Kemarau Pecas Ndahe

September 3, 2009 § 61 Komentar

:: untuk seseorang yang selalu tersenyum

kalungPerempuan wangi pandan rubuh di peraduan dengan perasaan remuk redam. Sembilan purnama sudah lelaki hujan melayap ke negeri atas angin. Tapi tak ada sebaris kabar maupun setangkai puisi yang terkirim.

Malam pun jadi ungu. Dan siang jadi merah. Angin bersekutu dengan hujan. Berubah menjadi badai.

Ditemani sepisau sepi, di tengah gamang yang menikam, perempuan wangi pandan melepas hasrat pada pucuk-pucuk cemara yang menari resah. Diambilnya sebilah buluh dengan surai-surai di ujungnya. Dicelupkannya ke dalam secawan tinta. Lalu dituliskannya bait-bait liris di atas selembar daun yang mengering.

lihatlah, lelakiku!
kemilau cahaya berkeredep
seuntai bintang jatuh di pinggir jalan
mengapa kau tak memungutnya dan mengalungkannya ke leherku?
kau bisa mengelusnya, tersenyum kepadanya
membawaku mengenang masa lalu
ketika matahari dan bulan berlumur madu

Setangkai ranting cemara luruh begitu perempuan wangi pandan mengukir kata terakhir. Gerimis turun. Dan angin berdesir-desir menerbangkan helai-helai rambut perempuan pandan yang hitam.

Kemarau September ternyata mendapat jeda. Butir-butir keperakan gerimis lima menit telah membuat perempuan wangi pandan bagaikan terlempar ke masa silam. Ketika lelaki hujan mewarnai hidupnya setiap hari sepanjang waktu. Ia ingat, setiap musim semi tiba, lelaki hujan selalu membacakan puisi-puisi Sara Teasdale menjelang tidur.

Salah satu favorit lelaki hujan adalah April Song.

Willow in your April gown
Delicate and gleaming,
Do you mind in years gone by
All my dreaming?

Spring was like a call to me
That I could not answer,
I was chained to loneliness,
I, the dancer.

Willow, twinkling in the sun,
Still your leaves and hear me,
I can answer spring at last,
Love is near me!

Kini, setelah sekian purnama berlalu, perempuan wangi pandan seakan-akan masih bisa menikmati merdunya nyanyian bulan April yang selalu didendangkan lelaki hujan.

Hari-hari warna-warni memang sudah berakhir ketika musim semi pergi. Dan musim penghujan digantikan kemarau yang panjang. Namun perempuan wangi pandan seperti masih bisa menyesap harum kesturi terakhir yang pernah menguar dari dada lelaki hujan.

Hidup tak pernah sama lagi.

Selamat hari Kamis, Ki Sanak. Apakah sampean merasa kemarau September ini kian panas?

Tagged: , , ,

§ 61 Responses to Kemarau Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke kacahati Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Kemarau Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: