Kafe Pecas Ndahe
April 22, 2015 § 67 Komentar
Instagram bagaikan ruang pamer raksasa. Para pemilik akun ramai-ramai mengunggah aneka foto, termasuk foto makanan dan interior kafe. Peluang pemasaran baru?
Saya mendapatkan pemahaman itu setelah membaca tulisan di blog Truly Jogja. Dalam tulisan itu digambarkan bahwa ritual konsumen, khususnya anak muda, saat jajan di sebuah tempat makan telah berubah.
“Mau pakai stroberi gak?”
“Aku gak doyan stroberi, tapi bagus kalo difoto.
Yaudah pakai deh, nanti buat kamu ya?”
Begitulah cuplikan percakapan sepasang anak muda di sebuah kedai es campur, seperti dikutip oleh penulis, Nurlina Maharani, untuk menggambarkan perubahan ritual di rumah makan.
“Percakapan di kedai es campur ini terdengar di telinga saya, tidak doyan tapi tetep beli hanya karena bagus difoto? Mungkin maksudnya difoto untuk diunggah ke instagram,” tulis Nurlina.
Sampean mungkin juga tak asing dengan percakapan seperti itu, dan berpikir seperti Nurlina. Fenomena Instagram, Facebook, juga Pinterest, telah merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Saking dalamnya pengaruh itu sampai-sampai mengubah perilaku banyak orang ketika jajan di kedai makan dan minum.
Dulu orang langsung menyantap makanan yang dipesan. Sekarang mereka membiarkan lebih dulu makanan tersaji itu di atas meja, lalu mencari sudut yang pas untuk memotret. Baru setelah itu disantap. Foto-foto makanan itu kemudian dibagikan melalui akun-akun media sosial, utamanya Facebook dan Instagram.
Kegandrungan memotret makanan sebelum menyantapnya itu bahkan memunculkan anekdot, dulu orang berdoa sebelum makan. Sekarang orang memotret sebelum makan. Berdoanya entah kapan.
Fenomena seperti itu, disadari atau tidak, membuat para pemilik tempat makan seperti mendapatkan peluang. Seperti yang ditulis Nurlina, “Berbagai tempat jajanan berlomba menjual makanan minuman dengan tampilan unik dan cantik, serta tempat yang nyaman dan bagus untuk difoto untuk memancing para penyuka ‘social media purpose photography’ ini. ‘Instagramable’-lah istilah anak jaman sekarang.”
Nurlina mengambil contoh sebuah kafe di kawasan Jalan Pangeran Mangkubumi, Yogyakarta, yang merancang interiornya dengan berbagai ornamen gaya Inggris, lengkap dan lukisan beruang di dinding yang dimaksudkan sebagai salah satu spot foto menarik bagi konsumen.
Menurut saya, itu kiat cerdas. Pemilik resto menunggang pasang naik gelombang media sosial dan hobi fotografi di kalangan anak muda dengan menjadikan kemasan sajian yang unik dan interior yang menarik sebagai trik agar orang tertarik datang dan berfoto.
Bukankah kita kerap tergoda datang dan ingin memotret makanan yang disajikan dengan cara berbeda di sebuah kafe setelah melihat foto-foto yang dibagikan teman-teman di Facebook dan Instagram?
Kita mungkin tak benar-benar ingin mencoba sebuah tempat makan semata karena cita rasanya. Tapi kita ingin ke sana hanya karena mau memotret makanan atau minumannya, lalu membagikannya ke media sosial. Kita cuma ingin eksis, karena pernah ke tempat-tempat yang sedang ngetop di kalangan para hipster.
Ini tentang engagement dan generasi Y — dua hal yang sedang jadi fokus para pemasar masa kini. Menurut mereka, kunci sukses pemasaran produk dan jasa adalah engage dengan anak muda. Jika sebuah produk atau jasa membuat anak muda cool dan relevan, kemungkinan besar akan sukses.
Saya tak paham benar ihwal pemasaran. Tapi dari cerita Nurlina di atas, teori itu menurut saya masuk akal. Bagaimana menurut sampean?
>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah sampean suka memotret makanan sebelum menyantapnya?
Demi kekinian dan posting makanan baru yang belum pernah disantap, sebelum dimakan difoto dulu. 🙂
eksistensi itu penting buat Gen Y, ndor 😛
Saya adalah tipe orang yang kadang ‘tertipu’ penampilan makanan/minuman. Mungkin karena saya termakan promosi para empunya tempat makan didunia maya, jadilah saya bertandang ke rumah makan tersebut. Sayang, penampilan belum tentu sesuai rasa.
Sebagai salah satu Gen Y dan tentunya sering hang out bersama teman-teman sejawat (eaa), mungkin bisa dikatakan saya juga setuju dengan teori tersebut. Rencana awal mau makan, apalah dikata mereka yang smartphone user (saya bukan :p) terlalu sibuk memotret makanan yang datang. Mood untuk menikmati makanan sembari mengobrol bersama malah lenyap, karena biasanya mereka terlalu sibuk berkutat dengan ponsel masing-masing.
Cuma bisa bilang, “Mbleh.”
eLeMeN adalah metode menambah tinggi badan yang sangat efektif, berproses dari luar dan dalam tubuh manusia. Dari luar dengan menggunakan Alat Terapi eLeMeN dilanjutkan dengan Senam Kaki dan dari dalam melalui Susu Bubuk eLeMeN dan pola hidup yang baik dan teratur.
Seperti yang sudah saya duga semenjak kemunculan instagram, anak muda jaman sekarang cenderung menyukai fotografi. Mulai dari food photography hingga foto-foto travelling.
Dan saya yang bisa termasuk ke dalam generasi-Y, sangat mengikuti sekali trend-trend, termasuk difoto dulu sebelum dimakan. Tapi saya pribadi nggak hanya melihat dari instagram-able-nya si makanan itu, tapi dari rasa dan kenyamanan tempatnya. Hehehe..
Satu lagi yang akan jadi tren menurut perkiraan saya adalah, travelling atau backpacking.
Salam..
sama satu lagi di share di Path ndoro 😀
Setuju!
hahahahahaha
salam kenal saudara sedulur
saya kira pendokumentasian adalah hal yang sangat baik untuk mendokumentasikan semua momen, cuma bedanya dulu di foto langsung di cetak terus di simpen di album berpelastik yang liat dateng kerumah ajh,
sekarang albumnya di instagram, path, Fb, media sosial lainnya dan yang liat semua orang yang bisa terakses ke internet serta akun-akun itu tersendiri.
apa ajh yang maudiabadikan momennya?itu bebas, nah dari deskripsi pembebasan itulah yang akan terjadi dengan pendokumentasian di media sosial
Artikel tersebut sejalan dengan yang ditulis oleh Pak Rhenald Kasali di Jawa Pos dengan judul “Selfie, Juga Narsis.”
Sepakat, makanan dibeli itu akan habis kalo dimakan, kalo difoto awet Ndoro.
Hahaha… Kalau dimakan, walau habis tapi kan jadi kenyang dan enak di mulut. Tapi kalau difoto? Kan gak kenyang. Cuman jadi ada kenang-kenangan aja. Tapi kenang-kenangan gambarnya, bukan rasanya. Rasanya diinget-inget sendiri ya…
suka donx apa lagi makanan yang belum pernah di santap pasti di abadikan ndoro
Melalui foto yang di share lewat media sosial tidak hanya menambah popularitas pemilik akun, namun juga objek yang difoto (dalam hal ini makanan). Teknik pemasaran yang baik, seolah ada review yang bercerita dari sebuah foto yang diabadikan di Instagram.
Salam sukses Ndoro
kecanggihan teknologi membawa perubahan yang besar, namun di sadari atau tidak perubahan itu tidak semuanya berbau positif, namun ada juga yang negatif. semoga bangsa indonesia memahami hal itu.
Whoa, terimakasih banyak Ndoro sudah featured artikel saya. Senang bisa berbagi informasi dan cerita. 🙂
Sekali lagi, terimakasih.
thanks ndoro blog nya bermanfaat sekali
eh.. masuk akal juga tuh.. kalo kena ke anak muda.. produk bakal sukses..
namanya juga anak muda, yang ga pantas kalo anak tua. hehehe
keren ndoro artikelnya
Menarik dan seharusnya sudah disadari oleh setiap pemilik kafe … 🙂
bermanfaat sekali artikelnya
kalo menghadapi fenomena jaman sekarang, saya sangat setuju bahwa itu sebuah trik pemasaran yg sangat efektif di samping trik2 yg lain..
kalau dulu sebelum makan berdo dulu, sekarang sebelum makan difoto dulu
Kafe kafe seperti ini memang targetnya ke anak muda yah, sulit kalau ke orang tua. seleranya beda..
Anyway di lingkungan perumahan saya juga ada tempat nongkrong yang selalu ramai dengan anak muda kalau sabtu malam dan minggu pagi.
soalnya ada acara Happy Weekend 😀
menarik sekali ndoro artikelnya
kalau pas lagi bokek, bisa datang di cafe, ngikutin pramusaji mengantar pesanan makanan, lantas minta ijin ke tamu yg memesan untuk mengambil foto pesananya…
masukkan Instagram degan caption, “Lagi di café X, makanan yg yummy”.
hihi
#monggomoro di kedai @monggomoro #Depok #Indonesia ndoro .. kedai mungil cuilik, ngalap barokah belrlimpah ridho-NYA aamiin ya rabbal’alamiin.
twitter @monggomoro
IG : monggomoro
Saya masih muda tapi gak doyan foto makanan, Ndoro. Apakah ini artinya saya sedang tersesat dalam golongan usia dan zaman yang tak sesuai?
Haha…
Saya sering ketipu ama indahnya foto makanan yang terlihat menggiurkan.
Giliran dibeli, eh ternyata rasanya tidak seindah tampilannya.
Pinter – pinternya chef deh buat plating makanan biar keliatan ok.
Bukankah dalam memilih makanan “dari mata turun ke mulut?”
Kalau rasanya kurang OK. Ya jangan diulangi lagi 😀
hihihihi bener banget ndor, kalo belum di foto tuh makanan gak boleh di pegang smpai dapet hasil foto yg keren =D
keren tulisanya dan bermanfaat sekali
keren kunjungan ke kafenya ndoro
Terimakasih atas infonya gan
sungguh sangat menarik dan bermanfaat
salam kenal..
http://www.agenjualproperti.com
haha. itulah yg terjadi tanpa disadari. perkembangan teknologi snagat mepengaruhi berbagai lini kehidupan.
kafe yang keren ndoro
menarik artikelnya dan menambah wawasan
wow generesai Y lol
menarik cerita kafenya ndoro
sy juga suka foto2 n kadang2 bikin reviewnya di blog.
saya makan rumput, ndoro.
instagram trade center. udah ga perlu ke mall lagi untuk liat-liat barang bagus
fotonya keren juga ndoro
hmm, sebenarnya untuk mendapatkan foto makanan yg bagus kita tidak perlu menyiksa diri dengan memesan menu yg bukan kesukaan kita atau bahkan hanya untuk foto saja lalu di diamkan sampai adem lalu udah ngga di makan. sebagai generasi penerus bangsa ayo jangan jadi generasi penghambur-hambur dan pemamer saja.
btw, rumah kalian udah ramah lingkungan belum nih? gimana cara bikin rumah kita biar jadi rumah yg ramah lingkungan sih? http://citragrandcity.com/ciptakan-rumah-ramah-lingkungan/
Booming media social akan terus meledak sampai tingkat jenuh, ndoro kakung.
Banyak juga yang hanya ikut-ikutan dan akhirnya bosan, berhenti dan kembali sibuk dengan diri sendiri.
Namanya juga generasi gen y, ndor. Gak asik kalo gak eksis.
Tulisannya bagus, ndoro
Salam
bagus tuh.. http://obatkelenjargetahbeningdileher.com/cara-pengobatan-hipertensi-tradisional/
bacaan yang menarik.. http://caramengobatikistaginjal.rizalherbal.com/cara-menyembuhkan-sipilis/
really interesting
senang bisa berkunjung ke sini
nice post 🙂
menarik 🙂
bagus-bagus
bacaan yang seru
bagus- seru, menarik
semangat lagi…
hihihihihi..
keren…
ndoro,,kemana aj..?
menarik nih ceritanya mas ndoro
hehe.. uapik2 tulisane ndoro.. salam kenal
berusaha untuk eksis …
Ini masalah selera. Antara selera makan dengan selera main instgram, kalo bisa menemukan intersection keduanya, antara makan dan instagram bisa bikin kenyang dan heppy..
hal itu gag cuma di gaya hidup ndoro. di dunia permantenan juga demikian. emang jamanya keninian
Menarik artikelnya, bicara soal buka usaha kafe, yang prospeknya bagus sepertinya di perumahan citra maja raya banten tuh, kedepannya akan besar seperti citra raya. ruko dan rumah disana juga masih murah.
menarik gan artikelnya 🙂 terus semangat yah 🙂
kebutuhan untuk diakui (di lingkungan socmed), mulai merambat jadi primer ndoro…hihi
minyak bulus murni
artikelnya menarik terimakasih udah di share ndoro