TVOne Pecas Ndahe
April 9, 2010 § 109 Komentar
Polisi menuduh TVOne merekayasa tayangan dengan menampilkan pria yang mengaku sebagai makelar kasus. TVOne membantah. Apa yang terjadi sebenarnya?
Itulah salah satu berita paling panas hari-hari ini. Mana yang benar, belum bisa dipastikan hingga tulisan ini dibuat. Tapi polisi sudah mengadukan TVOne ke Dewan Pers.
Versi polisi: lelaki yang disebut dengan nama Andris Ronaldi itu mengaku sudah 12 tahun berpraktek sebagai makelar kasus. Tapi setelah ditangkap dan diinterogasi, ternyata lelaki itu hanyalah tenaga out sourcing di bidang media, sebuah perusahaan media tapi bukan media TV atau surat kabar. Andris alias Roni itu ternyata juga belum pernah menginjakkan kaki di Markas Besar Polri.
Masih menurut polisi, ternyata yang bersangkutan diminta mengaku sebagai makelar kasus berdasarkan permintaan seorang presenter.
Versi TVOne: kami tidak pernah melakukan rekayasa. Rekayasa itu tentu tidak boleh.
TVOne juga belum mengetahui apakah pria yang dibekuk oleh Mabes Polri karena mengaku sebagai markus tersebut adalah orang yang menjadi narasumber TVOne waktu itu.
TVOne menyatakan akan tetap menghormati apa yang sudah disampaikan dan dilakukan Mabes Polri.
Versi saya: tidak mudah menilai kasus ini tanpa bukti yang memadai. Apalagi buru-buru menjatuhkan vonis bersalah kepada salah satu pihak.
Yang jelas, wartawan itu bekerja berdasarkan koridor Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, pasal 1. Disebutkan di situ bahwa “karena profesinya, wartawan memiliki hak tolak untuk mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.”
Dengan demikian, TVOne memang berhak tak mengatakan apakah orang yang ditangkap oleh polisi itu narasumbernya atau bukan. Hak ini dijamin oleh undang-undang.
Jika kelak kasus ini diajukan ke pengadilan, lalu hakim memerintahkan TVOne membuka identitas sumbernya, dan hak tolak itu dipakai, mungkin saja penanggung jawab siaran harus menerima konsekuensi masuk penjara.
Dari kasus ini kita bisa belajar bahwa menjadi wartawan itu tak selalu mudah. Ada tugas dan tanggung jawab yang dipikul. Pekerjaan ini pun memiliki risiko dan konsekuensi yang berat.
Itu pun masih ditambah kenyataan bahwa dalam jurnalisme, mencari kebenaran itu seperti mengupas kulit bawang: selapis demi selapis. Bila saat ini fakta yang tersedia masih minim, mungkin esok atau lusa bakal muncul fakta yang lain.
>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Apakah sampean berminat jadi wartawan?
Bawang!
Semoga yang benar yg menang. Bagaimanapun aku masih percaya kalau kebenaran pasti akan selalu muncul, entah kapan.
Wah, untung dulu saya ndak jadi ngelamar jadi wartawan.
Hmm… sepertinya ga minat jadi wartawan deh hehehe…
Hmmm, begitu ya…saya kira setiap pekerjaan mempunyai risiko masing-masing..asalkan berjalan pada koridor yang benar dan bukti-bukti kuat, tidak perlu takut
wuih nice post
kasian IR π
IR nggak usah dikasihani..
IR tau & bertanggungjawab penuh sama apa yg dilakuinnya.
Saya dulu berminat ndoro.. cuman memang keberanian saya kurang besar seperti ndoro.. π
baca ini bikin kangen pengen balik jadi wartawan lagi… π
Bagaimana kalau juga ditambahi Ni Sanak? biar Ni sanak tidak iri π
ndoro, kalo TVone udah memakai kaidah jurnalistik yg bener. kenapa mereka tak langsung membela diri ? kenapa anak buahnya bang one pada tiarap semua. gak ada yg berkicau.
Selamat wiken, ndoro!
aku ndak bisa menjawab pertanyaan ini karena bukan orang tvone, maaf … π
dulu sempet ikut tes jadi wartawan…
tapi gagal π¦
bagaimana dgn nasib mereka yg mengaku “jurnalisme warga”? kalo misal ada kasus, mereka “bertanggung jawab” kepada siapa? apakah mereka siap dgn konsekuensi ini, ndoro?
pertanyaan menarik. dalam kasus jurnalisme warga, tampaknya mereka harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri. siap tak siap, mereka akan menghadapi kasus seperti ini. memang belum banyak yang menyadari konsekuensi
mohon maaf ndoro, jurnalisme warga itu apa ya?
pertamaxx!! asyik.
selain itu oom Ndor, saya mau tanya apakah berita yang kebenarannya setengah-setengah layak tayang? tapi dilemanya: jurnalis yang sudah kena deadline. kalau ditulis setengah2 bikin bingung pembaca juga. Hemm?
lho, baru ngetik bentar gak jadi pertamax π¦
dalam kasus tertentu, wartawan biasanya menulis berita lanjutan supaya pembaca tak bingung dan mendapatkan gambaran yang lebih utuh
aih aih… seru jg jadi outsourcing media.. besok2 mau jd terrorist tiruan ah.. *kriuk*
sepertinya aq lebih percaya ama polisi deh.tvone emang suka rekayasa tuh.tvone paling semangat dalam mencari berita.yah semoga tvone bisa dapat pelajarannya dari tuntutan polisi ini.
aq seh dukung polisi karna emang polisi itu ya selalu benar. π
belum pernah “damai” sama polisi ya? π
aku aku ndoro! berminat jadi wartawan! kayaknya lika-likunya seru & menarik. (cita-cita anak SMA biasa yg polos)
Hmmm… tapi melihat kasus Susno yang waktu itu malah dimusuhi institusinya sendiri, kok saya malah jadi nggak percaya ya sama polisi kita?
so do i –“
kebenaran mahal ya..
dan skrg IR namanya udah gak ada di list anchor tvone. entah emang belum dimasukin, atau malah udah dihapus π
http://www.tvone.co.id/tvone/anchor/
namanya IR masih ada koq. π
Cukup sekali jadi pewarta TV. Emoh maneh. Terikat, sumpek, ini itu gak boleh. Udah seharian liputan, jadi fitur cakep, eh gak boleh tayang krn ada vested interest pemilik modal. Huh!
Berminat Ndoro !!
Tapi kalo boleh yang cari beritanya di depan internet aja (bcanda, maaf)
Citizen wartawan juga ndak papa.
Oya, namanya juga demi kepuasan pemirsa dan kebanggaan bisa siaran langsung, paling cepat, dan paling depan; tayangan ‘langsung’ diulang2 juga masuk rekayasa bukan ya
ndak pernah pengen jadi wartawan, karena keliatannya kerjaannya berat π
Wartawan juga kudu punya disiplin verifikasi. Tanpa itu, ujungnya tak lain adalah pembohongan publik. Masih hangat kasus pemberitaan TV One juga dalam drama penyergapan teroris di Temanggung. Media mengklaim yang mati adalah Noordin M Top. Nyatanya, uji DNA menyatakan lain dan gembong teror ini baru mati di kemudian hari. Belum lagi dengan kasus Raya Surtiana, yang wajahnya dipakai untuk ilustrasi Soraya Abdullah Balvas, istri M Jibril, tersangka teroris itu. Ternyata berita tanpa verifikasi dan ujungnya pembohongan publik. Kalau sudah begini, media ini mirip seperti kisah film MAD CITY– berkisah bagaimana media-media memelintir fakta hanya untuk kejar tayang, sensasional, dan ujungnya uang. Media dan wartawan kudu belajar soal ini– termasuk belajar dari kesalahan. Tanpa itu, dan kalau publik terus-menerus dibohongi, publik pun akan mensomasi rame-rame! begitu deh…:)
setuju…satu kata yg muncul tanpa verifikasi dan validasi bisa membentuk opini publik. Saat kata tersebut tak benar, belum tentu publik menyimak revisinya, kalrifikasinya atau publik tak mau beranjak dari persepsi pertamanya. Satu kata yang terucap itu rawan dengan fitnah. Dan fitnah, meskipun bisa disikapi sbg kritik…..berat konsekuensinya bagi yang membikinnya atau bagi objek fitnahnya. semoga jurnalisme kita lebih objektif, kritis, santun dan solutif…
jadi wartawan…wahhh minat ndoro…(dulu)..
sekarang…masih ada sedikit keinginan….rasanya menantang..
tapi ga mungkin kayaknya….saya telanjur nyemplung jadi dokter saja…hehehhehe
ya ndoro, bagaimana kalau hal ini terjadi dengan para blogger
saya wartawan koq ndor.. dan saya bangga.. saya mau.. dan saya berharap saya tetap bisa menjadi wartawan karena begitu banyak yang bisa saya pelajari
soal tvOne, menurut saya sih.. itu produsernya aja yang kurang berhati2.. sampe2, presenter yang bagus malah keseret2
Seru sekali ini! Polisi Vs Wartawan. Siapa yang menang? Seharusnya yang menang ya tetap kebenaran? Siapapun dia.
Bertambah wawasan saya Ndoro..
Tetap berminat he hee..
jadi wartawan memang penuh risiko ndoro.
jangankan di pusat, di daerah aja sangat besar risikonya. teman saya sampai keluar gara-gara (katanya) masalah waktu ngepos di kriminal. katanya tapi π
belum masalah amplop yang selalu melambaikan tangannya, karena kesejahteraan yang kurang
*loh kok jadi curhat? hehe*
jangankan wartawan yang sebenarnya, ekskul jurnalistik ato jadi pers kampus aja udah berat kog.
harus mempertahankan idealisme diantara kuatnya kekuasaan dan uang.
tetap teguh pada fakta saat cerita fiksi begitu diminati.
Ironi.
Setiap pekerjaan itu tergantung yang mengerjakannya, bukan hanya wartawan yang bisa melakukan kesalahan, dokter, polisi atau pejabat pemerintah sekalipun bila memang berniat melakukan keburukan pasti akan dilakukan sesaui dengan koridor pekerjaannya. Contoh,polisi terima suap di lalu lintas, dokter, melakukan mal praktik, dan lain-lain.
So, janganlah kita terlalu mudah menghakimi berdasarkan kondisi tematik, melainkan harus melihat segala hal dengan adil dan objektif. Untuk kasus TV One sebaiknya jangan profesi wartawannya yang di pojokkan, melainkan harus melihat institusinya. Karena masih banyak wartwan yang profesional, berintegritas, dan idealisme tinggi
Apakah pola pandang seperti ini juga berlaku untuk institusi nya Mas Gayus ? Karena masih banyak pegawai pajak yang profesional, berintegritas dan idealisme tinggi?
Sebuah pembelajaran bersama dalam mensikapi informasi…….
Betul itu..so, mari kita belajar untuk menjadi bangsa yang dewasa dengan memulainya lewat cara berpikir yang positif dan objektif.Mudah menghakimi, adalah ciri dari ketidakdewasaan sebuah institusi atau individu.
kasihan TV One…
pak pimred saya punya usul usil, kon sumpah pocong ae. hehehe
Jadi ingat kasus Judith Miller, wartawan New York Times, penerima Pulitzer award yang pernah ditahan karena menolak membeberkan identitas narasumber soal tulisan tentang program WMD yang ditulisnya – yang akhirnya bikin dia jadi high profile media personality.
Memang sih, anggota CIA narasumbernya. Tapi masalahnya, memang narasumbernya bener bisa dipercaya memberikan informasi yang sebenar-benarnya? Terus gimana dengan kenyataan bahwa program WMD itu bual belaka? Jadi yang salah narasumbernya yang ngasi info (yang ga akurat dan penuh kepentingan?) ato Judith yang ‘ketipu’?
Again, fokusnya adalah kebenaran. *lanjut nonton Green Zone sambil ngemil kacang*
ps. setuju, jadi wartawan itu susah!
kalau wartawan yang suka grudugan ngejar si nara sumber lalu berdesak-desakan dan berebut lempar pertanyaan si gak pengin banget, NDORO!
Sebenarnya waktu saya melihat acaranya, aneh juga kok ada markus mau diwawancarai? Logikalah…anak TK juga tahu itu rekayasa
Forum Pembahasan Kasus TV One
Sebenarnya waktu saya melihat acaranya, aneh juga kok ada markus mau diwawancarai? Logikalah…anak TK juga tahu itu rekayasa
saat ini memang sedang momennya mudah digiring dan menggebyah uyah, ndoro… beberapa minggu lalu dengan mudahnya nggebyah uyah kalo fiskus itu maling semua (pengalaman pribadi diteriakin orang), skrg (terutama di situs jejaring sosial dan microblogging) rame-rame langsung percaya TV One dan IR salah dan nggebyah uyah kalo wartawan yo elek kabeh… π¦
Jadi, mari bersama menunggu pernyataan dewan pers ya ndoro? π
Semoga saja cepat terungkap siapa yang benar dan siapa yang salah.
salam
Omjay
coba lihat kasusnya kembali, bila dalam investigasi pencarian markus sudah sesuai kaidah jurnalistik dan bisa dipertanggungjawabkan, tentunya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan adalah konsistensi sang markus, siapa andris dan bagaimana karakternya tentunya sangat sedikit orang yang mengetahuinya,
sebagai markus (versi TVOne) yang sangat paham celah-celah hukum, tentunya andris tidak bisa dibayangkan seperti calo STNK atau SIM atau KTP dan Kartu keluarga. Andris tentunya bisa berhitung bila membuat statement berlawanan, konsekuensi apa yang akan timbul dan keuntungan apa yang dapat ia raih, terutama bila ada motif kriminalisasi pers di sini.
adapun versi rekaman pembicaraan via BBM , bila memang rekaman tersebut benar sebenarnya isi pembicaraannya juga tidak aneh, seorang IR tetap berkomitment untuk menjaga kerahasiaan andris sebagai narasumber, kepada siapapun dia tidak mau buka mulut. simpel bukan..
begitu saja koq repot..
Jadi wartawan ngeri sekali! fisik harus kuat!
Semakin ramai beritanya kali ini media tv lawan polisi, besok hari sabtu apalagi!
Menarik untuk menunggu akhir dari sinetron ini kisanak. Happy endingkah atau sebaliknya?
Kok baru sekarang diributkan
mungkin saja ini sebagai informasi yang perlu masyarakat ketahui , sehingga banyak yang resah dengan terungkap markus yang berkeliaran dan diberikan opini baru.
asiknya jika kita melihat dengan seksama bahwa yang paling penting hukum markus dan para koruptor seberat-berat kalau perlu sampai keluarga juga, karena mereka telah membunuh banyak rakyat untuk bisa hidup layak.
berita selalu menjadi awal dari sebuah fakta, tetapi kalau berita cuma hanya mencari keuntungan menjadi sesuatu yang menyesatkan juga.
setiap perjalanan sebuah kebenaran seringkali menemui jalan terjal, apalagi negeri ini di pimpin oleh para rakus-rakus kekuasaan saja, janji cuma janji ,
wah seru bgt nih, negeri ini semakin mirip film yang ada yang membuat skenario, dan sebenarnya masyarakat sudah tahu siapa pelakunya.
akhir dar sebuah kisah yang nantinya membuat orang akan setuju bahwa tidak ada yang bisa disembunyikan, apalagi perut-perut koruptor semakin kembung liat saja pejabat-pejabatnya semakin suburnya.
Pengennya jadi kaya surya paloh, udah jadi wartawan kini pemilik tv juga.
jadi keinget film Tomorrow never die -nya James Bond itu, TV One bisa sehebat tomorrow ngga yah, hehehe
Hmm.. Minat sih ada, buat menjadi bagian dari dunia media. Apa itu sebagai wartawan atau entah apa.
Kasus tuduh-menuduh menarik. Seharusnya bisa dirunut dengan kepala lebih dingin. Tapi kali aja sekalian biar menjadi sensasi ya? *curigation mode*
makin terkenal aja tv one..
π
satu sinetron lagi muncul… kita tunggu kisah2 selanjutnya…
Persaingan media dalam memperoleh rating, kalo media offline nggak mengenal SEO sih jadi kadang perlu sensasional
mudah2an saja TVone memang tidak merekayasanya, ndor. sempat terbukti narasumber itu cuma akal-akalan, blunder besar nih buat TVone. kesannya memanfaatkan momen banget buat naikin citra…
Kebenaran sll bsa dprsalahkan.
