Drop-out Pecas Ndahe

Februari 6, 2009 § 47 Komentar

sekolahSeperti apakah wajah anak-anak Indonesia masa kini? Di sela-sela pendar-pendar gemerlap lampu-lampu neon pusat perbelanjaan, mal, dan deretan town square, di bawah gedung-gedung perkantoran dan apartemen jangkung yang menjilat langit, ada lebih dari 155 ribu anak yang berkeliaran di jalan. Sekitar 2,1 juta anak menjadi pekerja di bawah umur. Mereka drop-out dari sekolah dan menjadi sasaran empuk perdagangan anak.

Di Jakarta saja, data Dinas Pendidikan DKI Jakarta tahun 2008 menunjukkan jumlah anak drop out di tingkat SMA mencapai 1.253 orang. Jumlah anak putus sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan 3.188 orang. Di tingkat sekolah dasar, ada 571 pelajar yang putus sekolah. Di tingkat SMP, ada 1.947 pelajar.

Di Padang, Sumatera Barat, 7.682 siswa, mulai dari SD sampai SLTA, putus sekolah pada tahun ajaran 2007/2008. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat menyatakan penyebab utama anak putus sekolah adalah buruknya situasi ekonomi.

Di Boyolali, Jawa Tengah, lebih dari tiga ribu siswa juga putus sekolah karena pelbagai sebab.

Di Nangroe Aceh Darussalam, data terbaru memperlihatkan jumlah anak putus sekolah di Kabupaten Aceh Utara, mencapai 33.765 orang di berbagai tingkatan lanjutan. Rinciannya, Sekolah Dasar 1.342 orang, Sekolah Menengah Pertama 16.705 orang, dan Sekolah Menegah Atas sedikitnya 15.718 orang.

Di seluruh Indonesia, menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak, jumlah anak putus sekolah pada 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa. Jumlah itu kemungkinan besar terus bertambah mengingat situasi ekonomi yang terus memburuk.

Kebanyakan pelajar terpaksa putus sekolah memang karena masalah ekonomi. Mereka kekurangan biaya, dan harus membantu orang tuanya mencari uang, menjadi pemulung, peminta-minta, dan sebagainya.

Pemerintah lalu membuat beberapa program untuk anak-anak drop out itu agar tetap bisa melanjutkan sekolah, seperti program beasiswa, bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan operasional pendidikan (BOP), hingga pendidikan gratis untuk anak jalanan.

Program serupa juga mengalir dari sektor swasta. Beberapa perusahaan besar, misalnya Samsung, telah berpartisipasi dengan cara masing-masing untuk membantu anak-anak putus sekolah.

Tahun lalu, Samsung menyediakan dana untuk program sosial Samsung Hope. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, program itu lebih difokuskan pada masalah pendidikan anak-anak.

Pada 2008, Samsung mengucurkan dana US$ 90 ribu untuk tiga yayasan sosial di Indonesia, masing-masing US$ 10 ribu. Tiga yayasan penerima sumbangan itu adalah Dilts Foundation pimpinan Wahyu Dilts, Nenoeducare yang dipimpin Neno Warisman, dan Kandank Jurank Doang pimpinan Dik Doang.

Dari situs resminya terbaca penjelasan:

Samsung Hope dibuat untuk lebih dari meningkatkan kesadaran sosial -– dengan memberikan arti bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga menjadi lebih dekat di hati. Fokus utama program ini adalah memberi pembekalan kepada generasi masa depan.

Melalui Samsung Hope, Samsung ingin meningkatkan kesadaran sosial masyarakat dan mengajak masyarakat untuk aktif memberikan kontribusi terhadap hal yang mereka yakini. Program ini juga akan mengajak anak-anak kurang mampu untuk membayangkan masa depan mereka juga menyadarkan potensi besar yang mereka miliki dan mewujudkannya secara nyata.

Ikhtiar mencerdaskan bangsa dan menyelamatkan kaum tak punya dari keterbelakangan merupakan tugas dan kewajiban negara yang dibantu oleh masyarakat. Setiap bantuan, sekecil apa pun, akan sangat bermanfaat merias wajah pendidikan anak-anak Indonesia.

Sampean juga dapat ikut berpartisipasi dalam pelbagai program sosial seperti yang digelar Samsung dengan cara ikut menggemakan suara kepedulian sampean secara daring. Sampeanlah yang menentukan yayasan yang dianggap memiliki program kepedulian anak bangsa paling menarik dan bermanfaat bagi masa depan anak Indonesia. Di tangan sampean pulalah, cerah buramnya paras anak-anak Indonesia ditentukan.

:: Gambar poster pinjam dari FormatNews.

>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean sudah membantu memoles potret anak-anak sekolah kita yang buram?

Tagged: , , , , , , , ,

§ 47 Responses to Drop-out Pecas Ndahe

  • rama berkata:

    semoga terdengar sampai ke atas ndoro

  • dadan berkata:

    semoga bisa menginspirasi banyak pihak untuk ikut berpartisipasi, ndoro ..

  • Epat berkata:

    kaget liyat data-data itu, bukankah hampir semua pemilihan gubernur sekarang ini semua menjanjikan sekolah gratis di tiap provinsinya?

  • Budiono Darsono berkata:

    terdengar oleh pejabat yang di atas? gak yakin. mereka sudah budek sejak dulu.

  • Anang berkata:

    tiap ada jadwal ngajar. saya memoles mereka ndor. wakakaka..

  • budiernanto berkata:

    data buat referensi nih kalo lagi diskusi, hehe..

  • zen berkata:

    aku yo drop out je, om. kepriwe kie? hihihihi….

  • hedi berkata:

    andai aku orang kaya

  • masbgayo berkata:

    Janji-janji kampanye kemarin2 itu, dan yang akan datang, tinggallah sekedar janji tanpa bukti. Padahal kata Rendra “Perjuangan adalah Pelaksanaan kata”. Ayo bangkit- Lawan kemiskinan dan kebodohan itu!!

  • senafal berkata:

    mari berpegangan tangan..

  • silly berkata:

    dana pendidikan untuk anak2 dengar2 hanya 0.01 persen dibanding dana yang dihabiskan untuk pemilu yahhhh… gilingannnnn 🙂

    padahal anak2 adalah masa depan bangsa ini… 🙂

    ndorooooo… miss you… *digaplok*

  • mesinkasir berkata:

    kalau saja dana2 kampanye multi partai di sederhanakan, kalau saja tiap2 caleg tidak menghambur hamburkan dananya, kalau saja uang pajak bisa didistribusikan dengan baik dan tidak nyangkut ke kanan kiri, kalau saja dana2 pemerintahan tidak di selewengkan, alokasikan lah untuk mereka, untuk mengentaskan bukan hanya kemiskinannya namun mental miskin bangsa ini yang lebih senang jadi peminta dari pada pemberi.

  • omoshiroi berkata:

    mereka layaknya tanaman yang akan dipanen di masa depan..
    jika bibit seperti ini yg ditanam, akan seperti apakah hasil panen yg akan kita dapatkan?

    Permsalahannya adalh sistem yg ada telah membuat pendidikan tdk dpt diakses oleh semua anak..dan tampaknya jika hanya bergantung pada pemerintah, semuanya tidak akan berubah..jadi benar ndoro, ini merupakan PR kita bersama..

  • zenteguh berkata:

    anggaran pendidikan 20% trnya blum menolong…payah..

  • Daus berkata:

    Iklan melulu 😛

    Tapi saya dukung deh 😉 Demi kemajuan bangsa tercinta, Indonesia Raya.

