Pertanyaan Pecas Ndahe
September 23, 2014 § 73 Komentar
Aku suka pertanyaan. Terutama pertanyaan yang datang dari mulutmu yang tak henti merenyeh. Kamu sering menanyakan hal-hal yang tampaknya tak penting dan aneh, tapi selalu mengusik hatiku.
Suatu kali, misalnya, kamu pernah bertanya, “Berapa liter air mata yang tumpah di Jakarta setiap hari?”
Pasti sulit sekali untuk mengukur berapa liter air mata yang tumpah di kota ini. Karena kita tahu ada orang-orang yang hanya menangis dalam hati sambil memandangi keluar jendela kantornya. Jendela apartemennya. Jendela rumahnya. Jendela bus Transjakarta. Atau jendela taksi.
Tapi begitulah caramu bertanya. Sesuatu yang aku sukai sejak dulu. Sampai sekarang. « Read the rest of this entry »
Moge Pecas Ndahe
Februari 11, 2014 § 36 Komentar
Siapakah para pesepeda motor gede (moge) itu? Penggemar fanatik? Para pria kaya? Orang-orang yang kehilangan akal sehat?
Saya tak mampu menjawabnya ketika melihat foto yang saya ambil dari akun Instagram Triawan Munaf. Dia Triawan merekam gambar di bawah ini dari harian The Jakarta Globe.
Foto yang menunjukkan serombongan pengendara moge itu kemudian beredar di Twitter dan memicu kontroversi. Banyak yang mengecam tindakan pengendara yang masuk busway itu — tindakan yang melanggar aturan lalu lintas. « Read the rest of this entry »
Jokowi Pecas Ndahe
Februari 7, 2014 § 30 Komentar
Jokowi ke laut saja. Sudah setahun lebih gubernur DKI ini tersita waktu, tenaga, dan pikirannya mengurus daratan. Kalau tak salah, Jokowi terakhir menginjakkan kaki di Kepulauan Seribu pada Desember 2012.
Padahal di laut dan kepulauan di seberang Jakarta juga banyak masalah. Di Kepulauan Seribu, misalnya, setidaknya ada lima masalah utama: persediaan air bersih, permukiman, tempat pemakaman, dermaga, dan harga tiket kapal penyeberangan.
Memang jika dibandingkan, luas wilayah dan jumlah penduduk di Jakarta jauh lebih banyak dibanding Kepulauan Seribu. Tapi tetap saja kepulauan tersebut masuk wilayah administrasi pemerintah provinsi Jakarta sehingga layak diberi perhatian yang sama.
Lagi pula, di laut dan kepulauan dekat Jakarta tak ada kemacetan. Tak ada pesepeda motor yang melawan arus. Tak ada pasar yang penuh preman seperti di Tanah Abang.
Tak ada pula pengemudi kendaraan pribadi yang masuk busway. Maklum, di laut dan Kepulauan Seribu belum ada busway. Yang ada di laut dan Kepulauan Seribu paling sampah kiriman penduduk daratan Jakarta yang terbawa arus. « Read the rest of this entry »
Spion Pecas Ndahe
Desember 13, 2013 § 26 Komentar
Mereka yang tiap hari wara-wiri di ruas-ruas jalan Jakarta tentu paham benar situasi seperti ini: Jakarta, sore, dan hujan. Ini adalah kombinasi maut yang membuat siapa pun nyaris frustrasi.
Lalu lintas macet. Nyaris tak bergerak. Orang-orang berjubel di dalam angkutan umum, berdiri berdesakkan di dalam bus Transjakarta. Keringat bercucuran dipanggang udara yang lengas.
Keluh kesah nyaris tiada guna. Sumpah serapah apalagi. Seribu makian bakal menguap ke udara bersama asap knalpot angkot yang hitam.
Setiap kali duduk di belakang kemudi, di tengah lalu lintas yang mandek seperti itu, pikiran saya selalu berkelana ke mana-mana. Pandangan juga melayap tak keruan.
Kadang saya iseng melirik spion dan melihat bagaimana paras orang-orang di kendaraan belakang. Wajah-wajah yang lelah dan nyaris putus asa.
Tapi kadang saya justru menikmati pemandangan seperti itu. Pemandangan yang memamerkan keragaman wajah orang-orang di tengah kemacetan. Ada sepasang lelaki dan perempuan usia paruh baya. Sepertinya suami istri yang pulang dari kantor berbarengan. « Read the rest of this entry »