hehehe pernah nyaris jadi wartawan ndoro…tapi sayang ilmu di bangku kuliah, eh akhirnya ilmu itu ditinggal juga dan sekarang malah kecebur ke jurnalisme warga. Lagian emang tahu kok kalau kerjaan wartawan itu susah (apalagi di zaman itu tuh…) hehehe…sudah hari Minggu nih, selamat bersiap menghadapi tujuh hari baru ya ndoro…
kalau saya pribadi percaya pada versi tv one…
Bisa jadi Andris Ronaldi adalah seorang penipu, karena kepepet uang ia mengaku2 sebagai markus di acara TVONE, lalu tvone pun mengundang dia menjadi narasumber…
Anak kecil tahu kalau salah nggak bakalan bilang siapa2. kecuali bpk maknya. ato kecuali anak idiot yang ngiler duit 1,5jt. tapi yo entah tv 1 aja gak punya. jadi yo jarang nonton tv. mau ketetangga malu
Ya.. bagai mengupas kulit bawang. Kayak nya yakin ini yang betul, eh masih kulit juga. Untung kalau ada isinya. Kalau nggak? Btw…ayo… siapa yang mau memarkusi kasus ini…
Tiba-tiba kebenaran jadi sangat kabur di sini π¦
Dalam banyak kasus, karena terdorong persaingan antarmedia, media massa menjadi terobsesi menyajikan “berita terheboh”. Kadang hal ini menimbulkan “kreativitas” yang berbahaya.
Apakah dalam hal ini TVOne melakukan hal itu? Persis yang dikatakan Ndoro Kakung, jawabnya tidak mudah untuk dibilang “ya” atau “tidak”.
Yang jelas, jika polisi terus mengusut dan mengajukan perkara ini ke pengadilan, sungguh tidak lucu kalau TVOne kemudian membuka “identitas” narasumbernya. Karena toh ini tidak masuk dalam “kriteria “membahayakan kepentingan negara”, hakim juga tidak bisa memaksa TVOne buka mulut.
Kalau kemudian pihak tertentu di TVOne harus masuk penjara, ya diterima saja sebagai sebuah konsekuensi profesi. Masuk penjara karena mempertahankan profesionalisme, lebih berharga ketimbang menjadi “pelacur” profesi yang hanya karena sedikit terancam bahaya, lalu meruntuhkan etika profesi jurnalistik untuk selalu melindungi narasumber.
harusnya ndoro kakunp aje tuh yg jadi wartawan dan namanye dirubah aje jadi NDORO KUKANG… wkwkwkwk.. becanda ndoro..
malah bertaruh nyawa ndoro… wartawan udin aja sampe skr ga tahu rimba kasusnya.. ati2 ya ndoro π π
Polisi lagi mencari cari tameng π
yang saya heran dari dulu,kenapa polisi selalu kalah cepat sama wartawan??
Sepertinya wartawan(TV) selalu bisa mencari narasumber pelaku kriminal dengan cepat….
wah … berat juga ya jadi wartawan. tapi akhirnya dengan pasal hak tolak tu, fakta kriminal akankah tertutupi selamanya?
menakutkan
salam kenal
Bener atau ngga bener, yang penting rating TV-nya bagus.
( semakin lama kok semakin susah cari kebenaran yah Ndoro ?, ujung-ujungnya duit juga)
bener2 mengingatkan pada film nya Bond Tomorrow Never Die, kalo mau buat berita heboh maka kita harus jadi sutradaranya, selama ini juga keknya ada sebuah stasiun Tv tuh yg sering nyajikan investigasi rutin yg nara sumbernya koq agak meragukan keasliannya, misal tahu berformalin, kikil palsu, atau kakap merah palsu. tapi entahlah kita sebagai pemirsa nggak ngerti apa dibohongin atau tidak
Terkadang sesuatu yg terkesan heboh mmg kerap dicoba oleh suatu brand, tujuannya entah utk menaikan branding atau pembodohan itu gimana nanti. yg penting ngetop dulu
Inilah sebagian dari alasan kenapa Sy dulu tdk tertarik dgn karir didunia jurnalistik. Berat resikonya
Ya ampun belum selesai satu masalah sudah muncul masalah lagi. Apa c yang salah dengan Indonesia tercinta ini? Negeri yg begitu kaya tapi kenapa mesti memiliki orang yang ingin menghancurkannya sendiri. π¦ sabar ya buat TvOne.
ndor, apasih enaknya jadi wartawan??
weleh..weleh.. jd yg bener yg mana Ndoro??
semua profesi mmg ada resiko nya masing2..
hidup wartawan..
hidup berita kebenaran..
kunjungan perdana nih Ndoro, saya penasaran arti “pecas ndahe” itu apa ya?
yah pada ngetrend gayus..kalau kurang teman …kurang gaul
jadi pegawai kurang uang…kurang gayus loeeeeeeeee
he…he…
Apa ndoro ikutan group aksi sejuta dukung presenter TVOne ituh?
yg bertanggungjawab hrs-nya bukan IR tp Pemimpin Redaksi. ya nggak ndoro?
semoga saja yang benar bisa menang.. capek juga kalo harus nonton pangung sandiwara terus
Jadi ingat film Nothing But The Truth
kalo liat berita-berita di tivione yang kadang lebih mirip infotainment saya jadinya suudzon juga ndor, jangan-jangan karena pengen tambah ngetop dan ndak nemu monster asli akhirnya dibuat monster jadi-jadian. tapi mikir juga, mosok untuk orang-orang pinter seperti wartawan-wartawan tivione akan berbuat senekat itu?
tapi berita terakhir kasus ini ndak akan naik ke pengadilan, damai gitu aja ndor?
sebagai salah satu yang bekerja di ranah yang sama dengan yang dibahas ndoro kakung… merasa bangga juga dan merasa berat beban yang ada…. tapi semua itu musti tetep dijalani,, bukan begitu ndoro… ini pertama kali nya saya jalan jalan ke rumah ndoro.. mohon ijin follow ya ndoro… terimakasih…
memang sekarang jamannya rekayasa, gak kaget dengan tuduhan rekayasa markus ala tvone atau yang lain π
Saya sempat mendengarkan wawancara itu…tapi karena sebel (entah kenapa rada “eneg” aja mendengar berita aneh-aneh)…jadi saya ganti channel lain….yang membuat hati lebih tenang.
Dan menurut saya berita TV sering di ulang-ulang…dan kalau gambar kekerasan rasanya menyebalkan..padahal TV ditonton siapa aja, dan anak kecil juga.
(masih sedih saat meninjau Ponpes Suryalaya, anak 10 tahun udah kena narkoba).
saya gak berminat jadi wartawan,
soalnya klo yang saya denger sih,
wartawan itu suka datang ke kantor2 dinas buat minta-in duit…
ataw mungkin itu oknum nya, tapi oknum nya banyak, tiap hari ganti2…
Masih minat ndoro. alasan saya masuk komunikasi kan awalnya karena pengen jadi wartawan. tapi saya minatnya ke sepakbola dan musik, Ndoro. politik bikin capek…
pekerjaan wartawan memang berat, namun wartawan tentu masih manusia sehingga juga masih bisa berbuat salah
Saya tidk berpihak pada siapapun. Tapi tv one banyak salahnya. dulu aja nurdin belum ditangkap bilangnya udah ditangkap. anehnya tivi one itu terlalu membesar-besarkan masalah seperti sangat gawat gitu,jadinya bikin risih aja. sepeeerti kasus manuhara seolah sangat gawat, padahal kasus biasa. lihat aja hasil akhirnya. dan banyak kasus2 yang lain.
salam kenal ndoro.
Untuk case TVOne, sy pernah lihat dengan mata kepala sendiri Ecep S yasa melakukan manipulasi seolah terjadi baku tembak sewaktu pengepungan teroris di Temanggung. Makanya yg skrg, dah gak aneh lagi. Usut terus Polri!
ya, memang media harus lebih selektif lagi. Dan jangan juga asal cari berita yang heboh dan menarik karena kontroversi. Media harus membangun. Dan memang harus konstruksionis. media tidak mesti harus objektif, karena harus berpihak pada kebenaran dan keadilan. Jika pun ada salah, tidak perlu sungkan untuk meralat..
hmmh,, jd bingung,, g enak jd wartawa,..
ko gtu y.. pernah dgr brta’y aj tp gak ngikutin perkmbangannya, soal’y dkosan gak ad tv c.hmh
susah jdi wartawan, krjanya ngurusin orng trus…
Ga sengaja baca kasus lama ini, sampe sekarang masih ngakak aja kalo inget.