  • suryaden berkata:

    11,7 juta… cas ndahe temenan ro… ora sithik kui…

  • lekdjie berkata:

    Menanti program “Pecas Ndahe Hope”…

    *mlayu!*

  • abu salam berkata:

    kapan ya ndoro pendidikan dapat dinikmati seluruh anak bangsa tanpa kecuali…

  • Abdee berkata:

    imagenya bukan dari poster ndoro, tapi dari cover buku keluaran resist.

  • kita berkata:

    Hemm,,ini masalah lama yang belum terpecahkan juga cara penyelesaiannya..

    salut sama semua orang maupun instansi yang udah mau membantu anak-anak yang putus sekolah ini…

    *saat ini saya bantu dengan doa saja ya..*hehehe

  • tonosa berkata:

    hhhmm..
    semoga pemerintah punya tindakan yang lebih baik..

  • aCist berkata:

    Semoga pemerintah ada yang membacanya..

    dan ada gerakan anti kemiskinan

  • arsyad berkata:

    ketangguhan suatu bangsa ditentukan dari kualitas generasi mudanya. Data data yang Ndoro ungkap itu merupakan alamat buruk kalau bangsa ini siap-siap jadi bangsa pengemis dan rendah diri di masa datang
    salam

  • budimeeong berkata:

    Udah ndoro… 😆

  • hafid nur rohman berkata:

    waduh masih ada jiwa yang peduli ma pendidikan di negara kita yang semakin memprihatinkan di sisilain seperti tingginya biaya pendidikan, kekerasan yang dilakukan oknum terdidik. pantas kamu menyebut diri mu ndoro kakung yang mempunyai arti Tuan yang dimulyakan. semoga ini terdengar sampai ke hati orang-orang yang masih peduli ama pendidikan :d

  • yulius berkata:

    semoga bapak soekarwo membaca tulisan ini

  • looking for berkata:

    harusnya para konglomerat yg dulunya putus sekolah membuka konseling-konseling atau tempat pelatihan dan penampungan utk membimbing serta membentuk mental anak2 tsb supaya ke depannya mereka bisa menjadi sukses.
    jgn cuman fokus pada memperkaya diri sendiri , …

  • nenyok berkata:

    Salam
    ah kapitalisme pendidikan!! wajahmu sungguh mengerikan seperti setan 😀

  • infi berkata:

    yah..undang-udang dasarnya sudah benar tapi implementasinya gak ada..kasihan anak-anak ini, mau di bawa ke mana bangsa ini kalo calon pemimpinnya gak diberi kesempatan untuk belajar

  • infi berkata:

    kita sudah keghilangan 11,7 juta calon pemimpin

  • monang berkata:

    yach..yang dipikirin cuman kampanye, giliran kampanye anak-anak dilibatkan..giliran mikirin sekolah mereka, gak ada yang mau

  • dobelden berkata:

    gak usah ada pemilu aja gimna? biarkan dpr dan presiden tetep.. tuh dana pemilu buat biaya sekolah aja

  • DV berkata:

    Mereka yang “hilang” itu toh pada akhirnya kembali jadi “politikus” dan soal ijazah ya tinggal beli tho, Ndoro 🙂

    Ngga perlu dipoles lagi 🙂

  • Wahyu Hidayat berkata:

    baca postingan ndoro…semangat untuk “itu” ada lagi….
    *hiikkss*

  • semoga pada ditepati.amin

  • agitdd99 berkata:

    Ndoro, bagaimana dengan anak-anak orang kaya yang kalo sekolah mereka itu sering bolos, kerjaannya main saja dan malas belajar…apa tidak ditukarkan posisinya dengan mereka yang beruntung itu ya…

  • jaka berkata:

    Mereka yg putus sekolah itu ladang yg baik buat jadi aktivis demo dan bom bunuh diri.

  • yusdi berkata:

    dari sisi pendidiknya pun masih kurang sadar akan ini…masih menuntut materi

  • ansella berkata:

    “menyadarkan potensi besar yang mereka miliki dan mewujudkannya secara nyata.”

    Saya setuju selain pengetahuan, semangat mereka juga harus tetap dipupuk supaya tidak cepat menyerah dan berpasrah pada keadaan yang buruk.

    Saya sendiri masih belum puwas sekolah akung ^^

  • borsalino berkata:

    @yusdi

    jangan bilang mereka kurang sadar … !
    ini bukan soal tuntut menuntut soal materi …
    bila anda merasa bahwa sang pendidik terlalu banyak menuntut … mari .. mari tanggung kebutuha hidup keluarga mereka …
    tak perlu muluk-muluk, ini list buat anda. perhatikan baik-baik. apakah list tersebut terlalu berlebihan …
    1. makan 3 kali sehari
    2. transportasi
    3. susu buat anak mereka
    4. tagihan listrik, air, telepon, internet, pbb, siskamling, iuran lainnya
    5. biaya pemeliharaan rumah
    6. biaya pengembangan keilmuan buat sang pendidik
    7. pakaian dan pernak pernik serta perlengkapannya

    dah .. itu saja …

    bila anda mampu menutupi biaya kebutuhan hidup minimal sang pendidik yang menunjang proses belajar mengajar supaya tercipta dengan baik … silahkan !!!

  • borsalino berkata:

    @yusdi

    dan saya telah menghitung …
    kebutuhan hidup seorang pendidik dibutuhkan minimal 5jt sebulan …

    bila mereka hanya mendapatkan 500rb sebulan …
    apa yg anda harapkan dari seorang pendidik seperti itu ?
    maaf … ini bukan melecehkan pendapatan seorang guru.

    bisa jadi ada yg punya penghasilan seperti itu. namun perhatikan pemasukan sampingan seperti bantuan dari keluarganya, donasi dari pihak lain, usaha sampingan atau hal lainnya. di sini … yg saya bicarakan adalah cost yg mau tidak mau harus dikeluarkan sang pendidik bila dihitung dengan nilai mata uang.

  • borsalino berkata:

    hargailah pendidik anda …
    karena dari mereka anda mendapat ilmu
    ilmu itu akan bermanfaat dan berguna bila anda pandai berterima kasih kepada orang yang mendidik anda … !

    kepada tukang parkir saja anda tak berani TIDAK BAYAR meski tak diberi karcis … ! namun kepada orang yang mendidik anda supaya pintar, maka anda mulai berhitung !!!

  • roniocta berkata:

    waduh … gawat dunia pendidikan kita.

  • wahyu berkata:

    ndoro aku ngak ngerti kok katanya ada BOS kok sekolah tetep aja mahal ya, padahal kan udah dimodalin ama pemerintah, trus gaji guru udah pada melonjak tinggi banget.
    ndoro, bikin aja sekolah murah biar anakku disekolahkan di sekolah ndoro aja deh

  • Mbah Jiwo berkata:

    Ndoro …. nyuwun sewu nggih …

    Gus Dus iku waktu kuliah di Mesir juga pernah drop out. Jare Cak Nun kebanyakan nonton biskup… dudu aku lho sing ngomong …

    Anak2 kita, bayi2 yang dibuang, janin2 yang dibunuh, anak2 yang jadi pelacur …. itu warna masa depan Endonesa.

    Kita sebagai lingkungannya, orang tuanya, pergaulannya, adalah catnya, ‘polesan’-e (mengutip) …

    Ditarik sampek pemilu, pakde Kumis, pilpres ?? Hmmm ……..

    SBY …… idhek-idhek-en ndasku ….!!!

    Begitu kurang lebih Cak NUn mengambarkan kita yang masih hidup di era modern tapi masih berbudaya kolonial.

    Mumpung jadi bupati, ngangkangi pribumi, menjilat sepatu kompeni. Wong pribumi masih iklas di-idhek-idhek.

  • wong ndeso berkata:

    bener ndoro,… semoga semakin baik kedepannya… 🙂

Tinggalkan Balasan ke agitdd99 Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Drop-out Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta