Ubud Pecas Ndahe
November 21, 2011 § 104 Komentar
“Kenyataan bahwa aku sudah pergi jangan sampai membuatmu terlempar dalam pusaran hidup yang paradoksal. Karena aku pernah benar-benar punya harapan bakal hidup selamanya di sampingmu. Harapan itu masih tersimpan sangat rapi di sudut hatiku. Sekian.”
Pesan itu tiba-tiba menyelinap ke dalam BlackBerryku. Dari siapa lagi kalau bukan dia. Perempuan yang pelukan hangatnya mampu melumerkan seluruh salju di kutub utara.
Aku kaget. Tak kusangka mendapat kiriman mendadak dan mengagetkan seperti ini.
Aku segera membalasnya. Tanpa pikir panjang.
“Pernah? Apakah sekarang sudah padam?” Send!
Incoming message: “Harapan itu masih tersimpan sangat rapi di sudut hatiku.”
“Aku khawatir baranya makin lama makin kecil, dan akhirnya padam.” Send!
Incoming messange: “Ingat rumah di Ubud yang pernah aku ceritakan kepadamu? Dengan ayunan di taman depan? Dan kamu bilang dengan entengnya, ‘Tanya saja harganya berapa, nanti buat rumah kita di masa tua?'”
“Iya aku ingat. Sudah kau beli?” Send!
Incoming message: “Belum dong, memangnya kita sudah tua?”
“Tapi aku makin menua.” Send!
Incoming message: “Sudah siap hidup bersamaku?”
“Sudah siap beli rumah itu?” Send!
Kamu tertawa. Aku ngakak. Kita terbahak-bahak. Berdua. « Read the rest of this entry »
SMS Pecas Ndahe
Desember 9, 2009 § 67 Komentar
Jakarta, pada sebuah pagi yang mendung. Langit kelabu. Jalanan seperti pasar. Kendaraan merayap seperti bekicot. Klakson memekik nyaring.
Seorang pengemudi sedan sport perak metalik memainkan telepon genggamnya. Jari-jarinya lincah memencet tombol-tombol. Dikirimkannya sebuah pesan pendek ke satu nomor.
I miss you
Sent to +62856916XXXXX
Balasan masuk beberapa detik kemudian. Pengemudi itu membacanya cepat.
Kok sama ya?
Sent to +62838936XXXXX
Mungkin karena kita memakai hape sama, Nokia, connecting people.
Sent to +62856916XXXXX
Wah, Anda salah. Aku pemakai Sony-Ericsson.
Sent to +62838936XXXXX
Pengemudi itu tersenyum. Wajahnya bersinar-sinar. Di jalan, kendaraan nyaris parkir, tak bergerak di simpang yang selalu padat setiap pagi itu. Jari-jarinya kembali bergerak lincah. « Read the rest of this entry »
Selingkuh Pecas Ndahe
Februari 14, 2009 § 107 Komentar
Apakah arti cinta dan keluarga yang bahagia? Benarkah keluarga yang berselimut cinta pun tak luput dari kisah perselingkuhan?
Paklik Isnogud hanya cengar-cengir ketika saya menanyakan perihal itu. Tanpa membuka mulutnya, dia malah berdiri, lalu membuka lemari di belakang meja kerjanya. Wah, ada apa nih, saya membatin.
Saya lihat Paklik mengambil sebuah tape recorder kecil, kemudian meletakkannya di depan saya.
“Dengarkan, Mas,” katanya.
“Oh, apa ini, Paklik?”
“Rekaman pembicaraan seorang konsultan perkawinan dengan seorang suami yang sedang digugat cerai oleh istrinya. Saya mendapatkannya dari seorang teman. Sampean ndak perlu tahu siapa nama konsultan dan pasiennya,” jawab Paklik seraya menekan tombol “play”.
Wah … pasti asyik nih, saya membatin.
Kami lalu duduk dengan tenang. Saya mengunci mulut rapat-rapat karena penasaran dan ingin segera mendengarkan isi rekaman itu. Mendengar perbincangan orang lain memang selalu menggoda perhatian saya. « Read the rest of this entry »