya menjadi masalah bersama, tidak hanya di satu daerah tertentu hampi di seluruh pelosok negeri ini ada pengemis.
kasian pengemisnya mau kerja juga susah, mau dagang juga nggak punya modal, mau tidur juga nggak punya rumah, mau makan juga nggak ada yang mau ngasih sekarang….
kok bisa ya memberi sedekah pada pengemis didenda, bahkan dipenjara???
Kok bisa diharamkan apa lapangan pekerjaan bagi mereka yang berpendidikan rendah sudah terbuka sedemikian lebarnya?
mungkin alasannya ini, karena mengemis bukan lagi pintu darurat untuk menyambung hidup, melainkan jadi ladang pekerjaan.
http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=5373
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/08/26/21241039/DKI.Buru.Bos.Pengemis
wew,, kemiskinan merajalela..
Memberikan sedekah memang baik..
Namun itu tak ubahnya memberi sepotong ikan kepada seekor kucing bukan dengan memberi pancingan kepada kucing untuk mendapatkan ikan yang lebih..
Salam AnakBangsa..
Kemiskinan adalah masalah kita bersama bukan hanya monopoli pemerintah..
http://celotehanakbangsa.wordpress.com/2009/08/27/15-pertanyaan-yang-tidak-akan-pernah-ditanyakan-tuhan/
ato diajari jadi manusia dulu baru kasih pancing
kucing ndak bisa mancing..:) peace
sepertinya trend semata ndoro
iya haram tp kalo uda buta trus ga punya kaki and bisu pula, trus sebatang kara..apa yg bisa diperbuat selain mengemis..kasihan jgn di hina
Umar bin Khattab, sang mujtahid ulung, saja justru memberikan keringanan pada orang yang mencuri agar tidak dipotong tangannya saat terjadi musim paceklik. Tentu saja dengan kadar sekadar mengganjal perut dan melanjutkan hidup.Yang dijadikan permasalahan adalah: SEBERAPA BESAR KEPEDULIAN KELUARGANYA…TETANGGANYA…BAHKAN NEGARANYA…hingga saudaranya itu harus mencuri. Nah, apalagi ngemis. Selama orang-orang di sekitarnya nggak peduli untuk mengarahkan dan negara nggak peduli untuk melakukan pembinaan, jangan ngimpi bumi kita bersih dari pengemis.
Pendapatan mengemis lebih menjanjikan… Makanya mengemis!
ngomongin pengemis emang serba susah, di satu sisi mereka mengganggu tapi mau cari kerjaan juga susah. ah sudahlah biar jadi PR anggota DPR baru š
menyelamatkan perut harus bersaing dengan penyelamatan aqidah, karena perut yang lapar adalah awal malapetaka aqidah.
yang jadi pertanyaan adalah, koq bisa2nya pengemis itu justru jadi profesi.. padahal kan, masih banyak hal lain yang bisa dikerjakan..
tapi yah, itu balik lagi ke mental masing2 sih
Tapi sbenernya, apa mereka ndak malu dengan mengemis-ngemis seperti itu?
Fauzan NR [ fhom.blogspot.com ]
mampir kung…
Fauzan NR [ fhom.blogspot.com ]
setiap rupiah yang kita berikan pada mereka (pengemis) akan MEMATIKAN MOTIVASI mereka
Ndoro ini kayak gak tau aja, mengemis itukan profesi (menurut pelakunya lho!!!). Menurut sy yang penting dan paling utama adalah action dari penguasa karena ada dana dan power.
Susah memang jadi orang miskin yang hidup dari menegadahkan tangan. Kerjaan ndak ada. Ngemis dilarang dan diharamkan. Sudah jamak, orang miskin dilarang sakit, dilarang sekolah. Suatu kali, mungkin orang dilarang miskin. Miskin sendiri adalah haram. Nelangsa. Lebih nelangsa melihat perilaku pejabat pemerintah baik yang duduk di istana, kursi mentri, atau gedung DPR. Apalagi saat mereka mengeluarkan produk berupa UU, aturan, dsb yang tak jarang jauh dari akal sehat, jauh dari akar masalah…hu hu hu…:)
Syukur……akhirnya ketemu ndoro.
Di seputar tempat kerja saya pengemis makannya pakai ayam goreng.. Lha saya sama bini dibontotin telur ayam š
Membuat Perda dan Perda sepertinya jauh lebih mudah dari pada membuat orang taat padanya.
hal ini trus tjadi krn pejabat kita mash doyan korupsi
wah. gimana ya ndoro.
ribet sih. yang kaya kurang infaq.
yang miskin gak mau usaha.
lah yang ditegah tengah mu gimana donk.
Wah saya sih bisa hampir tiap hari lihat pengemis, Ndoro. Memang kasihan sih, tapi di sisi lain saya gerah juga lihat mereka tidur di emperan, memblokade separuh jalan pedestrian.
Perilaku mereka yang tinggal di pinggir jalanpun membuat kota terkesan ‘kumuh’. Belum lagi peran orang tua yang memperkerjakan anaknya untuk menjadi pengemis, bukannya menghimbau mereka untuk bersekolah.
Menurut saya, sisi negatif dari pengemis jauh lebih banyak daripada sisi sebaliknya. Saya percaya kita semua diberi potensi, memang dikembalikan lagi kepada masing-masing kita untuk mempergunakannya untuk apa.
Perda sama fatwanya wajar ndoro, soale mengemis sekarang adalah profesi yang diorganisir (ada ketua geng-nya), penghasilan pengemis sebulan itu bisa 3 jutaan, melebihi gaji saya ndoro,…
Orang miskin selalu ada.
Mana yang harus diberantas? Kemiskinannya atau orang miskinnya?
Setiap orang terlahir miskin. Kalau dia terlahir kaya, maka saat mbrojol dia sudah memakai baju dan perhiasan.
kere…melahirkan kere, mempunyai anak kere dan bercucu kere