Kangen Pecas Ndahe

September 4, 2008 § 43 Komentar

Di siang yang panas dan lengas seperti sekarang ini, aku ingin merebahkan kenangan ke peraduan. Sepotong musim gugur yang pedih. Sekeping romansa biru yang perih.

Waktuku tak banyak. Mungkin hujan sebentar lagi mengguyur Jakarta. Dan senja berubah pucat kelabu. Sedang aku tak sempat mendengar desahmu.

Aku ingat, ketika air mata bidadari jatuh, engkau sering berbisik lirih, “A thing of beauty is a joy forever ….”

“Kenapa?” tanyaku.

“Karena ada keindahan di balik hujan,” jawabmu — perempuan khayalku.

Aku tahu hidup dengan keindahan mungkin sesuatu yang bisa menyebabkan kita bersyukur, merasa cukup, tanpa menjadi serakah.

Hidup bergerak di dalam, jauh, seperti tatkala kita mendengarkan perubahan suara gerimis. Gemuruh sungai. Gejolak badai.

“A thing of beauty is a joy forever ….” begitu kau pernah berkata.

Waktu itu matamu bercahaya biru. Matahari di tangan kananmu. Dan rembulan di tangan kirimu. Aku luruh dalam diammu.

Senyummu puisi. Tawamu pelangi. Rinduku tak terperi.

Sekarang izinkan aku sejenak merebahkan kenangan ke peraduan, tidur, dan mengenangmu bersama suara sendu Green Day …

summer has come and passed
the innocent can never last
wake me up when september ends …

Tagged: , , , , , , , ,

§ 43 Responses to Kangen Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke zen Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Kangen Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta