Mei Pecas Ndahe

Mei 14, 2010 § 186 Komentar

Tentang pemerkosaan yang terjadi pada Mei 1998, ada begitu banyak cerita dan tak begitu banyak data. Ini bukan berarti bahwa orang dengan gampang dapat mengatakan bahwa semua laporan tentang brutalitas yang berlangsung dalam kerusuhan Mei lalu terhadap kalangan keturunan Cina, hanya teriakan kosong yang tidak menyenangkan.

Laporan-laporan tim independen, sejumlah LSM, menunjukkan bahwa kekerasan itu memang pernah terjadi. Sejumlah perempuan dipaksa sekelompok orang secara seksual. Dan mereka dijahanami karena mereka berasal dari ras tertentu. Mereka Tionghoa.

Pada September 1998, majalah Tempo menurunkan laporan kesaksian seseorang perempuan yang bertemu dengan korban perkosaan. Berikut ini petikannya, sebagai sebuah pengingat, bahwa Indonesia pernah menorehkan lembaran paling hitam dalam sejarahnya. Ini semacam upaya melawan lupa. Berikut ini kisahnya …

Fannie Gunadi — namanya sengaja disamarkan — memang bukan orang terkenal. Bukan pula seorang aktivis atau tergabung dalam tim sukarelawan. Ia hanya ibu rumah tangga biasa dengan sepasang anak yang tengah berangkat dewasa. Wanita mungil ini berada di tengah lokasi yang lagi rusuh-rusuhnya.

Pada 13 Mei, saat senja hari, ia menyaksikan seorang gadis keturunan Tionghoa dilecehkan lima pria di depan matanya. “Itulah penghinaan yang tak dapat saya hadapi sebagai perempuan maupun manusia,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Fannie kemudian bertemu korban, membantu mereka, menyaksikan diri dekat pergolakan gadis-gadis muda korban pemerkosaan. Kemudian dia mengisahkannya kepada Tempo. Beginilah kisahnya….

Pertemuan pertama saya dengan Mona Johan (nama ini disamarkan) terjadi pada Sabtu, 16 Mei 1998. Saat itu, ia diantar kedua orang tuanya ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Graha Medika, Kebonjeruk, Jakarta Barat. Seluruh tubuhnya tertutup rapat dengan kerudung. Bentuk kerudungnya saja tak lazim, setembal seprai lebar bermotif kembang-kembang.

Saya berusaha bicara dengan kedua orangtuanya, Bapak dan Ibu Johan. Percakapan berlangsung sangat kaku. Mereka memang menghindari komunikasi dengan siapa pun. Hanya Johan yang menjawab sepatah-dua kata. Sesekali, istrinya bicara kepada Johan dalam bahasa Mandarin. Saat itu, saya bersyukur bahwa saya menguasai bahasa Mandarin.

Saya dengar Bu Johan bertanya ke suaminya, “Ke mana kita harus pulang nanti?”

Saya terhenyak. Keluarga ini rupanya telah kehilangan segala-galanya. Saya langsung berkata, juga dalam bahasa Mandarin, “Kalau sekadar tempat berteduh, saya dapat menawarkannya kepada kalian. Jangan curiga. Niat saya semata-mata menolong. Kita ini ibaratnya masih sesama saudara, sama-sama keturunan Cina.”

Mereka setuju. Dari Graha Medika, saya mengantar mereka ke rumah saya di Kompleks Puspita Loka, Bumi Serpong Damai, Tangerang.

Sembilan hari mereka tinggal di sana. Saya sempat mengantarkan dokter kenalan saya untuk memeriksa Mona. Selama masa itu, empat kali saya berkunjung. Rasa takut mereka sangat dalam. Bahkan saya sendiri, yang sudah mulai mereka percayai, diperlakukan seperti orang asing. Saya tak pernah melihat Mona. Mona yang malang selalu mengunci diri di kamar loteng.

Suatu hari, saya menawarkan mereka ke Australia. Pertimbangannya, saya punya rumah kosong di bilangan The Samson, di Perth. Mereka mau.

Kedutaan Australia sangat membantu ketika tahu Mona dan keluarganya adalah korban kerusuhan Mei. Padahal, saat itu bukan hal mudah memperoleh visa ke sana.

Pada Minggu, 24 Mei 1998, saya mengantar ketiganya ke Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Saya hanya bisa berdoa agar mereka selamat.

Dua bulan berlalu tanpa kabar. Pada awal pekan ketiga Juli, sepucuk surat tiba ke rumah saya di Jakarta Barat. Itulah kontak pertama dari Mona. Keluarga itu ternyata berdiam di daerah Balcata, kawasan South of The River.

Surat itu ditulis di atas selembar kertas kuarto polos, bertanggal 26 Juni 1998. Kemudian, disambung pada 28 dan 30 Juni. “….Encik Fannie yang baik. Kemarin Papa pergi ke Sydney. Papa kerja di sana, jadi tukang koran. Saya sedih sekali. Kenapa ini terjadi pada saya, Cik. Kenapa…?”

Selanjutnya, surat itu dipenuhi tulisan “kenapa” dan sorry dalam huruf besar. Penuh coretan. Pada akhir surat, ia mencantumkan nomor teleponnya.

Seminggu setelah menerima surat, saya berangkat ke Perth. Tiga minggu saya tinggal di kota itu. Sebagian besar waktu saya gunakan untuk mengunjungi Mona dan Bu Johan. Mona ternyata belum melepaskan kerudungnya. Bahkan pada saat makan, ia lebih suka menyembunyikan makanan di dalam kerudung.

Gaya bicaranya juga masih seperti pada awal kami berkenalan, yakni mengeluarkan kala-kata sembari mengatupkan erat bibirnya. Seperti bergumam panjang. Bu Johan pernah mengeluh kepada saya sembari menangis. “Selama sebulan lebih di sini, tak sekali pun ia bicara pada saya,” ujarnya.

Menjelang kepulangan saya ke Indonesia, saya dan Mona terlibat pertengkaran. Sejak dari Jakarta hingga ke Perth, Mona marah-marah dan amat kasar pada ibunya dan saya. Puncak kemarahan saya ialah ketika ia mendorong ibunya sampai jatuh.

Pertengkaran itu ternyata menjadi awal harapan baru. Pada akhir ribut-ribut itu, Mona — entah dengan pertimbangan apa — melepaskan kerudungnya. Lalu ia potong rambut pada keesokan harinya. Juga minta ganti nama. “Agar sial ini tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Minggu, 16 Agustus, saya membaca iklan di The Sunday Times. Sepasang suami-istri berusia lanjut, Nick dan Mary Ann, mencari anak angkat gadis Asia. Saya langsung teringat Mona. Ketika iklan itu saya tunjukkan padanya, ia mengangguk setuju. Saya menelpon Nick dan membuat janji pertemuan untuk “keponakan” saya.

Rabu, 19 Agustus, saya mengantar Mona menemui orangtua angkatnya. Perjalanan ke luar Perth itu makan waktu tiga jam. Kami mengobrol sekadarnya. Saya sudah bertekad tak akan menanyakan apa pun kepadanya. Saya hanya berharap ia kelak dapat menentukan kedamaian di rumahnya yang baru. Saya juga tak pernah berpikir Mona akan membuka mulut tentang peristiwa itu.

Tapi ketika kami berhenti makan di sebuah pantai, Mona mulai bertutur. Suaranya dingin dan datar. Tanpa air mata. Bahkan tanpa tanda pergulatan emosi di wajahnya yang seputih susu. Cerita itulah yang membuka seluruh tabir rahasia perilaku Mona.

Ia diperkosa — di antara kerusuhan 13-14 Mei — oleh lima laki-laki. Empat memegang kakinya. Laki-laki kelima menempelkan leher dan kepala Mona ke ujung tempat tidur. Lalu ia memaksa memasukkan alat kelaminnya ke dalam mulut Mona — sembari keempat pria itu bergantian memerkosanya di ujung sebelah. Bayangan itulah yang membuat ia tak kuasa membuka bibirnya sekian lama.

Dan kerudung itu? Mona rupanya diperkosa di atas tempat tidur beralaskan seprai kembang-kembang. Selama kejadian itu ia berusaha mati-matian menyelamatkan diri dengan menggulung tubuh dengan seprai itu. Tapi, Mona gagal….

>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Apakah peristiwa yang sampean masih ingat pada Mei 1998?

Tagged: , , , , , ,

§ 186 Responses to Mei Pecas Ndahe

  • edratna berkata:

    Speechless…:((
    Situasi Jakarta saat itu seram sekali..kantorku di semanggi….

  • Audi berkata:

    Disamping rumah saya ada toko bangunan. Ketika kerusuhan dulu, toko bangunan tersebut hampir dijarah. Pemiliknya sampai mengungsi kerumah saya lewat halaman. Banyak darah yang berceceran dilantai. Untungnya waktu itu aparat cepat bertindak dengan melepas tembakan peringatan.

    Jadi tentu saja saya masih ingat betul Mei 1998.

  • Jacobian berkata:

    wow sangat menarik ceritanya.tapi aq bingung kenapa banyak perempuan keturunan cina yg diperkosa ya pada kerusuhan mei 1998?apa wanita keturunan cina lebih cantik dari pribumi atau ada alasan lain? hehe…

  • Mochamad Amaludin berkata:

    Biadab, saya kehabisan kata2, sedih, marah. Mesti diungkapkan, disebarkan dan menjadi pelajaran bagi semuanya. Semoga victim bisa menjadi survivor, dimudahkan ujiannya dan dikuatkan dirinya.

  • Mei 98 waktu itu cukup bikin saya ketar-ketir.. meskipun saya tinggal jauh dari Jakarta — yaitu di Tasikmalaya, tapi kerusuhan yang bernada rasis cukup membuat deg2an.. secara, 2 taun sebelumnya (Desember 1996) juga ada kerusuhan yang bernada rasisme di Tasikmalaya..

  • warm berkata:

    @jacobian : komen sampeyan sungguh tidak lucu, bung !

  • waterbomm berkata:

    gak tau harus komen apa. 😐

  • sipipiet berkata:

    kekerasan & pemerkosaan memang terjadi krn itu adalah salah satu cara untuk “membunuh” moral bangsa dan khususnya kaum keturunan tionghoa.. makasih ndoro krn sdh mengingatkan bhw #mei98 bukan untuk dilupakan..

  • luqluqman berkata:

    Begitu banyak cerita dari yang di jarah sampai yang dihina dina… sampai-sampai seolah itu hanya fiksi yang menggerus rasa empati..

    mudah2an pesan ndoro menjadi pengingat kita semua, bahwa kita hidup di negara yang masih mudah khilaf dan enggan meminta maaf.

  • ika rinayu berkata:

    Sedih sedih. Saya terluka membaca ini :'((

  • Eko Deto berkata:

    Mengapa bisa terjadi seperti itu? Bukan hanya kita dan pelaku yang mesti merenung di bulan ini. Para sodara kita warga keturunan cina itupun layak merenung. “Adakah sesuatu yang saya lakukan, yang membuat sodara pribumi bisa berbuat sekeji itu kepada kita?”

    • Ronsen berkata:

      apapun yg mereka (tionghoa) lakukan terhadap orang pribumi bukan berarti mereka “layak” diperkosa.

    • Waraney berkata:

      Eko,

      Buat saya logika “saudara keturunan Cina harus bercermin kenapa itu terjadi pada mereka” sama seperti mengatakan, “salah sendiri perempuan (Cina) cantik, makanya diperkosa orang.” Saya harap bukan itu yang anda maksudkan. Terima kasih.

    • Anne berkata:

      mas Eko, komentar Anda terlalu dangkal
      setiap manusia tidak ada yang sempurna, tapi bukan berarti dia/mereka berhak dan layak menerima perlakuan kejam dan tidak manusiawi. No one deserves this kind of cruelty
      Pernyataan Anda tidak simpatik dan melukai nilai kemanusiaan

    • nita berkata:

      Saya menangkap hal yang sama dengan Waraney, ditambah sentuhan ketidaksukaan terhadap saudara keturunan Cina. Semoga saya salah. Dan saya rasa, kalau memang demikian pandangan Anda, tidak sepantasnya Anda memakai kata “Saudara”. Terkesan hipokrit.

    • luqluqman berkata:

      kemungkinan besar pertanyaan seperti ini muncul karena kecemburuan sosial… tapi dalam konteks perkosaan apapun bentuknya tetap biadab dan nggak sedikitpun dapat dibenarkan

    • restlessangel berkata:

      satu lagi orang yg tdk bisa melihat dg jernih…

    • Anggriyani berkata:

      ibarat peribahasa : “buruk rupa, cermin dibelah”. berbuat bejat korbannya yg disalahin

    • Asti berkata:

      tanpa di suruh merenenung, orang-orang tentunya kan tetap merenung dan berpikir.
      sebelum membaca comment dari andapun saya merenung, tanpa harus mengalami kejadian tersebut.
      Miris… menyebut saudara untuk semuanya (korban dan pelaku).

    • g o b e r berkata:

      banyak orang goblok sekarang ini. pikir dulu dong kalo mau komentar.

    • sufehmi berkata:

      Mas Eko, komentar Anda bisa dibaca sebagai menyalahkan orang Cina sendiri atas tragedi pemerkosaan yang menimpa mereka.

      Padahal faktanya, yang melakukan kejahatan itu orang (Cina) yang mana, tapi yang menjadi korban adalah orang (Cina) yang lain lagi.
      Itu bukan keadilan.

      Dan pemerkosaan tetap pemerkosaan – tetap adalah kejahatan yang sangat keji. Itu bukan hukuman.
      Tidak ada agama atau hukum manapun di dunia yang mencantumkan pemerkosaan sebagai balasan / hukuman atas kejahatan apapun.

    • Edo berkata:

      To Eko Deto,
      kalau saya tahu anda dimana,
      akan saya gorok anda.

      Hati2x berkomentar.

      Saya bukan tionghoa, tapi saya terhina dengan ucapan anda.

      • cumicumi berkata:

        Makasih mas, walaupun anda bkn Tionghoa, tp sy merasa terharu dgn komen anda walaupun komen anda keras. Anda org baik. Anda bs merasakan penderitaan korban mei 1998. Semoga Indonesia ke dpnnya damai n jgn terulang kembali. Wassalam

  • MURSID berkata:

    @jacobian : apa km membaca tulisan ndoro sebagai cerita dewasa? sangat tidak lucu

  • dien berkata:

    Leher saya tercekat 😦
    Semoga Indonesia bisa lebih baik menghadapi perbedaan di masa depan..

  • IM3TH berkata:

    Pak, saya mohon ijin mengutip beberapa kalimat dari postingan ini, tentunya saya akan menuliskan referensi berupa link bapak. thank

  • kakilangit berkata:

    asu!

    membaca kisah ini mengingatkan kembali jika the terrible beast of all is still human

  • yati berkata:

    @jacobian: komentar sakit jiwa!!! X(

  • masova berkata:

    Binatang..
    Gk tau deh mau nulis apaan.. 😦

  • oelpha berkata:

    nyesek membacanya, ndor..

    dan jadi muntab liat komentarnya jacobian. di mana kemanusiaanmu??

  • arikrist berkata:

    Saya sudah menyaksikan banyak bencana: Gempa Padang, Jogja, Tsunami Aceh, pesawat jatuh dan sebagainya. Tapi kerusuhan Mei adalah sesuatuyang berbeda, karena diciptakan oleh manusia. Ada keyakinan kekacauan itu ada yang merancang, ada tanda tanya besar mengapa pemerintah tidak pernah mengungkap apa pun, juga tidak pernah berupaya menyembuhkan luka dan kerugian yang dialami para korban.

    O ya, Jacobian, kalau kita ketemu di lapangan saat itu dan kamu sama kaconya dengan komentmu sekarang, mungkin aku akan menembak kepalamu.

  • AdrianSyah berkata:

    Betapa menyedihkannya. Yang lebih memiriskan lagi adalah bahwa bangsa ini menambah lagi satu lembaran hitam yang -seperti biasa- tidak hendak diakui, diingat dan dihadapi. Beda sekali dengan bangsa2 lain yang meskipun dengan berat, memutuskan untuk menghadapi dan berlegowo dengan ingatan pahitnya.

    Tidak heran sebagai bangsa kita neurosis begini.

  • muthia berkata:

    Walau pada saat peristiwa itu terjadi di tahun 1998 usia saya masih kecil (12th) untuk benar” memahami apa yg sedang terjadi, namun dengan membaca tulisan ndoro dapat memberi gambaran pada saya betapa brutalnya keadaan d masa itu.
    Semoga kita, mau pribumi, keturunan cina, bule, afro ataupun yg lain tdk lagi membeda”kan perilaku satu sm lain hny karna ras..
    Semoga ada cahaya baru, kerukunan yg benar” dari jiwa setiap masyarakat Indonesia..

  • Kristian berkata:

    Brutal dan biadab mungkin kata-kata yang terlampau halus untuk menggambarkan peristiwa tersebut.

    Artikel lain : di Kompas

  • catur berkata:

    Terima kasih masih dingatkan oleh momen ini. Agar hal yang sama tidak terjadi.

  • ameliawidharatna berkata:

    Parah..moral orang indonesia semakin g bener..apa bedanya sama binatang..padahal perempuan itu makhluk yg paling indah dan gak sepatutnya diperlakukan kyk gtuw..saya merinding2 sendiri bacanya..gak bisa bayangin trauma yg dialami korban..dan kog ya masi ada aj yg anggep itu lucu..g bermoral

  • galeshka berkata:

    dari tweet goenawan mohamad:

    @gm_gm :Mei ’98: Desas-desus ttg perkosaan wanita keturunan Cina disebar dan dilebih-lebihkan: bagian dari teror. Banyak yg termakan siasat itu.

    Ada yang bisa membantu saya memahami apa yang dimaksud oleh beliau? Karena kalau apa yang dimaksud beliau seperti apa yang saya pikir beliau maksudkan, yakni peristiwa pemerkosaan terhadap perempuan beretnis tionghoa adalah cerita yang disebarkan dan dilebih-lebihkan, respon dari saudara Jacobian dan Eko Deto bukanlah suatu hal yang aneh …

    • Alderina berkata:

      Menarik loh tweetnya @gm_gm itu.

      Soal siasat dan teror. Memang sih, di antara orang-orang bermata sipit, putih dan perempuan, hari-hari itu penuh dengan teror. Bahkan tidak hanya yang sipit dan putih, yang tidak sipit dan putihpun merasa was-was pada saat itu. Tidak hanya perempuan, lelaki juga. Ayah-ayah pasti ketakutan anak gadisnya kenapa-napa.

      Mungkin maksudnya om GM, cerita sengaja dibesar-besarkan supaya pada takut lantas kabur ke luar negeri bawa duitnya dan sumber dayanya. Endingnya, Indonesianya makin berantakan dan yang jahat makin senang.

      Menurutku juga, ceritanya tidak dilebih-lebihkan, lah wong memang korbannya ada kok. Tapi yang namanya korban, mengalami peristiwa yang tragis, pasti cara berceritanya tidak seperti kita yang tidak mengalaminya. Penuh isak dan air mata, sehingga ketika yang mendengar kemudian menceritakan ulang maka akan diceritakan dengan penuh luapan emosi pula. Seakan-akan berlebihan.

      Tapi itu berlebihan yang wajar.

  • defegacious berkata:

    saya sedih ketika mengingat kejadian mei,
    sbg perempuan saya juga ikut terluka.
    bagaimna pun tionghoa yang hidup dinegara ini juga pribumi,
    terlepas dari suku, mereka juga tidak seharusnya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti itu,

    prihatin sama jacobian yang berpikiran seperti itu :((

  • heeto berkata:

    @jacobian:
    Komentar anda benar2 tidak manusiawi. Saya menuntut anda utk meminta maaf. Sebenarnya saya marah, dan ingin skali menginjak-injak kepala mu, karena komentar anda. Namun saudara2 d sini akan memaafkan anda bila anda meminta maaf.

    @eko: pemerkosaan adalah tindakan binatang. Kometar anda hanya merupakan pembelaan, dan secara tdk langsung seolah-olah menyatakan bahwa “pemerkosaan itu adalah hal wajar, krn salah warga tionghoa sendiri”. Bagaimana pun juga, pemerkosaan adalah tindakan kemanusiaan yg sangat keji. Lebih baik berputih tulang dr pd berputih mata. Pemerkosaan adalah pembunuhan terhadap martabat kemanusiaan.

    @all: tidakan pemerkosaan adalah tindakan paling biadab.

    Namun seperti kata bapak pendiri bangsa Indonesia, presiden Sukarno, ia mengatakan JAS MERAH. “Jangan sekali2 melupakan sejarah.”

    Saya juga menghimbau bahwa hari ini dijadikan hari berkabung nasional, agar kita bisa belajar utk tdk mengulangi kembali kesalahan di masa lalu.

    Semoga Indonesia dapat menjadi Bhineka Tunggal Ika.

  • Usamah alFathir berkata:

    hmm.. speechless.. smg tdk terjadi diskriminasi ras lagi

  • Anggriyani berkata:

    ngilu sendiri baca ceritanya.

  • Jacobian berkata:

    wah lebih dari setengah komen disini membahas komentar aq.aq ga ngelucu kok cuma penggunaan kata “hehe…” itu adalah kebiasaan aq ajah,aq suka mengakhiri suatu percakapan baik itu di sms,ym ataupun komen dgn hehe…supaya ga kelihatan serius n santai.lgpula aq ga bisa edit tuh hehe… karna ini di wordpress comment nya.

    tapi yg menarik adalah jika emang banyak orang yg marah maka itu berarti apa yg aq tulis di komentar aq sebelumnya adalah hal yg benar dan semua orang disini berusaha utk tidak mengakuinya dan oleh karna itu aq ga akan pernah meminta maaf atas komentar ku itu.

    @azwin : walaupun blog aink sampah setidaknya aq punya blog daripada maneh yg ga ada.

    • ve berkata:

      @jacob: wah..kaco bgt ni org, dituturi tapi malah nuturi..org yg ky gini emang tidaklah bermartabat..inget kmu di dunia hanya lah sementara so…jagalah mulutmu dan hatimu!!

    • Waraney berkata:

      Jacobian:

      Jadi kalau komentarmu mengundang amarah orang, berarti sudah pasti apa yang kamu bilang itu pasti benar? Logikamu memang ajaib. Saya harap ini (lagi-lagi) hanya upaya bercanda yang tidak pada tempatnya.

      Sah-sah aja kalau kamu mau bela pendapat sendiri. Tapi cara bela dirimu yang nggak cerdas itu sudah menunjukkan kualitas pikiranmu, dan (tentu saja) logika ajaibmu.

      Terima kasih.

    • Asti berkata:

      setuju with Waraney

    • Maaf, saya bukan ahli bahasa, Mas Jacobian. Kalau Anda menganggap penggunaan kata “hehe…” itu adalah sebagai sebuah kebiasaan, khusus dalam konteks kalimat di dalam paragraf komentar Anda tersebut, saya rasa kurang tepat penggunaannya. Saya menangkap, mungkin para pembaca lainnya, menginterpretasikan kalau Anda sedang mengejek.

      Jika tak ada kata “hehe” di situ maknanya akan lain. Anda seperti bertanya mengapa sebabnya peristiwa pemerkosaan terhadap wanita etnis Tionghoa itu terjadi.

    • hahn berkata:

      gila, lagi-lagi komentar dari orang bodoh…
      dan sayangnya orang bodoh ga mau mengakui bahwa dirinya bodoh..

    • g o b e r berkata:

      sarap ini orang.

    • sufehmi berkata:

      Komentar Jacobian ini namanya “sexist”, melecehkan perempuan.
      Kalaupun faktanya korban tersebut cantik, tetap saja dia menertawakan kemalangan yang menimpa makhluk yang berbeda kelamin dari dia tsb.

      Dan perempuan ini dari ras yang berbeda, maka bisa juga dilihat sebagai pendapat yang “racist”

      Kedua-duanya adalah tindakan yang bodoh, dan sangat tidak layak dilakukan oleh yang mengaku dirinya beradab.

    • nita berkata:

      🙂

      saya rasa komentar saudara jacobian dengan ID twitter @jacobian64 ini hanya untuk memancing kunjungan ke blognya saja. dan dia berhasil.

      selamat 🙂

    • nita berkata:

      hal yang benar apa? bahwa banyak sudari cina yang cantik? memang. bahwa kami tidak mau mengakuinya? ah saya mah ngaku barusan 🙂

      lalu itu membenarkan pemerkosaan?

      setuju dengan Waraney, saya tidak mengerti jalan pikiran dan pemakaian logika Anda. belajar narik traffic dari mana om?

    • maapkasar berkata:

      kalo sekarang saya ludahi mata ibu anda terus bilang hehe (karena udah biasa) terus semua orang protes berarti saya benar? apa begitu? (duh maap jadi emosi)
      jacob jacob… mbok wajah udah ngeselin tingkah laku jangan ngeselin juga biar imbang…

    • Anggriyani berkata:

      oh jadi anda bukan sedang bercanda? yah sayang sekali. padahal saya berharap anda beneran bercanda, ternyata malah serius. kayaknya otak anda lebih ga beres dari yang saya duga

      yailah punya blog sampah aja bangga. mending ga punya

    • Anggriyani berkata:

      yang menarik adalah smua pernyataan dari anda terlihat sunggu bodoh dan sepertinya otak anda bener-bener kebalik… atau kepelintir mungkin

    • Si Paijah berkata:

      “tapi yg menarik adalah jika emang BANYAK orang yg marah maka itu berarti apa yg aq tulis di komentar aq sebelumnya adalah hal yg BENAR dan semua orang disini berusaha utk tidak mengakuinya dan oleh karna itu aq ga akan pernah meminta maaf atas komentar ku itu.”

      ini baru lucu, BENAR tidak sama dengan BANYAK, coba baca kamus bahasa 1NDONESIA lagi y!

    • Edo berkata:

      logika yang aneh,
      idiot, imbisil atau retarded?

    • Anggriyani berkata:

      Om Jacobian tumbs up-nya cuma 2. ketauan dari siapa : dirinya sendiri dan Om Eko

  • ve berkata:

    hmmm..
    semoga tidak akan terjadi masa-masa serupa(black may’98) terhadap anak-cucu kita kelak, jadikan indonesia sebagai negara yg damai dan tentram.

  • ronggojambul berkata:

    perusuh memang salah tapi pernahkah kita menyalahkan orang yang mengipas ngipasisehingga jadi penyebab kerusuhan dan saya pas lewat jakarta waktu itu

  • chic berkata:

    bahkan apabila hal ini tidak terjadi di Mei 1998 pun, ini sama sekali tidak termaafkan. Jahanam dan kejam. Semoga para pemerkosa itu semua membusuk di neraka 😈

  • Shanty berkata:

    Waktu kejadian Mei, saya tidak bisa pulang ke kos saya di Grogol, padahal kantor saya ada di Tanjung Duren & terpaksa mengungsi di Sunter. Pada 13 Mei malam, kebetulan lampu padam & komplek perumahan tempat saya mengungsi hampir diserbu orang-orang yang kesetanan. Teriakan-teriakan mereka terdengar sampai ke dalam rumah. Saat itu, saya sudah pasrah hal-hal yang terburuk terjadi dengan saya. Untunglah tentara datang dan mereka bisa diusir. Oya, saya perempuan keturunan Tionghoa.

    Semoga Mona bisa mendapatkan kebahagiaan di keluarganya yang baru.

  • sawung berkata:

    apa kabar para pria berbadan tegak, berambut cepak dan berseragam sma?
    apa kabar penumpang truk-truk yg diturunkan di zona rusuh?

  • Multibrand berkata:

    Mas,
    Posting anda mengingatkan bencana kemanusiaan yang pernah menimpa bangsa kita.
    Yang paling menyedihkan adalah sampai saat ini pelakunya masih tanda-tanya besar.
    Sebagai penggemar Tempo sejak jaman Soeharto, saya berharap Tempo bisa membuka
    tabir misteri ini.

  • bayuputra berkata:

    untung dikalimantan aman – aman saja …

  • galeshka berkata:

    sekalian mau tanya, ndoro. apa sih yang diperlukan sehingga kita bisa membuka keseluruhan cerita mengenai apa yang terjadi pada saat itu, siapakah yang harus bertanggung jawab dan bagaimana pertanggungan jawab itu harus diselesaikan.

    dari artikel di majalah tempo online :

    Setiap bangsa perlu berbersih diri. Untuk itu, ia perlu mengakui bahwa dirinya mungkin saja–atau memang–pernah kotor.

  • pranala berkata:

    Buat saudara Jacobian dan Eko Deto:

    saya bisa mengerti orang macam apa anda, bahkan saya bisa memperkirakan situasi anda secara sosial di masyarakat, kisaran usia, keluarga, pekerjaan, penghasilan dll.. dll.. yang menjadi latar belakang anda sampai bisa posting komentar seperti itu.

    saya nggak akan membalas komentar anda yang bisa menyulut pertikaian lebih jauh, cuma bilang ini aja:

    sadarlah.. karena hidup tidak sendirian dan negara tempat kita tinggal ini isi orangnya dan asalnya berbeda2.

    semoga anda berdua mendapat jalan terang dan hidayah

  • TUKANG COLONG berkata:

    yah bisa dibilang mei itu bulan yang wah lah buat negeri kita..:)

  • yudhaph berkata:

    waktu itu seingat saya situasinya menakutkan, buat saya. isteri sedang hamil tua anak pertama, kerja di jl thamrin. sedangkan saya kerja di jl mampang prapatan. buat jemput isteri pulang kerja aja harus menerobos para demonstran yg beringas2.

  • Virgo berkata:

    Om ganteng pasti masuk sorga

  • diptara berkata:

    Begini kalau artikel sudah bahas tentang SARA. Untungnya bloggernya yang nulis adalah blogger gaek jadi tak pernah kepleset menulis seperti Jacobian.

    Bulan Mei 1998 kala itu yang masih saya ingat, saya masih tinggal di Surabaya, Ndoro. Di Surabaya juga ada kerusuhan tapi tak separah Jakarta yang benar-benar kacau balau. Atau separah kota Solo yang ramai dengan bakar-bakarannya.

    • sufehmi berkata:

      Untungnya bloggernya yang nulis adalah blogger gaek jadi tak pernah kepleset menulis seperti Jacobian.

      Jacobian tidak terpeleset. Dia tetap bersiteguh dengan pendapatnya tsb

      Dengan orang-orang seperti ini kita otomatis jadi berpikir, apakah dia tidak pikir,
      kalau bencana tsb menimpa saudari perempuannya? ibunya?istrinya? anaknya?
      Kemudian, apakah dia bisa tetap cengengesan setelah itu?

      Sayang ya kita sudah diberi otak oleh Tuhan, tapi tidak dipakai.

  • g o b e r berkata:

    Negeri jahanam, orang-orang yang terkutuk. Membusuklah, bukan hanya di neraka, tapi di kehidupan ini.

  • Miftahgeek berkata:

    Mudah2an ga terjadi lagi hal demikian..

  • hitamputih berkata:

    Tragedi yang sengaja diciptakan oleh para “penguasa” waktu itu

  • tukangpoto berkata:

    Saya hanya bisa merenung dan mengenang saat kerusuhan tersebut apalagi istri saya sedang hamil anak pertama kami. Semoga kajadian serupa tidak harus terulang. Amin.

  • meulia berkata:

    Skala perkosaan Mei ’98 harus dibaca sebagai upaya sistematis melakukan terror dengan cara penyiksaan seksual. Korban dalam kasus2 lain mengalami penyiksaan brutal menggunakan berbagai alat keras (besi, kayu, botol) selain penis, tangan, dan jari. Buat saya Mei ’98 bukan perkosaan, tapi terror kekerasan seksual. Luka kekerasan ini hampir mustahil sembuh karena merusak sampai ke jiwa, melukai sistem ingatan, sehingga banyak yang kemudian memilih selamat dari sakit dengan cara bunuh diri atau jadi gila.

    Jelas ini pelanggaran HAM superberat yang terencana dengan tingkat kekejian setara dengan genosida.

    Jadi saudara Jacobian, terus terang isi pikiran Anda menjijikan sama seperti para pelaku. Dewasalah!

  • rebiov berkata:

    well aku aku orang Jogja, n kejadian mei 98 hanya liat lewat tv. jadi ga bisa ngerasain secara langsung, tp aku punya kakak sepupu yg tinggal di jakarta yg bercerita tentang bagaimana orang2 mulai kesetanan spt hilang kemanusiaanya. selang sehari setelah kejadian mei, ia mengungsikan keluarganya pulang ke jogja, dan hingga sekarang tak ada niat kembali ke jakarta. trauma? mungkin…anak kakak sepupuku yg masih kecil (mungkin umur 5-6 th) juga jd korbannya…scr tdk langsung sih. dia mngalami kesulitan bersosialisasi hingga saat ini, takut pada suara2 keras atau jika ada orang yg berteriak2. mei 98 memang lembaran htam, semoga kita dapat belajar memanusiakan diri dan orang lain…

  • beny berkata:

    waktu itu saya masih SMA, dan suasana waktu itu memang mencekam meski saya tinggal jauh dari Jakarta yaitu di Klaten. Menjelang kejatuhan Soeharto terjadi kerusuhan di Solo. Guru-guru kuatir kerusuhan merembet sampai kota kecil kami. Maka pada hari itu sekolah dipulangkan pagi…. Suasana waktu itu mencekam, jalanan sepi dan banyak toko ditulisi PRIBUMI ASLI…

  • feranitaazzahra berkata:

    SEMOGA TAK AKAN TERULANG LAGI CUKUP SEKALI KARENA SANGAT MENYAKITKAN . . .

  • romailprincipe berkata:

    That is my birthday..
    tepat habis ebtanas SMP…

  • Dv berkata:

    Menyayat ya…
    Banyak warga Indonesia yang migrasi dan akhirnya berganti kewarganegaraan Australia setelah peristiwa itu (meski ada juga, banyak bahkan, yang ngaku2 sebagai refugee padahal ya ia sebenernya ngga knapa-napa) 🙂

  • aura pelupa berkata:

    MasyaAllah, biadab sekali yang melakukannya! Semoga Mona tabah!

  • martini berkata:

    pelecahan seperti itu tidak terjadi dijakarta saja…………..setiap menyambut tahun baru..Jl.Slamet riyadi solo penuh sesak dngan arak2an sepeda motor………trus apa yang terjadi??? sekelompok orang yang mabuk menyeruak dalam arak2an dan dengan santainya..mencium…memegang2 payudara pembonceng sepeda-motor yang nota bene perempuan….sang pacar atau suami tidak dapat berbuat banyak…dan kejadian ini berulang terus dari tahun ketahun………..

  • onobs berkata:

    semoga kejadian seperti itu tidak terulang kembali…miris….

  • heromorphosis berkata:

    Tertarik untuk berkomentar nih, perkosaan adalah hal yang biadab dan sepantasnya si pelaku diberikan hukuman yang seberat2nya..

    Tapi tolong jangan digeneralisir seolah2 semua pribumi bersalah pada saat itu. Hal ini akan lebih memperuncing perbedaan dlm kebhinekaan kita. Saat itu kondisi memang sulit, jangankan etnis keturunan, wanita pribumi juga takut keluar rumah. Huru-hara memang dapat dipersalahkan atas semua kebiadaban.. Semoga tdk terjadi lagi.

    Saya beranggapan bahwa tidak pantas juga keluar komentar yang bernada menyepelekan dari beberapa blogger diatas. Hal tersebut menambah luka yang kini berangsur telah hampir sembuh.

    • sufehmi berkata:

      Tapi tolong jangan digeneralisir seolah2 semua pribumi bersalah pada saat itu. Hal ini akan lebih memperuncing perbedaan dlm kebhinekaan kita

      Setuju sekali.

      Sejak zaman Orba, kita – pribumi & non-pribumi; selalu diadu domba oleh rezim tsb.
      Meniru strategi Belanda, divide et impera. Dipadukan dengan berbagai taktik lainnya, rezim Orba sukses membuat masyarakat kita selalu lemah dan tidak berdaya.

      Kini taktik-taktik terror & pelemahan masyarakat itu dijalankan kembali oleh sisa-sisa rezim tsb. Sekarang tergantung kita apakah kita akan terkecoh lagi dengan taktik yang sama – ataukah kita akan berusaha belajar dari sejarah kita ?

  • Nugros13 berkata:

    12-15Mei98′:Tragedi & sebuah kesalahan Fatal yg pelakunya Masyarakat & yg di rugikan pun masyarakat, Luapan Emosi akibat tekanan2 u/ pemenuhan kebutuhan Hidup di Kota.

    Perusakan, pembakaran,Penjarahan penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan Terjadi semua saat itu. Yg kalah masyarakat & yg menang adalah “Nafsu manusia”

    Mudah2an kita sepakat u/ sekuat tenaga mencegah hal itu tidak terjadi lagi, baik skala yg Kecil, sama atau bahkan lebih Besar.

  • jendelakatatiti berkata:

    Semoga tak ada lagi kerusuhan di bumi pertiwi. Kita telah sepakat tuk menjadi satu bangsa Indonesia. Apa pun etnisnya, agamanya, waran kulitnya, kita satu Warga Negara Indonesia yang berhak hidup aman di Indonesia.
    Semoga kejadian teramat pahit itu cukup satu kali saja, tak boleh dan tak akan pernah terulang!
    demikian juga berkomentarlah yang sopan, tak enyinggung perasaan orang lain, walau di dunia maya kita juga punya etika. Jadilah blogger yang dapat diandalkan yang membuat Indonesia menjadi lebih baik, bukan blogger sampah yang memicu komentar lain yang jadi tak elok dibaca.
    Terima ksih telah berbagi tentang peristiwa Mei, semoga pemerintah dan masyarakat mengingta kepahitan ini sebagai cermin dan bagi yang saat itu tertimpa musibah semoga menjadi terapi penyembuh ! Salam jendelakatatiti.wordpress.com

  • hopskole berkata:

    Pada saat itu (1998) saya masih baru kelas 1 SLTP, jadi lum tahu dan belum bisa menangkap apa yg sebenarnya terjadi…
    semoga saja hal2 seperti itu tidak akan pernah terulangi lagi…

  • mbakDos berkata:

    saya mungkin nggak tau apa yang dirasain sama Mona, tapi saya tau apa rasanya jadi Fannie. sedih, prihatin, marah, tapi juga putus asa karena ngerasa bantuan yang udah dikasih itu belum ada apa-apanya 😐

  • Azhari Af berkata:

    Sekarang kita semua berharap, Mona jadi kisah terakhir dari kebodohan SARA…

  • Mas Gaptek berkata:

    Mei 1998 adalah lembaran hitam negeri ini, entah mengapa begitu banyak kisah pilu rakyat kita yang justru terjadi akibat skenario busuk yang terencana. Saudara kita di Aceh pun punya lembaran hitam di masa DOM, belum lagi kerusuhan di daerah lain yang meninggalkan luka yang sulit disembuhkan. Terlalu banyak air mata di negeri ini..

  • firmatha berkata:

    Kisah terbelenggunya hak asasi mengakibatkan ’98 sebagai pintu gerbang pelolosan emosi yang kebablasan yang ditaburi paradigma bahwa etnis lain yang menanggung dosa. Kita ini Indonesia
    beragam dari suku bangsa , semoga kejadian tersebut membuat moral-moral Indonesia kembali santun dan dewasa.
    Semoga tak terjadi mona-mona yang lain…..

  • Mbah Jiwo berkata:

    subhanallah, terkutuklah para pelakunya, para perancangnya, para pembiayanya…kedzoliman tetaplah kedzoliman…

  • nurrahman18 berkata:

    ah ikut numpang tenar disini ndoro 😀

  • Kisah2 buram masa lalu, tak pernah menyenangkan untuk dikenang apalagi untuk dialami…tetapi kisah itu tetap penting merawat ingatan kita, minimal agar kisah serupa tak lagi terulang…

  • Filesraid berkata:

    Orang-orang bermoral bejat yang telah melakukan tindakan2 aji mumpung saat kerusuhan Mei, jika ada foto2nya ataupun korban tahu persis pelaku nya, maka selayaknya program PETRUS ala komkamtib di jalan kan…

    Bunuh satu2 pemerkosa dan penjarah, lalu buang di kali ciliwung…

    Kadang, saya juga berkhayal, andaikata suatu ketika di Indonesia ini ada organisasi macam Swordfish di film John Travolta, untuk membantu orang2 lemah dan teraniaya baik, khusus untuk orang barbar dibantai dengan cara barbar juga, biar ada shock therapy…

  • aditric berkata:

    satu kata: “BEJAT!!”
    salam,

  • unggulcenter berkata:

    Sebagai pemuda dari ABG beranjak SMA.. saya bingung kok pada suatu hari, banyak teman2 sepermainan pulang membawa berkardus-kardus barang jarahan.. menceritakan semua sedang menjarah toko, supermarket dan mall.. dan saatnya mengambil “hak”
    Alhamdulillah saya bergeming tidak mau ikut.

    Saya rasa, GM mengatakan dibesar-besarkan adalah sebenarnya si kerusuhannya, bahkan pada saat itu pun dengan media televisi, dan didukung “intelijen?” maka kerusuhan meluas dan merata. Penjarahan jadinya merata di kota-kota besar maupun kecil termasuk kota kecil yang saya tinggali waktu itu. Bukan perkosaannya. Saya rasa perkosaan riil, nyata dan berlangsung didepan hidung kita semua! Sedangkan kerusuhan yang dengan dalih “tionghoa” maka semua toko, supermarket dan mall dijarah. Memaksa banyak toko (yang tetap dijarah juga) memasang tulisan PRIBUMI di mana-mana. Itu yang terjadi di kota saya.

    karena kebetulan saya berada dipinggiran kota, hanya melihat ditelevisi dan menyaksikan beberapa anak muda pulang membawa barnag jarahan… dan logika ABG saya belum memahami kondisi yang terjadi.. 😦 😦

  • indonesia people berkata:

    Yah. Tapi yang butuh kita sadari pelakunya berkewarganegaraan indonesia. Dan kita juga orang indonesia. Lantas, bukankah menghujat pelaku itu adalah menghujat diri sendiri pula?

  • Pitra berkata:

    Posisi saya saat itu di Bandung sedang tugas akhir. Berita di TV benar2 bikin cemas, apalagi kejadiannya gak jauh dari rumah saya. Saat itu belum ada HP. Hampir setiap jam sekali saya lari dari lantai 4 gedung kuliah ke wartel, untuk mengetahui kondisi di rumah. Alhamdulillah saat kerusuhan terjadi, Bapak dan Ibu saya sudah di rumah. Alhamdulillah pula adik perempuan saya yang kuliah di Bogor yang biasanya pulang sore, hari itu pulang jauh lebih cepat, siang hari.

    Saya masih ingat memantau pergerakan kerusuhan dari arah Grogol melebar menuju Taman Anggrek, melebar lagi menuju Tomang (daerah rumah saya). Dari Bandung saya cuma bisa berdoa saja, semoga kerusuhan tidak melebar masuk ke area perumahan. Betapa menyeramkannya saat itu kala saya mendengar kabar Hero Tomang dibakar dan dijarah habis. Yang saya juga khawatirkan adalah rumah teman SMA saya yang berada persis di seberang Hero Tomang dan beretnis Cina. Untunglah kerusuhan tidak sampai ke rumahnya, meski saya yakin ia dan keluarganya pasti stres berat.

    Saat itu benar-benar hari yang kelam dan menyeramkan. Saya dan anak-anak Jakarta lainnya yang saat itu di Bandung cuma bisa saling menenangkan diri satu dengan lainnya karena kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berharap dan berdoa. Sampai sekarang saya masih terus berpikir, apa penyebab kalapnya dan irasionalnya warga Jakarta saat itu secara serentak?

    • sufehmi berkata:

      Sampai sekarang saya masih terus berpikir, apa penyebab kalapnya dan irasionalnya warga Jakarta saat itu secara serentak?

      Saya kira @gm_gm benar – ada penyulut & provokator, sehingga api yang tadinya cuma di dalam sekam, jadi bisa merambat kemana-mana secara serentak.

  • ngupingers berkata:

    saya hanyalah anak sembilan tahun kala itu, tidak mengerti hirup pikuk yg terjadi ki sanak

  • ufi yusuf berkata:

    ingat betul, saya itu saya kelas 3 SMU dan gara-gara kerusuhan mei, saya beberapa lama ndak sanggup lihat tivi, kalo gak marah, pasti nangis..

  • Oom Yahya berkata:

    Walau dalam skala yang beda jauh, namun sedikit banyak saya merasakan juga ketegangan itu.
    Saat itu saya bekerja di toko komputer yang sangat dekat dengan bundaran UGM, lokasi demo besar2an di Jogja. Masuk kantor saja dalam kawalan ketat petugas bersenjata. Apa gak ngeri tuh?
    Sempat jaga malam di kantor juga, takut barang2 dijarah.
    Yang ada hanya pasrah dan berdoa.
    Bhinneka Tunggal Ika masih jauh untuk diwujudkan, karena bangsa ini masih mudah – sangat mudah – dibelah, baik oleh alasan SARA maupun oleh klub sepakbola.

  • Si Paijah berkata:

    sungguh sangat miris membacanya, mengingat kebrutalan silam, bukan masalah ras namun lebih ke moral (ayolah hari gini masih rasis), sesungguhnya kita saudara biar coklat ,putih, item, belok , sipit. Tulisan di atas Semoga menjadi koreksi dan pengingat bagi kita.

  • bertahun – tahun saya nge-blog, baru kali ini ngeliat komentar sebuah postingan udah kayak gabungan thread – thread di forum, ckck

  • arrie berkata:

    sedih sekali saya baca postingan ndorokakung yang ini…mudah-mudahan kejadian ini tidak akan pernah terulang lagi…

  • JUN berkata:

    saia gag gitu tau peristiwa itu, maklum saia masih kelas 3 sd saat itu 🙂

    tapi saat browsing di internet saia juga nemu cerita yang sama, pemerkosaan. Dan sangat disayangkan sekali pelakunya adalah mahasiswa 😦

  • toko barcode berkata:

    Semoga tragedi kemanusiaan itu tidak terulang lagi

  • xdayonicex berkata:

    Saat kerusuhan Mei 1998 terjadi, saya masih duduk di kelas 2 SMP di bilangan Palmerah Jakarta Barat. Tak kurang 200 meter, pasar tradisional dan mall yang berada dalam satu bangunan, jadi sasaran pelaku kerusuhan. Mereka – sepenglihatan saya – datang menggunakan truk dan melakukan provokasi terhadap masyarakat untuk bertindak anarkis (menjarah, membakar, dsb). Tak jelas apa yang mereka buru. Baru kemudian, berselang beberapa jam saat kerusuhan mulai memanas, teriakan bumihanguskan kaum Tionghoalah menjadi target mereka.

    Peristiwa kerusuhan yang terjadi didepan mata, akhirnya menunda kepulangan saya yang kala itu sedang bergegas menuju stasiun keberangkatan. Saya dan teman searah, terdiam. Kebiasaan berkelahi antar pelajar yang saya gemari dulu, tiba-tiba menciutkan empedu. Tak ada yang saya lakukan selain duduk, menonton, dan berdiam dirumah sahabat. Dirumah itu, sekitar pukul 8 malam, masyarakat sekitar dan para tetangga, sibuk menggotong perabotan (almari, springbed, kulkas, gitar, baju-baju, etc) hasil jarahan.

    Tentu, kerusuhan itu tak mungkin bisa terlupakan dari benak rakyat Indonesia. Bakal menjadi cacatan sejarah kelam dalam kemajuan peradaban bangsa di negeri ini. Namun, hingga saya dewasa sekarang ini, belum ada satupun orang yang ditunjuk bertanggung jawab sebagai otak intelektual. Berbeda dengan peristiwa Holocaust oleh Adolf Hitler di Jerman dan Pemboman Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika, dll.

    Coba diulas lagi ndoro, bagaimana keadaan psikologis Mona atau korban-korban lainnya sekarang ini. Biarpun pemerintah tak becus menyeret sang pelaku, kita yang disini, akan selalu mengingatnya.

  • Paams berkata:

    pengen nangis bacanya ndoro, gak kebayang kalo itu terjadi sama saya…atau saudara2 terdekat saya…atau orang2 yang saya cintai….

  • Saiful berkata:

    Sejarah kelam Indonesia yg patut direnungkan: apa maksud Tuhan menakdirkan ini?

  • Alamsyah Achmad berkata:

    terharu banget bacanya ndorokakung…
    kejahatan kemanusiaan seharusnya sudah tidak ada lagi dibumi indonesia yang tercinta ini….
    apakah kita bisa mengambil pelajaran sejarah ini supaya tidak akan terjadi lagi dimasa depan?

  • theresia suganda berkata:

    membaca dua paragraf terakhir sukses membuat saya mual, Ndoro. apalagi membaca komentar-komentar Jacobian dan Eko Deto: you are what you say, dude!

    saya perempuan pribumi Indonesia keturunan Cina. ya, saya pribumi dan saya keturunan Cina. kalau bingung, coba baca kamus: pribumi = penghuni asli; yang berasal dari tempat yang bersangkutan. yang artinya: di tanah air Indonesia ini saya adalah pribumi; yang membedakan hanya bahwa keturunan Cina tidak memiliki pulau asal sendiri – seperti keturunan Jawa atau keturunan Papua – dalam batas wilayah geografi Indonesia.

    namun, terlepas dari identitas kesukuan, saya yakin semua yang ‘mengalami’ Kerusuhan Mei’98 – tua, muda, perempuan, laki-laki, keturunan Cina, bukan keturunan Cina – mengalami ketakutan (setidaknya kekhawatiran) yang sama kala itu.

    saya juga mengenang hari itu dalam blog saya: http://twiras.wordpress.com/2010/05/12/mengenang-mei98/. silahkan mampir 🙂

  • heri berkata:

    Ya Allah, Laknatlah para pembuat kekacauan di Negeri ini…

  • fatahnf berkata:

    kalau memang kejadian mengerikan pemerkosaan tsb itu sebuah aksi yg diprovokasi dan dikonspirasi…sungguh biadab dalang dan otak penggeraknya…harus dicari siapa dibalik semua itu. yg salah harus dihukum, kalaupun skrg mgkn belum ketemu, ingatlah Tuhan Maha Tahu..dan Dia bisa menghukum ketika masih didunia maupun nanti di alam sana. siapa menabur dia akan menuai.

  • Yohan Wibisono berkata:

    Kejam sekali orang2 itu…. pastinya orang seperti mereka udah gak punya otak dan perasaan. sekarang aj masih banyak pemerkosaan di mana2. Terkutuklah kau!!!!

  • hanif berkata:

    Saya sih berharap kerusuhan Mei 98 adalah yang terburuk dalam sejarah kita. Tapi kok sepertinya kekerasan makin banyak terulang lagi ya, dengan skala yang lebih kecil?

  • arieff berkata:

    cukup memprihatinkan situasi saat itu..sudah hampir 12 tahun persoalan tersebut belum tuntas..

  • o2ceekey berkata:

    Mei 1998 memang sangat mencekam,Solo Merah, Jakarta Merah, Surabaya Merah. Tangis dan derita sebenarnya nggak cuma punya saudara yang kebetulan beretnis Tionghoa, kita yang kebetulan ditakdirkan ada dan menyaksikan serta mendengar juga sedih kenapa manusia bisa berprilaku lebih keji dari binatang (yang jelas waktu itu aku ada d lokasi kerusuhan dan terseret dalam gelombang kerusuhan itu) bahkan untuk pulang kerumah aku harus jalan kaki dari Sragen ke Solo. Belum lagi tempat usaha yang terintis (fotocopy waktu itu) dibakar orang. Ak cuma bisa bersyukur masih diberi waktu oleh Allah. Semoga nggak pernah ada lagi Mona – Mona yang laen(saya asli suku Jawa)

  • nining berkata:

    ckckck.. sarap bgt tu org.hmh

  • eka berkata:

    moga gak terulang lagi kasus kyk gini.. gak berprikemanusiaan.

  • raden berkata:

    bingung mo komen apa ….

  • aura kasih berkata:

    Laiya itu
    Berbagi video dan foto aura kasih

  • askep berkata:

    jadi kangen ma pemerintahan soeharto yang tegas dan kejam tapi ampuh

  • corner desk berkata:

    Waktu kuliah punya temen keturuan Chinese gitu, dia ampe sekarang masih trauma gitu ama tragedi Mei 98, moga aja gak terulang lagi deh!

  • Bieb berkata:

    Indonesia bisa terbentuk karena keragaman suku bangsa…kejadian #Mei98 pernah menjadi mimpi buruk qt yg harusnya dihapus dengan meng-eratkan persatuan membangun Negeri ini.
    Makasih atas kisah ini ndor. hiks…

  • just_lidya berkata:

    Sebenarnya tidak mau mengingat lagi kejadian 98 yang lalu. Saya baru saja menghadapi ujian kelulusan SD di kota Palembang. Berhari-hari saya tidak boleh menonton tv, jd saya hanya mendengar berita dari cerita teman-teman saya saja.

    Yang saya ingat, bapak saya menandai bengkel dinamo-nya dengan tulisan “pribumi” besar-besar. Beliau memang asli keturunan Tionghua, tetapi lahir dan besar di Indonesia. Ketakutan ada di keluarga kami, menghantui bapak ibu, dua saudara perempuan saya (terutama), dan adik laki-laki saya. Kami tidak boleh keluar rumah selama kerusuhan beberapa hari dan banyak-banyak berdoa. Kami makan seadanya saja, apa yang tersimpan di kulkas. Perumahan dijaga siang malam, dengan gerbang terkunci dari dalam. Ibu saya sering menangis, berlutut di depan rumah diam-diam, memohon pada Tuhan. Itu saja.

    Semoga tidak terulang, peristiwa yang sangat mencekam itu. Anggota keluarga saya yang mengungsi ke luar negeri juga enggan kembali walaupun keadaaan sekarang sudah aman. Semoga kita semua belajar.

  • leviathan berkata:

    Turut berduka kepada seluruh korban2 tragedi mei 98.
    Berharap klo intel indonesia bisa lebih baik dan bs menguak kasus ini.

    @jacob : wah ntar lu kualat diperkosa gay lho om
    @eko : mas eko klo diperkosa gay juga hati2 disalahin karna mas eko terlalu “ganteng”

  • bowo berkata:

    jadi inget game zuma 🙂

  • […] Mei Pecas Ndahe May 2010163 comments 5 […]

  • karepedhewe berkata:

    12 mei 1998 memang kelam, ayo indonesia hapus “noda” itu jangan makin menambah noda, terutama tuh buat petinggi2 yg “berperut buncit” dan “bermuka mesum” kapan kalian sadar sih??

  • anggia berkata:

    Sedih… Dada sy sesak membaca kisah di atas..

  • zikri berkata:

    hukuman mati terlalu ringan untuk seorang pemerkosa, lebih baik mutilasi saja “alat bukti” yang dia gunakan untuk memperkosa dan biarkan ia tetap hidup untuk menyesali akibat dari perbuatan biadabnya

  • Dee berkata:

    Kala itu saya masih kecil, bahkan saya tidak begitu paham apa yang terjadi. Ternyata, setelah membaca artikel ini, saya baru tau begitu mengerikannya cerita di balik tragedi Mei 1998. so sad 😦

  • Radhitya berkata:

    waktu kerusuhan mei saya masih sd.. tapi saya ingat betul dalam memory kalau itu adalah jaman yang surum serta menakutkan.. tetangga2 juga banyak yang melakukan penjarahan di dept store.. dll.. asap hitam akibat pembakaran juga dimana2 mengepul..

  • andrecht berkata:

    mei 98 adalah saat dimana saya melihat helm, sepatu, tameng, batu, bom asap beterbangan diatas kepala.

    untungnya kerusuhan tidak merembet ke purwokerto.

  • ariel berkata:

    Satu hal yang patut diingat klo peristiwa itu tidak mungkin hanya incidental, kebetulan yang aneh klo kerusuhan itu terjadi di beberapa daerah secara bersamaan.

    kelima orang itu juga korban, korban kebodohan mereka dan akumulasi kekecewaan akibat buruknya sistem pemerataan ekonomi negeri sendiri, bukan berarti membenarkan tetapi ada “pemerkosa” yang sesungguhnya yang pantas untuk di hukum lebih berat dari eksekutor kelas teri-nya

  • shenna berkata:

    saya bukan orang cina dan sama sekali tidak ada keturunan cina,namun saya sgat tdk stuju dgn komenya jacobian itu,saya kira itu tidak lucu dan tidak pantas untuk ditulis,dan dia berani bilang spt itu karena dia tidak mengalaminya sendiri /keluarganya.

  • elga berkata:

    Saya waktu itu masih SD dan sama sekali tidak tahu Jakarta, tapi saya ingat betul bahwa peristiwa itu tidak mengada-ada sebab korbannya sungguh ada. Masih ingat juga orang-orang yang bercerita bagaimana mereka terpaksa menghitamkan wajah dengan arang agar tak dikenali sebagai etnis Tionghoa. Saya diceritakan cara-cara terkeji yang sulit dibayangkan anak perempuan SD dan dilakukan beberapa orang sekaligus pada seorang wanita, anaknya, ibunya, istrinya…
    Semoga satu saat keadilan ditegakkan.

    #karena tak mengalami, kita bisa dengan mudah mengomentari#

  • arief rachman berkata:

    Saya turut prihatin dengan kejadian di bulan mei 1998. Baik sistematis atau tidak. Kekerasan seksual maupun penjarahan. Namun rasanya adalah anugerah kita diciptakan sebagai manusia. Sebab hanya manusia yang bisa menarik kesimpulan dan berusaha memperbaiki ke depannya. Sekarang yang tersisa hanya korban. Korban yang membutuhkan penanganan dan rehabilitasi. Seperti tadi ada anak kecil yang trauma. Ya, adik tadi butuh rehabilitasi meski ia mungkin tidak termasuk korban kekerasan yang secara langsung harus mendapat penanganan trauma psikologis. Kemudian bagaimana memenej perbedaan yang ada di negeri ini. Yang tanpa kita sadari, sebagian anak bangsa masih memelihara benih-benih permusuhan. Seperti misalnya kerusuhan antar suporter. Maaf jika mungkin out of topic. Tapi saya berpikir adalah kita tidak akan maju jika hanya merenungi dan merutuki masalah di belakang. Maaf, bukannya saya tidak berempati. Saya bisa mengerti perasaan siapa pun yang menjadi korban saat itu, baik yang terdampak langsung maupun tidak. Oleh sebab itu, marilah 12 mei kita jadikan tonggak untuk mulai mengevaluasi potensi konflik di negeri ini dan memenej perbedaan-perbedaan yang ada demi masa depan yang lebih baik. Biarlah kita-kita saja yang mengalami tapi ke depan anak cucu kita jangan sampai mengalami hal yang mengerikan tadi. Apakah kita tidak letih bermusuhan dengan sesama anak bangsa?! Perancis, AS, Indonesia pernah mengalami pergolakan dengan sesama anak bangsa. Namun nampaknya hanya negeri saya, negeri anda, negeri kita semua yang belum bisa menarik pelajaran dari pahitnya sejarah berkelahi dengan sesama anak bangsa. Sekian. Jika ada kurang lebihnya mohon maaf. Jika ada kata saya yang salah, jangan segan menyentil saya di @surecaffeinated. Terimakasih. Jayalah Indonesia.

  • nandrito berkata:

    Perkosaan 😦

    setiap saya mendengar kata ini, rasanya sangat sedih dan marah. teringat bagaimana beberapa bulan lalu saya menikah dan mengetahui betapa sakitnya yang di rasakan oleh wanita saat pertama kali melakukan hubungan badan. bahkan oleh orang yang dicintainya hubungan itu bisa terasa menyakitkan, apalagi oleh segerombolan binatang yang memaksakan kehendaknya..

    biadab semua orang2 itu.. 😦
    makasih ndoro untuk kisahnya, saya sampai ingin menangis. semoga tidak ada lagi hal semacam ini di Indonesia.. 😦

  • nilamhamid berkata:

    saya tinggal di Jogja. waktu itu saya masih kelas 6 SD. pada periode itu kota saya juga rusuh luar biasa. yang saya ingat, saya dan keluarga yg tinggal di pinggir jalan protokol dan kebetulan membuka sebuah toko kelontong, tak berani keluar rumah selama berhari2, karena tetangga saya di sepanjang jalan juga merupakan toko kelontong milik warga tionghoa. neon box toko saya sempat dipecah, pintu depan rumah saya juga jadi sasaran amarah orang2 peserta kerusuhan. bagi saya masa itu sangat traumatis dan menakutkan. membayangkannya saat ini pun masih merinding. tapi membaca tulisan ini, benar2 membuat saya mengetahui dimensi kesakitan yang jauh lebih dalam lain dari kerusuhan Mei 98. my deepest condolences and sympathy to Mona and her fam. semoga segala kebaikan tertuju pada mereka.

  • Novelyzius berkata:

    hanya bs tafakur dan membaca Al fatihah.
    smoga ini menjadi pembelajaran buat saya pribadi.
    Menghargai da menghormati.

  • […] Maka, setelah 13 tahun berlalu…ini saat untuk mengingatnya agar pikiran tidak lupa. Bahwa peristiwa kala itu benar-benar ada. Salah satu tulisan yang cukup memadai untuk mengenang mei saya dapatkan dari blogger Ndoro Kakung dengan Mei Pecas Ndahe. […]

  • Hadi kartolodiningrat berkata:

    mei 1998,
    Hidup saya diuji antara ttp pro trhadap pemerintah apa tdak..keadaan itu mmbuat antara nyawa saya dan keluarga sangat trancam.ap bla sya ikut katakan tdak,isi kpala sya akn brurai saat itu,apa bla sya ktakan iya,istri dan ank2 sya akn menjadi krban brsamaan dgn trbkar rumah saya.tp kptusan sya tpat shingga sya bsa ttp hdup brsma keluarga hingga saat ini..semua hal yg trjadi di mei 1988 MEREKA lah yg harus brtanggung jawab.MEREKA yg ingin mmpertahan kan ke dudukan dan juga MEREKA yg ingin melengserkan ke dudukan saat itu.MEREKA semua terkait 1 sama lain.dan saya,anda,dan kita yg bdoh dan selalu jd alat kbdohan MEREKA yg djadikan korban dgn TAWA MEREKA..ini msh trjadi hingga saat ini..

  • Hadi kartolodiningrat berkata:

    mau nya spt itu..
    tp ingat,bukan hal yg gmpang utk mminta prtanggung jwban kpd mreka,krn mrekalah yg brkuasa saat ini.semakin kta mengingat masa2 itu,semakin lebar snyum dan lantang tawa mereka krn akan tringat itu awal dari kesuksesan mereka utk brkuasa diera reformasi..

  • mei98 berkata:

    sejujurnya tragedi mei bukan lah satu2nya peristiwa dimana keturunan tionghoa dijarah, perkosa atau di bunuh tanpa ada orang yang dihukum.

    waktu malari saya masih terlalu muda utk mengetahu detail, tapi yang pasti tragedi tanjung priok juga seperti mei98; cuma dalam skala lebih kecil. dan jangan lupa tahun 65 banyak juga keturunan tionghoa yg dibunuh hanya karena rasnya.

    saya pernah dengar cerita seorang paman yg waktu itu berjualan di glodok. tentara berbaret merah datang dan membunuh siapa saja yg kelihatan cina. dia sendiri dibacok dari belakang namun selamat karena pura2 mati. waktu itu dia berusia 15 tahun dan hanyalah seorang pedagang kaki lima.

    selama tragedi2 berdarah itu tidak diselesaikan dengan baik, maka masih ada kemungkinan akan terulang, sebab pelaku tidak pernah dihukum.

    dan yg lebih sedih lagi, kita bersama2 harus menanggung karma yang diakibatkan.

  • […] yang gue ceritain di atas, bisa dibaca lengkapnya di sini. Sebuah artikel yang membahas perkosaan dengan pilihan kata yang sangat santun -karena terkait […]

  • People berkata:

    Para Oknum-oknum terkait yang memang sengaja ingin menggulingkan orde baru.yang ada hanya membiarkan massa menjarah,membakar,membunuh sesama.tidak ada perintah yang jelas dari komandonya.dan mengapa ada tindak pidana seperti itu tidak ada penanganan aparat dari kesatuan mana saja yang tidak membela bahkan menembak langsung pelaku aksi dari massa tersebut.dan hanya menembak ke udara.jika waktu itu ada soeharto di Indonesia Tembak ya Tembak.! jadi bukan hanya para orang keturunan tionghoa yang terkena imbasnya.masih banyak korban yang hilang.
    jadi siapa dalangnya?
    orang partai? kubu TNI? Kepolisian? Atau perwakilan tertentu?
    sudah jelas ini adalah KUDETA terencana.
    menurut pikiran adalah mereka bersatu untuk kudeta menggulingkan Soeharto dari jaman orde baru selama 32 tahun memimpin,yang hanya tunduk kepada aturan orde baru.tetapi perubahan membawa malapetaka dalam negeri sendiri.

  • Eci berkata:

    Kira2 monster2 pemerkosa itu skr hidupya spt apa ya?krn sy percaya dgn kaffarah,keburukan akan dtg pada org yg melakukan hal buruk

  • Larryinpus berkata:

    hydra магазин – hydra, ссылка на магазин гидра

Tinggalkan Balasan ke Levinson Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Mei Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta