Wetiga Pecas Ndahe

Oktober 26, 2008 § 31 Komentar

Makanlah dengan lauk lapar. Begitulah leluhur saya dulu pernah memberi nasihat. Bila kita lapar, makanan apa pun jadi terasa enak. Lalu berhentilah ketika kenyang. Makan dan minumlah secukupnya saja karena pada dasarnya kita makan itu sekadar menyambung hidup.

Bertahun-tahun kemudian, setelah saya sudah bisa mencari makan dan minum sendiri, saya mulai mengerti arti nasihat para tetua itu. Saya memahami filosofi tentang makan: bukan makanannya yang penting, melainkan untuk apa kita makan.

wetiga

Maka, Jumat malam lalu, di bawah langit mendung Jakarta, di tepian Jalan Langsat di kawasan Kebayoran Baru, saya pun menyantap makanan berteman rasa lapar di warung angkringan yang baru saja diresmikan: Warung Wedangan Wifi (aka wetiga) yang punya tagline “4 Sehat. 5 Sempurna. 6 Internet.”

Ada sekitar seratusan kawan (rata-rata) blogger yang ikut menemani saya mengudap jajanan ndeso di warung milik Colonel Gembul. Ada Enda Nasution, Paman Tyo, Iman Brotoseno, Hanny Prakasa, Chika, Chic, Sisca Serenity, Hedi Biang Bola, Mikow Buih Ombak, Ipul Bangsari, Bahtiar si presiden BHI, Karmin sang Fanabis, Ong the Unspun, Tikabanget, The Famous Treespoter, Adityasani sang perajut andal, Waterbomm, Benazio, Omith, Gita Aprikot, Cyapila, Edy Caplang, Si Ustad Muda Al Wazeen, Kiai Selamet, Mumu Detik, Atta Negeri Senja, Pitra Anak Cerdas, Catur Raja Helm, Daeng Batala, Kuncoro Telkom, Suprie, Epat, Nukman bos Virtual, Bung Ajo, Yahya, Goenrock, Dilla si kepik cantik, Mbah Mbelgedez, pasangan Rama dan Puspa, juga puluhan kawan lain yang ndak saya hapal dan terlalu banyak kalau diabsen satu per satu di sini. Mohon maaf kalau tak ikut disebut lantaran faktor U.

Kami reriungan bersama, sekalian mengenang Hari Blogger Nasional yang jatuh pada 27 Oktober, lengkap dengan acara potong tumpeng.

Malam itu, ketika rembulan dan bintang bersembunyi di pojokan langit kelabu, saya terkenang pada masa-masa ketika di Yogyakarta dulu. Malam-malam ketika rasa lapar menyerang, dan semangat berteman bergemuruh di sanubari.

Wetiga yang menyediakan akses Internet superduper kencang membuat reriungan malam itu kian riuh oleh aktivitas plurking dan blogging. Para blogger mendadak seperti menemukan rumah singgah yang nyaman, lengkap dengan suguhan maknyus dan nendang. Ada nasi kucing bersambal, sate telor puyuh, tahu dan tempe bacem, sate babat, sate kikil, dan sebagainya. Sebagai pereda dahaga, ada teh manis, susu jahe, es jeruk, dan kopi hangat yang bisa disesap dan diseruput.

Hidup terasa komplet malam itu. Makanan enak berlimpah ruah, teman-teman berkumpul, musik mengalir, tawa canda meruap. Kurang apa lagi?

Sampean juga bisa ikut merasakan malam-malam yang sama di Wetiga setiap malam, mulai pukul 17.00 — 01.00 WIB di Jalan Langsat I/3A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kalau beruntung, kita bahkan bisa berjumpa di sana. Tunggu apa lagi?

>> Selamat hari Ahad, Ki Sanak. Kapan sampean mampir ke Wetiga?

Tagged: , , , , ,

§ 31 Responses to Wetiga Pecas Ndahe

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Wetiga Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta