Upeti Pecas Ndahe
Mei 27, 2011 § 48 Komentar
Syahdan di Etiopia. Sang Negus mengangkat Germame Neway, lulusan Amerika, menjadi gubernur. Pengangkatan seorang pejabat itu sebenarnya momen yang normal di mana pun, juga di Negeri Habsi itu. Apalagi Sang Negus alias Haile Selassie adalah penguasa yang memutuskan kedudukan bawahannya. Ia sendiri yang menunjuk menteri, gubernur, manajer hotel, bahkan kepala kantor pos. Ia Sang Penentu nasib.
Tak heran bila saat-saat penunjukkan pejabat adalah klimaks dari seluruh harap-harap cemas, juga kasak kusuk, gosip, info-info, dan fitnah-fitnah sesama pembesar. Dan H.S. tampaknya menikmati saat-saat seperti itu dengan senang.
Tapi gubernur yang satu ini aneh, dan menimbulkan risau: ia tak mau menerima suap atau upeti. Semua yang diterimanya disumbangkannya untuk membuat sekolah.
Perbuatan semacam ini, bila diikuti gubernur lain, pasti akan menyebabkan keresahan. Germame pun dicopot, tapi ia membangkang. Dengan menolak upeti, bahkan dengan berpikir lain dari pola yang umum di Etiopia, Germame memang telah melawan.
Orang celaka! Maka, ia pun tewas. Yang aneh ialah bahwa ternyata perlawanannya menyebabkan orang tersadar dari tidur. Tak ayal, bahaya pikiran pun menyebar. Sang Negus bernama Haile Selassie itu akhirnya copot. Ia dimakzulkan dan dikurung di Istana Menelik.
Kisah itu bisa dibaca dalam Rysard Kapuscinski tentang Haiie Selassie, The Emperor — diterjemahkan dari bahasa Polandia. Tak jelas benar apakah kisah itu dongeng belaka atau sejarah. Yang pasti, buku kecil itu menggerakkan pembacanya — kadang dengan cara puitis kadang pula jenaka — ke dalam liku-liku suram sebuah kekuasaan.
Kekuasaan memang lahan yang subur bagi praktik suap-menyuap. Di dalam labirin kekuasaan (birokrasi) yang ruwet, upeti berseliweran setiap saat, nyaris tak terendus mereka yang berada di luar.
Maka, praktik gelap itu biasanya baru terbuka jika salah satu pihak, yang menyuap atau disuap, membocorkannya ke pihak lain. Atau ada orang luar yang kebetulan mendengar aksi sogok-menyogok itu.
Tapi dalam politik, kebetulan adalah barang langka. Politik selalu memiliki tujuan, siasat, dan berkelindan dengan pelbagai kepentingan. Nyaris tak ada kebetulan dalam ranah politik. Itu sebabnya orang sulit percaya jika para pelaku suap berdalih dengan pelbagai macam alasan.
Anehnya, ribuan kilometer dari Etiopia, di sebuah negeri tempat suap dan upeti merupakan pemandangan sehari-hari, dalih justru masih menjadi semacam obat mujarab untuk menghindar dari kejaran para penegak hukum. Ada yang pura-pura lupa. Ada yang seolah-olah sakit. Dan seterusnya.
Maka tak heran bila orang kembali merindukan sosok seperti Sang Negus. Mereka beranggapan lebih baik ada seorang penguasa tunggal yang menentukan apa pun ketimbang hidup dalam gelimang kasak-kusuk yang penuh kepalsuan. Padahal Sang Negus dan citra yang melekat padanya adalah ilusi semata.
:: Gambar pinjam dari sini.
>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Apakah sampean hari ini sudah menyuap?
Walah Ndoro.. Negeri yang jauh ntu sudah separah itukah?
namanya juga negeri yang jauhari … 😀
Nggak nyuap nggak dapat. Padahal butuh. Terus mau gimana ?
Kayaknya di negeri tetangga jauh itu membutuhkan banyak orang seperti Germame Neway, ya ndoro. Sampai kapan harus menunggu?
Didiklah anak2 tentang bahaya suap sedini mungkin
bukan nyuap cuma berbagi rejeki… ckckckckc.
Politik oh politik… 😦
kok sama kayak negeri saya ya ?
kalau mau makan kan masih kecil mesti disuap, yg suka suap berarti anak kecil
Kalau di negeri jauhari itu, ngga nyuap malah repot. urusannya dipersulit…
Kasihan rakyat negeri itu…serba bingung
kpn bangsa kita sendiri bisa mandiri? dalam artian tidak lagi trima suap 😀
sempatkan juga mengunjungi website kami di http://www.hajarabis.com
dan ikuti undian bagi-bagi duit ratusan ribu rupiah
sukses selalu!!
Jangan Nyepam atuh Ndoro.
Hari ini sudah susah nyari penguasa ataupun politikus yang jujur. Alih-alih mau jujur gimana wong dia menduduki kekuasaannya saja dengan cara tidak jujur plus modal suap. Tujuan berikutnya setelah berkuasa..ya balikin modal dong !!
saya suka kalimat ini boss “Mereka beranggapan lebih baik ada seorang penguasa tunggal yang menentukan apa pun ketimbang hidup dalam gelimang kasak-kusuk yang penuh kepalsuan”, rakyat tentram ga ada rebutan kekuasaan, jangan berpikir terlalu jauh, ingat-ingat saja keadaan diri kita saat ada penguasa tunggal, dibanding sekarang !, lebih pusing mana ?
politik yang semacam inilah yang terus-menerus membuat kita putus asa ndoro. seolah2, tak ada jenis politik lain yg bisa tumbuh di Indonesia hari ini. edan. 😦
Ijin nyimak 😆
ndoro.. kayanya diindonesia upeti itu sudah menjadi kebutuhan bersama dan lazim.. gmn y?
pejabat di negeri kita ini kayaknya susah membedakan mana pemberian yang sifatnya nyuap atau bukan
Mosok di Negera Jauh itu nggak ada yg seperti Germame Neway Ndor? Seperti Walikota yg di kotanya ada bis batik itu lho Ndor…
Udah pada besar kok masih minta disuapin…
Maka tak heran bila orang kembali merindukan sosok seperti Sang Negus. Mereka beranggapan lebih baik ada seorang penguasa tunggal yang menentukan apa pun ketimbang hidup dalam gelimang kasak-kusuk yang penuh kepalsuan. Padahal Sang Negus dan citra yang melekat padanya adalah ilusi semata.
( berarti hampir sama kayak hasil surveinya yg bilang org jaman sekarang rindu era suharto daripada sby..yg mana sy juga ga tau sumbernya dari mana…)
kalo di ktr sy di marahin kalo nerima suap2 gitu
Apa yang mau disuap. Buat nyuapinnya saja tidak ada. Hiks.
disini riuh disana riuh, yang penting perut kita tetap utuh..
Artikel yang menarik. Salam.
http://fis.uii.ac.id/
mau jadi apa negeri ini kalo ..kalo budaya suap menyuap masih terus menjadi tradisi….thank info nya bos
wah ndoro, andai saja negeri kita begitu. anti upeti. diktator dan anti upeti menurut saya bisa mengobati negara kita yg sudah lama banyak ‘tertinggal’ dari negara lain. negara lain sudah rame berkaya, kita masih rame berdebat.
di negri kita upeti masuk kantong dan itu sudah dianggap wajar. apakah perlu pengorbanan seorang Germame lain? 😦
Semangat jumat kisanak.. Saya belum nyuap hari ini, upetinya menguap entah kemana.
numpang koment kang…
Pecas Ndahe itu sebuah slogan atau suatu brand ya? tAPI hebat mas … sebuah kata-kata yang unik dan selalu di ingat
pecas ndahe = pecah ndase (kurang lebihnya) ^^
selamat datang di negri para koruptor
Haah,,
Emank DSni pra kruptor,,,,,,,
Penuh makna…..
nerima suap sama artinya mendapatkan uang tanpa kerja keras. . .
Membaca posting anda aku jadi teringat pernah dengar kata-kata : “Jamane jaman edan, melu edan ora kuat, ora melu edan ora keduman”…
Upeti zaman dulu, skrng ini namanya pajak,tapi syng banyak pjabat kita yg lali dari pajak
Didiklah anak2 tentang bahaya suap sedini mungkin jangan diajarkan budaya suap menyuap dan loby meloby
join to http://www.hajarabis.com
numpang lewat gan
inspiratif, pemimpin negeri antah berantah seharusnya meniru GM, berani ga kira2 ya gan ?
Biar Allah yg akan mngadili seadil2nya di akhirat nanti bagi para koruptor terutma koruptor yg ga ketahuan hukum
“suap-menyuap” spertinya terlihat adil, stelah mendpat ‘suap’ lalu gantian ‘menyuap’.
Artikel yang menarik. .
jaman sekarang pasti selalu ada upeti dimana – mana . udah gk asing kalau di indonesia mah .. hhahaha
kunjungi website kami http://www.soalcpns.com
kalau bukan sekarang kapan lagi??
itu lah politik ndoro…
Suap bagaikan pelumas
thank infonya ndro