Angels Pecas Ndahe
Oktober 11, 2008 § 37 Komentar
Baiklah kekasih, aku akan bercerita tentang seorang pengarung malam-malam yang sunyi di kota di mana para bidadari jatuh. Tapi ini bukan dongeng tentang Venesia yang ditulis John Berendt dalam City of Falling Angels. Ini kisah tentang lelaki yang digigit sepi setelah rembulan dipinang malam.
Orang-orang menuturkan dongeng tentang lelaki itu setiap kali musim panas yang lengas tiba. Mereka membicarakannya sambil menatap pucuk-pucuk cemara di lereng bukit gersang.
Seseorang mengisahkan, setelah sayap-sayap cinta dan kebahagiaannya yang terakhir lenyap dari laci hatinya, lelaki itu berkelana ke delapan penjuru angin. Ia menggelandang bersama bintang-bintang setelah matahari tergelincir di barat. Langkahnya berat — seperti senapati kalah perang. Parasnya lesi. Matanya udara kering musim gugur.
Seorang pengelana yang bertemu dengannya bertanya, “Mengapa kau menggelandang, Tuan? Apa yang kaucari?”
Lelaki itu tersenyum. Tapi tak menjawab pertanyaan itu. Ia malah bercerita tentang seorang perempuan dengan senyum sehangat matahari pagi. Perempuan itu baru sekali dijumpainya pada batas antara malam dan pagi. Dinihari. Sejak itu, dia menghilang entah ke mana. Mungkin dia terbang bersama para bidadari bersayap retak.
Untuk mengenang perempuan itu, setiap malam dia memejamkan mata. Ia ingin membingkai wajah teduh perempuan itu lalu memasangnya di dinding ingatan.
“Tapi kau tak pernah menangis kan, Tuan?” pengelana itu bertanya.
“Aku memang tak menangis, tapi hatiku berdarah.”
Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya itu, mereka berpisah. Sang pengelana berjalan ke barat. Lelaki itu ke timur. Sesekali ia bersenandung … sebuah lagu yang nglangut. What Are You Doing The Rest of Your Life.
What are you doing the rest of your life
North and south and east and west of your life
I have only one request of your life
That you spend it all with meAll the seasons and the time of your days
All the nicles and dimes of your days
Let reasons and the rhymes of your days
All begin and end with me …
Seperti lagu itu, lelaki itu tak berharap banyak. Ia cuma ingin ditemani … menghabiskan pagi, juga siang.
Adakah perempuan itu mendengarnya? Adakah dia peduli? Lelaki itu tak pernah tahu. Ia terus berjalan ke timur. Hanya satu yang tersisa di saku bajunya: harapan.
Maka, di tepi dinihari, lelaki itu pun menyeret langkahnya yang kian getir menyusuri lorong-lorong sunyi. Sebatang Marlboro Light yang terselip di bibirnya tak kunjung disulut meski tetes terakhir gelas bir murahan yang ditenggaknya telah lesap di tenggorokan sejak bermenit-menit lalu.
Lamat-lamat lelaki itu masih mendengar Laura Jane bernyanyi dengan suaranya yang sengau, ” … summer time in the city, and the moon so bright … and the winter so far away…”
>> Selamat hari Sabtu, Ki Sanak. Apakah sampean sudah punya rencana ke mana akan menghabiskan malam panjang?
Beri peringkat:
Terkait
Tagged: cerpen, cinta, liris, metafora, prosa, romansa
gagal bertemu angel Tikakebandelan di secret recipes -SC..
dan lebih baik pulang..menunggui rupiah yang jauh melenggang!
waduh waduh..
untung hati saya ga sampe ikutan berdarah ndoro.. π
(sambil berharap ada seseorang yang mau menemani untuk bermalam panjang malam ini) hehehe
pasti itu Zang Yimou , – sutradara cina – setelah ditinggal Gong Li kawin sama konglomerat Singapura…
Quotenya ” Lelaki tidak menangis, tapi hatinya berdarah “
menghabiskan pagi dg PLURK! yey!
tuh khan romantis lagi….
udah deh ndoro, jadi lemes nih….
3/4 lagi..
hehehehe…
angel difahami…
kekeke
malam panjang untuk blogwalking sembari cari inspirasi
ke bandung, untuk segera kembali pulang ke rimba kalimantan… huhu
ke kantor, bos. lemburan, maklum matchday π
Bertemu seseorang… nyonya tercinta.
ke Bandung Ndoro…….., menghabiskan malam Minggu di sana….. π
Angel tenan nDoro. Piye tho…
… menatap pucuk-pucuk cemara di lereng bukit gersang ……
rada angel ki ….
Salam
Tahu tidak Ndor? sayalah perempuan itu π
bidadarinya jatuh telentang atau telungkup, ndor?? enakan kalo telentang keknya π
Kemarin Jumat ketemu John Berendt, cerita-cerita soal jurnalisme sastrawi. Tapi aku merasa kebanyakan sastrawinya ketimbang jurnalismenya π
ga kemana2, di kantor aja.
adakah cerita versi perempuan-nya? ayo dong, Ndoro… π¦ >>> butuh curhat, halah :p
dirumah aja..nulis komen di blog ndoro..hehehe..daripada gak ada kerjaan..ya gak ndoro??hehe
abis saiah juga kesepian nih ndoro..hehehe..cariin jodoh dunk…wakaka..
Tidak ada sepi yang terlibas kecuali di dalam rumah. Home sweet home, mereka bilang. Maka akhir minggu lebih baik dihabiskan untuk menenggak santai didalam nyamannya ranjang.
Wahh benar-benar cinta tak pandang waktu, dan kesempatan…baru ketemu sekali udah berdarah darah ya ndoro….
wah , cinta mang dasyat ya pak
wah…bahagia banget bisa jadi bagian orang yang mengomentari tulisan ini..jujur..saya terpukau dengan keindahan kata kata yang ndoro rangkai..salam kenal ya..mohon kunjungi blog saya..saya baru belajar ndoro..
bidadari bersayap retak itu apanya rama-rama bersayap retak? π
perempuan itu tahu dan peduli…
fufufu… blup
perempuan itu tahu dan peduli…
yakinlah apa yg dikatakan blup blup
fufufu…
nonton bola ndoro. mariii
kasihan sekali si pengelana itu.. ;))
Menghabiskan malam panjang di kemacetan yang panjang di kota yang malang, Jancukarta π
Malam panjang? teteeeep gawe ditemani oleh desiran ombak dan view kapal nelayan.
**some text missing**ASSALAMUALAIKUM WR WB**some text missing**MISI PERMISI ORANG BARU MW NUMPANG LEWAT**some text missing**SALAM KENAL YA PAK**some text missing**BTW KISAHNYA SO SWEET BANGET**some text missing**HEHEHEHE**some text missing**
Perempuan itu tak mendengar, tapi sanubarinya melebihi pendengaran…
… Inilah yang aku kagumi dari ndorokakung …
*Gas terus ndoro*
kmaren saya gagal ke bandung, karena tubuh saya tak mendukung ndoro.
walhasil istirahat di kostan sambil berharap ga ktmu ama bidadari bersayap retak
waduh-waduh…. bagus banget…
“Lelaki tidak menangis, tetapi hatinya berdarah.” Kalimat yang nggak asing.. Baca di mana ya..??
tenang ndor..harapan itu masih ada..bahkan kan tetap ada