Gamang Pecas Ndahe

November 5, 2008 § 32 Komentar

Hujan membasuh malam yang penat oleh resah. Ranting luluh. Daun-daun kering merintih nyaring ditikam kristal-kristal bening. Rembulan telah lama hilang bersama bintang-bintang di balik gedung jangkung yang menjilat hamparan langit kelabu di atas Jakarta.

Lelaki pecinta mimpi itu terbangun dengan setengah mata terpejam. Udara yang lengas memompa resah. Bidadari senja tersenyum di sampingnya. Parasnya sempurna bagaikan permadani malam bertabur bintang-bintang berkilauan. Sinarnya matanya berkeredep seperti ratna mutu manikam Sungai Mahakam.

“Aku belum mengenalmu dengan sangat. Siapakah sesungguhnya dirimu? Kau seperti rama-rama dengan sayap retak. Adakah kau pernah kehilangan dan dilanda cinta yang pahit?” bidadari itu bertanya seraya merebahkan kepalanya ke dada lelaki pecinta mimpi.

Lelaki itu tersenyum. Tapi hatinya puspas. Dia seperti terpelanting ke masa silam. Berbelas musim berganti, berpuluh purnama lalu, lelaki itu pernah mendapat pertanyaan yang sama. Tentang diri, cinta yang pahit dan arti kehilangan. Lama ia membiarkan tanya itu mengapung di udara yang muram.

“Kenapa kau diam? Apakah pertanyaanku terlalu sulit kau jawab?” bidadari itu mulai kehilangan kesabaran.

Lelaki pecinta mimpi bangkit. Matanya menatap jauh ke jantung gelap malam. Gerimis mempercepat kelam. Ia bersicepat dengan masa silam yang mendadak kembali datang.

“Aku bukan siapa-siapa, cuma lelaki yang berangkat dari titik nol. Aku memang pernah merasakan getirnya kehilangan. Tapi aku tak tahu banyak tentang cinta yang pahit,” lelaki pecinta mimpi memulai kisahnya dengan suara yang melodius.

Bidadari senja mendengarkan dengan takzim setiap kata yang meluncur dari mulut lelaki pecinta mimpi. Setiap kata bagaikan buluh perindu yang mengelus gendang telinga. Ia terpana. “Ceritakan saja yang kau tahu,” bidadari meminta.

“Baiklah kalau itu pintamu. Tapi, dengarkan dulu kisahku tentang seorang lelaki dengan sayap yang patah dan punggung yang rekah oleh getir dan masa-masa yang tak pernah pulang.

Aku camar tanpa pantai. Rumahku langit. Pondokku udara. Aku pengelana semesta. Memungut suka selagi bisa. Memulung duka semasa tiba.

Aku mengalam sesat lewat imaji, janji, dan ilusi. Kata-kataku bahkan bisa sama berbahayanya dengan tuba yang kau sesap dari ujung rindu.

Semua yang kusentuh jadi bayangan. Jejakku gampang pergi, dihapus kenangan dan masa depan. Kepedihan nama tengahku. Kesepian nama depanku. Kegamangan mengiringi setiap langkahku.

Aku lelaki pecinta mimpi — pengelana waktu yang tahu bahwa sesuatu yang tak bisa kumiliki sering kali begitu menggoda. Tapi, aku juga mengerti, lantai harapan sering sama licinnya dengan jalan kehidupan. Tak jarang aku gampang tergelincir dan kehilangan pegangan.

Maka, cinta pun menjadi pahit begitu kupertaruhkan seluruh kartu terbaikku di atas meja ketika pada saat yang sama aku tahu bahwa perjudianku bukan untuk setiap lembar uang yang kumenangkan,” kata lelaki pecinta mimpi mengakhiri kisahnya.

Bidadari senja seperti tersihir oleh setiap kata yang meluncur deras dari bibir lelaki pecinta mimpi. Ia tak sepenuhnya mengerti, tapi bisa merasakan betapa terjal dan berliku jalan yang dipilih lelaki pecinta mimpi.

Dia mungkin pernah terluka. Begitu teruk. Hatinya barangkali juga telah remuk, tapi tak pernah berantakan. Mungkin karena mantra itu, “Lelaki tak pernah menangis, tapi hatinya berdarah.”

Di tepi malam itu, bidadari senja tersadar bahwa kemarau baru saja berlalu. Dan di bawah guyuran rinai hujan yang mendadak datang di awal musim, bidadari senja seperti mendengar denting-denting gitar Kings of Convenience yang nglangut, I Dont Know What I Can Save You From

You called me after midnight
Must have been three years since we last spoke

I slowly tried to bring back
The image of your face from the memories so old

I tried so hard to follow
But didn’t catch the half of what had gone wrong
Said “I don’t know what I can save you from”
I don’t know what I can save you from

I asked you to come over, and within half an hour
You were at my door

I had never really known you
But I realized that the one you were before
Had changed into somebody for whom
I wouldn’t mind to put the kettle on

Still I don’t know what I can save you from
I don’t know what I can save you from

I don’t know what I can save you from
I don’t know what
I can save you from
I don’t know what I can save you from
I don’t know what I can save you from …

Dalam senyap yang dilulum sunyi, lelaki pecinta mimpi berjalan mendekat, lalu merengkuh bidadari senja dalam dekapannya yang hangat. Sesaat kemudian, bidadari senja pun tertidur seraya tersenyum ….

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean tahu kapan gerimis segera jatuh dan mempercepat kelam?

Tagged: , , , , , ,

§ 32 Responses to Gamang Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Gamang Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: