Vonis Pecas Ndahe
Desember 29, 2009 § 57 Komentar
Hari ini, sejarah ditulis di Pengadilan Negeri Tangerang. Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas murni kepada Prita Mulyasari yang didakwa mencemarkan nama baik dokter dan Rumah Sakit Internasional Omni.
Dan pengunjung pun meneriakkan, “Allahu Akbar!”
Siang tadi, saya ikut menjadi saksi ketika sebuah sejarah peradilan kita ditulis dengan tinta emas. Bersama pengunjung sidang lainnya, saya melewatkan detik demi detik, menunggu majelis hakim yang bergantian membacakan putusan.
Kalau saya tak salah ingat, inilah untuk pertama kalinya hakim memutus perkara pidana dengan dakwaan yang memakai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektonik. Dan, untungnya, putusan itu membebaskan terdakwa secara murni. Artinya, Prita tak terbukti mencemarkan nama baik siapa pun dan melanggar pasal-pasal yang dikenakan kepadanya.
Pada titik itu, saya tiba-tiba seperti tersadar bahwa nasib Prita benar-benar di tangan hakim. Mereka para profesional yang melumpuhkan kemampuan kita. Mereka adalah kelompok orang yang diperlukan di zaman seperti sekarang. Mengapa?
Hakim diperlukan karena hidup kian rumit. Karena kita tidak berada di zaman Nabi Sulaiman. Begitulah tulis Goenawan Mohamad dalam salah satu Catatan Pinggir.
Di masa Nabi Sulaiman, seperti dikisahkan dalam Catatan Pinggir itu, seorang ibu datang menghadap. Ia ingin mempersoalkan hilangnya bayi yang dilahirkannya. Ia menggugat bahwa seorang wanita lain, yang anaknya mati, telah mengambil bayi itu dari sampingnya, lalu menukarnya dengan mayat.
Di zaman Nabi Sulaiman, penyelesaian kasus itu mudah. Raja itu hanya memutuskan, “Begini …. ,” dan penyelesaian dianggap jelas.
Tak ada naik banding. Tak ada advokat. Tak ada uang sogok. Proses di balairung itu ditetapkan dengan kearifan seorang besar, yang diakui, dan mendapat legitimasi.
Masalahnya, sekarang tak ada Nabi lagi. Dan manusia semakin terlihat daifnya. Manusia memiliki prasangka-prasangkanya yang picik. Kita merasakan sendiri kelemahan pikiran dan hati manusia. Kita melihat manusia terapung-apung dalam masalah-masalah yang makin kompleks. Megap-megap. Manusia lalu memerlukan pegangan, sesuatu yang bisa dianut, sekaligus bila perlu ditelaah kembali, atau diubah dan diperbaharui.
Maka, datanglah yang namanya perundang-undangan. Undang-undang mengatur, jika suatu hari anak bayimu diambil orang, dan kamu tak bisa merebutnya kembali, kamu pun harus mengikuti prosedur hukum — satu atau seratus prosedur.
Kita berteriak, “mana keadilan?” tapi kita mungkin tak tahu undang-undang apa yang akan mengurusi kita. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik? Undang-Undang Perkawinan? Kitab Hukum Dagang? Keppres? Perda? Hukum adat? Peraturan Menteri?
Kita mungkin malah belum pernah melihat (apalagi membaca) Lembaran Negara. Para legislator, yang menurut teori telah kita pilih, praktis bekerja tanpa kita.
Kita hidup di zaman ketika profesi melumpuhkan kemampuan: “The Age of Disabling Profession”. Inilah suatu masa yang aneh: bila kita sakit, seorang dari profesi kedokteran akan datang untuk mengatakan bahwa kita punya “problem” dan ia punya “pemecahan”.
Pada suatu hari yang lain, bila uang kita dikemplang rekanan, kita pun harus menyerahkan perihal tersebut sebagai kasus dan seorang dari profesi hukum akan bilang dia akan bisa mengurus. Kelak kita mengenalnya sebagai, selain advokat dan pengacara, markus alias makelar kasus, calo, dan seterusnya.
Orang-orang awam seperti kita jadi pasrah. Para ahli adalah yang bisa. Para pakar. Ouch!
Dan tentu saja, karena mereka adalah jenis yang langka, harganya pun tinggi. Dan berkuasa, makin berkuasa sekali.
>> Selamat hari Selasa, Ki Sanak. Bagaimana komentar sampean terhadap vonis bebas yang diterima Prita Mulyasari?
Semoga peradilan di Indonesia bisa berubah ke arah yang lebih baik.
Eh saya dapet pertamax ya, kok masih sepi 😀
#tipsfototelenji
konsernya sukses -_-
Jika tidak mendapat tekanan sosial bertubi-tubi, apakah sang hakim juga akan memutus bebas? *berprasangka
bisa dibayangkan bagaimana kondisi hukum n peradilan kita di jaman sekarang, tp lebih tidak bisa dibayangkan jika hukum dan peradilan itu tidak ada di jaman sekarang
Melegakan pak. 🙂
Alhamdulillah … seperti yang selalu kita yakini, Allah SWT tidak akan memberikan ujian maupun cobaan melebihi kemampuan kita, dan ada suatu saat dimana keadilan akan terbukti tanpa bisa dihindari lagi, oleh siapapun.
Happy Ending seperti yang kita harapkan, Ndoro. Mudah-mudahan putusan ini memang demi sebuah keadilan. Bukan karena akibat ketakutan karena akan ditimpuki koin.
Alhamdulillah, akhirnya berakhir dengan baik..
akhirnya…
Terkadang orang-orang pintar (ahli) ini suka “minteri” (=berbuat licik) terhadap orang-orang awam seperti kita…
Nah, yang bisa dilakukan kita-kita ini ya menggali informasi sebanyak-banyaknya dan lebih “melek” terhadap hal-hal di sekitar kita.
hari ini+permasalahan+kenyataan+romantisme=UANG!!!
M E R D E K A . . .! ! !
maaf nDoro kalo agak kasar…
kadang kasar itu perlu,
seperti kasus Prita yang butuh dikasari dulu sama rakyat semesta baru keadilan jadi terang nyata dan sedikit bersembunyi…
salam…
alhamdulillah, akhirnya keadilan menyuarakan kebenarannya, semoga ini menjadi awal yang baik untuk dunia peradilan kita…
bacaan yang berat -_-‘
akhirnya pengadilan memutuskan membebaskan dari dakwaan, sebuah keputusan yang benar dan bisa menjadi dasar hukum dalam menangani kasus lainnya yang mungkin akan muncul karena penerapan UU ITE seperti yang terjadi dalam kasus ibu Prita. semoga aja para pengguna delik-delik hukum seperti polisi, jaksa dan hakim benar-benar bisa melihat kasus ibu prita ini sebagai pelajaran dikemudian hari. Hidup Rakyat!
Ikut senang ketika bu prita bebas. Saya ikutan hampir nangis lho mas.
[…] (29/12) PN Tangerang telah memberikan kado manis di penghujung tahun 2009, yakni Vonis bebas terhadap Prita Mulyasari. Saya, mas Ndorokakung, mas […]
Ndor,
kalo menurut “freakonomics” karya duo stephen dan steven, para ahli itu berharga karena punya insentif. Insentifnya adalah pengetahuan itu. Tapi insentif itu bisa jadi murah ato malah ga berharga karena era informasi ini.
btw, ikutan senang karena bu prita bebas. sepertinya bukan sekedar kebebasan bu prita, tapi kebebasan berpendapat dan mendapatkan informasi yang layak.
merdeka !!
(lhoh??) ^_^
alhamdulillah, mbah ikut senang…itulah bedanya menyampaikan kenyataan dan mencemarkan nama baik…
Masih menunggu putusan nasib yg lain.Bukan film aja yg banyak judul dan cerita baru.Yg ini juga ndor…..
aha. sangat berima dan maknyus!
Setelah baca tulisannya Ndoro ini saya jadi kepikiran betapa beratnya tugas seorang Hakim…
Allahu Akbar…!!!
oh yes…
semoga Prita – Prita yang lain bisa mendapat perlakuan serupa 🙂
jangan takut buat nyari keadilan….
kasus ibu prita ngasih pelajaran dan bukti soal itu.
*selamatberkumpullagidengankeluargabu..!
*lega…
kasus prita dan nenek pencuri kakao mestinya bisa menjadi cermin dan renungan bagi kita semua untuk mengerti manusia yg seutuhnya bukan mikir diri sendiri
yang penting keputusan itu adil berdasarkan Ke Tuhan Yang Maha Esa.
bukan karena desakan atau tekanan pihak lain.
salam dari Surabaya
lalu, yang menobatkan seseorang itu sebagai ahli atau bukan, siapa?
orang awam? atau orang awam yang sudah lebih dulu jadi ahli? 😛
HARI INI JUGA SEJARAH DITULIS NDORO… GUS DUR TELAH WAFAT… YA ALLAH AMPUNI DOSANYA TERIMALAH AMAL IBADAHNYA… SEMOGA KAMI YANG DITINGGALKAN DIBERI KEKUATAN. AMIN
akirnya kebebasan untuk berpendapat bisa ditegakkan 🙂
Semoga menjadi preseden yang baik bagi dunia keadilan dan keberpihakan kepada yang rasa keadilan rakyat pada umumnya. Selamat untuk mbak Prita.
semoga para jaksa itu juga punya hati nurani dan tdk menuntut kembai
Komentar saya tentang bebasnya Prita, semoga kebebasan itu bukan menjadi simbol ‘yang penting bersuara seperti Prita’ tapi benar2 dijadikan sebagai satu hal yang bermanfaat untuk hal2 yang baik 🙂
Ndoro, saya sempat baca tulisannya Anggara, senang bisa membaca bagaimana pokok pikiran hakim sebelum melakukan keputusan. Jika membaca novel, kejadian di LN, kayaknya kita bisa melihat atau belajar bagaimana cara hakim mengambil keputusan, sehingga ada istilah yurisprudensi.
Jujur, saya dulunya tak tahu ilmu hukum ini, dan begitu terkaget-kaget saat mendapat pendidikan bahwa hukum itu abu-abu, tidak putih atau hitam. Bidang pekerjaanku, yang bersentuhan dengan dunia hukum, membuatku lebih berhati-hati…karena tak salahpun kita bisa kena imbasnya.
Di satu sisi, saya memimpikan penegakan hukum berjalan lebih baik lagi di Indonesia, lebih transparan, dan orang awampun selayaknya mempelajari hukum…seperti saya katakan pada si sulung..”bahwa negara kita adalah negara hukum, jadi setiap warganya harus memahami hukum.”
Bagaimana ndoro? Saya ingin hadir jika blogger ada acara-acara pembahasan hukum…biar tak buta hukum. Biasakah? Mungkin itu sumbangsih blogger yang pakar Hukum (Anggara cs) pada teman2 blogger yang kurang paham hukum seperti saya….
Selamat tahun baru ndoro…semoga tahun 2010 lebih baik lagi bagi kita semua.
semoga vonis ini murni pertimbangan hukum, bukan karena takut 😀
saya setuju vonis bebas, ini buat pembelajaran publik juga.. mudah2an prita bisa menggunakan vonis tersebut dengan sebaik2nya
dan, jaksa katanya mau kasasi.. itu maksudnya apa ya?
Semoga bisa menjadi pelajaran bagi semua, baik kita sebagai pelaku dunia maya ataupun pembuat hukum/undang-undang itu sendiri.
PERINGATAN KERAS!!!
Peringatan Keras bagi pemilik Brand : Jika mereka tidak merubah paradigma nya agar aware terhadap konsumen, Brand mereka bisa runtuh dalam sekejap hanya karena sebuah surat elektronik. (memenjarakan Konsumen yang complain, adalah langkah PR yang sangat buruk)
Peringatan keras bagi pemerintah (aparat penegak hukum) : Rakyat sudah makin pintar. Internet akan menjadi tools yang maha dhasyat bagi rakyat untuk bersatu dan melawan kesewenangan.
Peringatan bagi rakyat :Masih banyak prita-prita lain yang tertimpa kesewenangan, Ayo satukan langkah, dan bantu saudara-saudara kita yang terzalimi.
Salam Sahabat Ndoro,
Saya ragu sama hakimnya, apakah dia memvonis murni atas dasar keadilan, atau takut sama kekuatan masyarakat dan media? 😀
wah, malah merinding dewe…
Sepertinya Prita tertolong oleh gerakan massa,bukan hati nurani para penegak hukum..
selamat buat Ibu Prita
Wah senenG banGet mbak prta uda bebas.
Salut deh bwt dukunGan masyarakat
Semoga ini vonis yang murni tanpa takut dilempar koin yang berjuta-juta itu.. 😀
Sangat setuju dengan vonis bebas murni… bebas yg gak pakai “tapi..”
mudah-mudahan, UU ITE yang pasal karet itu tahun 2010 sudah ditiadakan… (saya mikir yang buat Undang-undangnya seharusnya yang salah-wong edan)
keadilan sekarang menjadi barang mahal dan langka yang diperjualbelikan,,
lego atiku…
Alhamdulillah
😀
Apakah karena peluang “berkuasa. dan makin berkuasa sekali” itu kemudian yudikatif tidak dipilih langsung oleh rakyat ?
seneng akhirnya vonis untuk Prita bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat
setiap keadilan pasti akan menang dan selalu bertambah kuat
menurut saya wajar kalau prita berbuat demikian, itu hanya sebagai ungkapan rasa kecewa diirinya. siapa yang tidak merasa kecewa ketika haknya untuk tahu hasil diagnosa (transparan) tapi tidak diberikan sesuai haknya
[…] Vonis Pecas Ndahe […]
knpa ya hukum bgitu mudah dipermainkan,blm lama bu prita mnikmati indahnya kebebsan dari jettan hukum,kini dia hrs mnghadapi maslh yg sma bhkan terancam masuk pnjara,dimana keadilan yg sbenarnya?
penyempurna keadailan hanyalah di AKHIRAT kelak dengan hakimnya adalah “HAKIMnya para Hakim”. Kalo tidak ada kehidupan setelah kehidupan hari ini itulah KETIDAK ADILAN yg sebenarnya. Mari kita imani bahwa di akhirat kelaklah keadilan “sempurna” akan ditegakkan.