Putusan Pecas Ndahe

Mei 6, 2009 § 56 Komentar

Blog dan Bloger memiliki peran yang sama dengan pers, yaitu sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.

Begitulah salah satu catatan penting Mahkamah Konstitusi dalam putusan atas gugatan Edy Cahyono, Nenda Inasa Fadhilah, Amrie Hakim, PBHI, AJI, dan LBH Pers atas pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Permohonan pengujian pasal tersebut didasarkan pada kekhawatiran bahwa ayat tersebut dapat mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat, khususnya di Internet.

Kabar itu saya dapat dari siaran pers yang dikeluarkan pada 5 Mei 2009 oleh Tim Advokasi untuk Kemerdekaan Berekspresi di Indonesia. Siaran pers berisi pernyataan sikap Tim yang kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan para pemohon.

Mahkamah Konstitusi memang menolak permohonan para penggugat itu. Tapi dalam putusannya itu, Mahkamah memberi catatan penjelasan mengenai kedudukan Pasal 27 ayat (3) yaitu:

  • Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan, artinya harus ada pengaduan dari orang yang merasa tercemar nama baiknya, delik ini tidak bisa langsung beroperasi tanpa ada pengaduan terlebih dahulu
  • Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus dikonstruksikan sama dengan Pasal 310 dan 311 KUHP, artinya hanya pelaku utama yang bisa dikenakan Pasal 27 ayat (3) dan bukan orang yang hanya sekedar memberikan tautan ataupun menyebarluaskan informasi, dalam hal ini pelaku penyertaan tidak bisa dikenakan
  • Pasal 27 ayat (3) Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat digunakan oleh Badan hukum/Institusi yang tercemar nama baiknya, artinya hanya orang sajalah yang berhak untuk melakukan pengaduan menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE
  • Blog dan Bloger diakui memiliki peran yang sama dengan pers yaitu berperan sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum
  • Sepanjang konteksnya masih dalam ranah publik, tidak mengganggu privasi seseorang, maka komunitas-komunitas dunia siber akan tetap memiliki kemerdekaan untuk melakukan kontrol sosial

Dari catatan penjelasan itu kita bisa garis bawahi bahwa blog atau blogger tak bisa digugat hanya karena memberikan tautan atau ikut menyebarkan informasi yang mengandung muatan yang dianggap mencemarkan nama baik.

Blog dan blogger pun dianggap memiliki posisi dan peran yang setara dengan pers dan jurnalis.

Buat saya, ini kemajuan besar. Setidaknya Mahkamah Konsitusi mengetahui, menghargai, dan memahami eksistensi blog dan blogger di Indonesia. Bandingkan dengan eksistensi blog dan blogger di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, atau Myanmar yang ditekan pemerintahnya. Kita layak menghargai keputusan Mahkamah ini.

Kita juga tak perlu terlalu khawatir akan dituduh mencemarkan nama baik seseorang asal tahu kiatnya. Tahu kan, maksud saya?

Meski demikian, posisi dan peran blog/blogger yang setara dengan pers/jurnalis tentu membawa risiko dan konsekuensi sendiri. Blog dan blogger, misalnya, perlu mempertimbangkan etika dan nilai-nilai tertentu seperti halnya pers memiliki etika dan kaidah jurnalistik.

Siapkah sampean menerima amanah, konsekuensi, dan tantangan itu?

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah sampean sudah semakin siap menghadapi kehidupan ranah blog yang kian berliku?

Tagged: , , , , ,

§ 56 Responses to Putusan Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Putusan Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: