Mafia Pecas Ndahe
November 23, 2009 § 44 Komentar
Dalam pidatonya di Istana Senin malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tekadnya untuk memberantas mafia hukum. Pemerintah, katanya, juga akan membentuk Satgas Antimafia Hukum.
Saya ndak tahu bagaimana cara Presiden memberantas mafia dan berapa lama perang melawan mafia itu akan berlangsung. Tapi saya jadi teringat tentang upaya pemerintah Amerika Serikat memerangi gerombolan mafia di era 1980-an. Waktu itu, pemerintah federal sampai mengeluarkan orang-orang terbaiknya untuk menumpas serikat-serikat darah asal Sisilia itu.
Sejumlah benggolan mafia berhasil diseret ke balik terali besi. Sebagian lagi terpaksa didor. Salah satu kisah yang menarik dibaca di era perang melawan mafia itu adalah ketika pemerintah federal mulai menjangkau wilayah mafia yang paling basah: bisnis. « Read the rest of this entry »
Ajisaka Pecas Ndahe
November 16, 2009 § 70 Komentar
Syahdan di Pulau Majethi hidup seorang satria tampan bernama Ajisaka. Ajisaka berilmu tinggi dan sakti mandraguna. Dia mempunyai dua orang pengikut: Dora dan Sembada. Kedua punggawa itu sangat setia kepada Ajisaka dan sama sekali tidak pernah mengabaikan perintahnya.
Pada suatu pagi yang basah, Ajisaka meninggalkan Pulau Majethi. Ia hendak berkelana melanglang buana. Ia ditemani Dora. Sedangkan Sembada tetap tinggal di Pulau Pulo Majethi karena menjaga pusaka milik Ajisaka. Sebelum berangkat, Ajisaka berpesan kepada Sembada agar tak menyerahkan pusaka tersebut kepada siapa pun kecuali kepada Ajisaka sendiri — apa pun taruhannya. Sembada menyanggupi akan melaksanakan perintahnya.
Ketika Ajisaka berkelana itulah, di tanah Jawa waktu itu ada kerajaan yang terkenal makmur, tertib, aman, dan damai. Kerajaan itu namanya Medhangkamulan dan dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar, seorang raja yang luhur budinya serta bijaksana. « Read the rest of this entry »
Cicak Pecas Ndahe
November 2, 2009 § 75 Komentar
Korupsi tak mati-mati. Kliping media massa membuktikan perang melawan korupsi berlangsung sejak dulu, dan belum usai hingga kini.
INDONESIA, 1970.
Korupsi mulai ramai dibicarakan di media massa. Dalam sebuah pidatonya pada 16 Agustus 1970, Presiden Soeharto berkata, “Tidak perlu diragukan lagi. Saya memimpin langsung pemberantasan korupsi.”
Dua tahun sebelumnya (1968), Pemerintah membentuk Team Pemberantasan Korupsi. Kemudian awal 1970 didirikan pula Komisi IV di bawah Wilopo yang bertugas memberikan pertimbangan kepala pemerintah tentang pembasmian korupsi.
INDONESIA, 1973
Menteri Penertiban Pendayagunaan Aparatur Negara merangkap Wakil Ketua Bappenas, Dr J.B Sumarlin, mengadakan jumpa pers di Gedung Pola, Jakarta. Ia mengatakan, “Korupsi, kebocoran dan pemborosan selalu ada dalam sistim pemerintahan yang belum membaku (established).”
Belum seminggu setelah ucapan “Napoleon” dari Bappenas itu lenyap dari udara, datang tanggapan dari gedung Bina Managemen di Menteng Raya. Dalam percakapannya dengan wartawan, Direktur Lembaga Pendidikan & Pembinaan Managemen Dr A.M. Kadarman menyangsikan berhasilnya cara Sumarlin memberantas korupsi di Indonesia, “selama tidak ada aparat yang diberi wewenang menyelidiki, menindak dan menjatuhkan sanksi terhadap para koruptor”.
Seorang pejabat tinggi yang dekat dengan Menpan mengibaratkan bahwa “Sumarlin hanya akan menyentuh pinggir-pinggir borok korupsi.” « Read the rest of this entry »
Abdul Hadi Jamal Pecas Ndahe
Maret 4, 2009 § 218 Komentar
Bagaimanapun pandainya seseorang menyembunyikan borok, Internet sanggup membongkarnya. Bau busuk yang disimpan rapat-rapat bakal tercium juga.
Saya mendapatkan pelajaran itu dari kasus Abdul Hadi Djamal. Anggota DPR RI Komisi Perhubungan ini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menerima suap pada Senin malam lalu.
Dalam sekejap, blog pribadi anggota Partai Amanat Nasional ini mendadak kena imbas. Pengunjung ramai-ramai meninggalkan komentar bernada caci-maki dan hujatan di shout box. Aksi kecaman ini bahkan diberitakan di media-media daring seperti Tempo Interaktif.
Mungkin agar tak membuat citra Hadi Jamal kian tercoreng, admin/tim suksesnya segera bergerak. Mereka memblokade akses ke blog itu. Penutupan sementara blog itu berlangsung sekitar pukul 18.00 – 19 WIB. Dalam kurun waktu tersebut, pengakses hanya mendapatkan satu halaman bertuliskan, “Blog ini terbuka hanya untuk pembaca yang diundang saja.”
Mulai tadi pagi ini, blog itu sudah bisa diakses lagi. Tapi tampilan dan isinya berubah total.
Header blog yang semula bertuliskan “Ir Abdul Hadi Djamal MM, Anggota Komisi V DPR RI (Saat Ini Kembali Mencalonkan Diri Sebagai Anggota Legislatif Dari Partai Amanat Nasional (PAN) Di Daerah Pemilihan I Sulsel meliputi Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Selayar” telah berubah menjadi “Perjuangan Tidak Berakhir di Ujung Terali Besi Pak!!!” « Read the rest of this entry »
Aulia Pecas Ndahe
Desember 2, 2008 § 47 Komentar
Penjara adalah tempat di mana waktu berhenti.
Itulah kalimat Andre Malraux dalam salah satu bagian yang muram dari novel La Condition Humaine, menjelang Kyo menelan racun di lantai tahanan kaum revolusioner Tiongkok.
Di penjara, waktu memang berhenti karena masa depan telah diputuskan tak ada. Hukuman bukanlah awal suatu perubahan, atau metamorfosa, dari seorang kriminal jadi seorang warga negara yang baik. Hukuman telah jadi suatu keputusan final, seperti pepatah lama itu, sekali lancung ke ujian, seumur hidup tak percaya.
Lalu apa gunanya bui? Dan kenapa selama ratusan tahun kegiatan mengurung orang itu diteruskan juga? « Read the rest of this entry »