Sekolah Pecas Ndahe
Januari 29, 2009 § 79 Komentar
:: Untuk para orang tua yang sedang kerepotan mencarikan anak-anaknya bangku perguruan tinggi.
Syahdan, seorang anak bertanya kepada ibunya. “Sekolah itu apa sih, Bu? Mengapa aku harus bersekolah?”
Di pagi hari yang basah oleh hujan, sang Ibu tersenyum mendengar anaknya bertanya seperti itu. Ia menatap mata anaknya yang bening, seperti telaga di musim semi.
Sang Ibu lalu menjawab. “Dulu, konon, orang menyebut sekolah dari kata schole bahasa Yunani. Konon pula kata itu berarti semacam waktu senggang, kesempatan sang guru dan sang murid saling bertemu, memberi dan menerima. Kini, waktu senggang, saat untuk bermain justru semacam pengkhianatan terhadap sekolah.”
“Pengkhianatan? Apa maksudnya, Bu? Aku tak mengerti.”
“Anakku, bukan cuma kamu yang tak mengerti. Di seluruh dunia, orang tidak tahu lagi kata schole seperti itu. Orang Jepang menyebut masa testing sebagai shiken jigoku, neraka ujian.
Tiap tahun 700.000 murid mencoba menerobos ke universitas, tentu saja memperebutkan yang top. Tapi di Todai, Universitas Tokyo, hanya ada 14.000 tempat.
Persaingan itu, anakku, memang mengerikan. Sejak umur enam tahun anak-anak Jepang harus menghadapi pelajaran tujuh jam sehari — dan selama 12 tahun mereka harus demikian. Mereka belajar tak putus-putusnya, dan menambah jam yang mencekik itu dengan les tambahan dalam juku.
Di waktu malam, ada anak-anak yang karena takut mengantuk, membiarkan diri diguyur air dingin di kepala. Mereka tak boleh terlalu enak beristirahat. Mereka harus siap untuk sekolah tinggi yang baik, yang berarti jabatan di perusahaan yang baik. Mereka harus keras.
Di negeri kita sekarang, keadaan tak lebih baik daripada di Jepang. Anak-anak juga diajar dengan keras, diberi target. Mereka harus mendapat nilai bagus untuk matematika, bahasa asing, dan sains. Demi angka. Demi ranking. Tanpa rapor yang bagus, jangan harap kamu bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah yang bagus.
Tapi kalaupun kau mampu meneruskan sekolahmu, belum tentu kita sanggup membayarnya. Karena itu, kau harus les ini dan itu hingga punggungmu melengkung, dan otakmu mendidih.”
“Tapi Bu, bukankah pendidikan itu membebaskan? Bukankah pendidikan itu untuk menumbuhkan kepribadian, memperkaya rohani, melatih akal budi dan penalaran? Memelihara terusnya peradaban manusia?”
“Sayang sekali, anakku, analisa ekonomi neoklasik akhirnya menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara industri di abad ke-21 ini adalah berkat investasi di bidang ketenagaan.
Sekolah pun jadi semacam pabrik, dan sekaligus alat penyaring. Masyarakat, kata orang, mencari mereka yang paling produktif dan paling sanggup meningkatkan pertumbuhan baru. Mereka membuka pintu, untuk mendapatkan suatu lapisan terpilih.
Tentu saja pintu itu sempit, anakku. Ingatkah kau cerita Ibu tentang Napoleon yang menyuruh tiap serdadunya menyimpan sebatang tongkat komando?
Menurut Napoleon, dengan tongkat komando di laci atau almari, para serdadu memiliki kesempatan untuk jadi jenderal. Tapi berapa gelintir yang bisa di pucuk yang tinggi itu? Sebagian besar mereka tewas. Tertembak. Hilang. Tenggelam.
Begitu pula yang terjadi dengan sekolah dan kesempatan kerja. Ketika semakin banyak tenaga yang datang berduyun-duyun mau melewati pintu yang sempit itu, makin banyak pula rintangan dipasang.
Dulu tak ada ujian atau tes masuk. Dulu tiap ijazah hampir berarti jaminan ke sekolah yang lebih tinggi. Kini semua itu tak berlaku lagi. Alat-alat penapis baru disiapkan. Tentu saja untuk itu biaya bertambah: setiap orang tua harus membayar ekstra — sementara tak berarti bahwa tenaga yang lolos lebih akan produktif. Tapi mereka tak mengeluh juga rupanya.”
“Kenapa mereka tak juga mengeluh, ibu? Kenapa tak cari jalan lain?”
“Karena pilihan masih lebih luas dari sekadar atau — jadi — robot — atau — harakiri, anakku. Dan itu berarti harapan, mungkin setelah kegagalan. Setidaknya itulah doaku, anakku, dan rasa syukurku ….”
>> Selamat hari Kamis, Ki Sanak. Apakah ada anak sampean yang sudah kelas 3 SMA?
Ada ade ipar gue udah kelas 3 SMP…..
Hmm… pendidikan mahal ya sekarang… harus mengembangkan talenta di luar pendidikan formal lebih baik lagi negh…
sekolah kehidupan memberikan pelajaran yang lebih berharga dari sekolah formal. Karena terkadang, berbagai ujian yang diberikan dan pembayaran uang sekolah itu tak menjamin kepastian masa depan. Kapan ya, sistem pendidikan di negeri kita jauh menjadi lebih dari sekedar penempaan bagi siswa? Tapi benar2 memberikan pengalaman hidup untuk bekal mereka di kehidupan bermasyrakat
wah,, pendidikan emang susah.. tapi kan itu cuman sekedar pendidikan formal saja ndoro.. yang penting kan, gimana balancing formal dan informal.. ๐
sekolah yang mendidik untuk menjadi jiwa-jiwa merdeka, itu yang sangat langka ๐
sekolah itu candu *entah dari mana saya dapet kata-kata itu*
antara sekolah dan belajar itu beda lho.
dan belajar ga mesti harus di sekolah to ?
*eh postingan ini bisa jadi rujukan bagus utk para agen asuransi*

blm punya anak tp punya anak didik kelas 3 sma ndor hehe.
sekolah itu candu judul buku.
Sekolah itu candu
Duduk – Mencatat – Mendengarkan Guru
Sekolah untuk dikagumi
Sekolah untuk meraih jabatan
Sekolah mencetak pejabat
tapi juga penjahat
kalo menurut saya… anak kecil (tk-sd) jangan dikasih beban terlalu berat, termasuk les ini ituh, karena umur2 segituh adalah saatnya mereka bermain… bila sudah sma dan kuliah baru mereka harusnya belajar dengen giat dan baik… sebagai contoh, di indonesia tuh terbalik banget… anak tk-sd, bawa tasnya pada gede2, isinya semua buku pelajaran ini ituh yang ndak perlu, padahal kasian pundak kecil mereka harus membawa barang2 tersebut, otak mereka pun di beri beban begitu berat dengan les ini-itu, sedang coba kita tengok anak sma-kuliahan sekarang, mereka ke kampus/ sekolah nyaris bisa melenggak kangkung, bawa tas isinya cuman buku tulis sakbiji ama pulpen dan tip-ex… mau dikemanakan pendidikan bangsa ini…
hihihihi, kalo agak ndak nyambung sama postingannya maap yah ndoro… ๐
ada yang bilang sekolah itu judi paling nyata, Orang tua mengeluarkan duit banyak serta menginginkan anaknya sekolah setinggi mungkin. Tapi sang anak belum tentu bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat jangankan membuat usaha untuk kerja mengembalikan “modal” orang tuanya saja belum tentu bisa
sekolah lebih bisa bermakna kalo kita mau dan ingin memajukannya
sebenernya kita ga harus sekula, yang harus itu belajar. tapi sistem yang ada mengharuskan kita untuk sekula. budaya yang ada (seperti) mengharuskan untuk punya selembar kertas bernama ijasah.
jadi mau pegimane lagi?
Sekira setahun lalu, Ndoro saya ngajari adik ipar ngerjakan PR Basa Endonesah. Tugasnya bikin proposal acara pariwisata. Semalam suntuk ngajari tetek bengek proposal shg adik bisa bikin proposal sendiri.
Esoknya, dia pulang sekolah sambil nangis. Disuruh bikin lagi karena kata gurunya proposalnya salah.
NB: salah = tidak sama dengan petunjuk di buku
Setelah itu, saya kapok ngajari adik ipar sekaligus takut menyekolahkan anak
cukup asyik loh sekolah, bisa bolos… ๐
Untung dah sekolah…
anak masih 4 bulan tapi nabung buat sekolahnya udah sejak sebelum lahir. Yang sulit bukan belajarnya, tapi kesempatan untuk sekolahnya.
mbayangin sekolahe anak SD umur 6 th, masuk jam 06:30 pulang jam 14:00……
duhhhhhhh gusti,kasihan sekali anak anak sekarang
Untuk menjadi orang yang berpendidikan, rasanya ‘lucu’ kalau harus menghindarkan diri dulu dari kemiskinan materi. Dan lebih ‘lucu’ lagi ketika sekolah diartikan sebagai alat dan jalan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak (baca: cari uang).
wah, saya belum punya anak, hihi
semoga saja di masa mendatang, pendidikan di Indonesia semakin baik dan juga memudahkan semua kalangan, baik miskin maupun kaya
banyak sekolah pilihan yang nantinya bisa ngeringanin ortu kita misalkan STAN, AIS, APPI, STT Telkom….walau kita tahu nilai buat masuk kesana sulit tapi mumpung anak kita belum beres sekolahnya alangkah baiknya kita arahkan kesana….
Tuntutlah ilmu sampai ke negri China….
Menuntut ilmu itu wajib hukumnya sampai ajal menjemput…..
Semua kembali ke dasar /pondasi yg kita berikan ke anak-anak kita…
Mari kita saling mengingatkan, berbagi ilmu , bukankah kita semua jg sdg sekolah/sinau/belajar?
sinau utk mendidik anak, belajar utk mebahagiakan keluarga, belajar utk membuat orang lain tidak merasa di sakiti……
Anda …..hebat….Ndoro……
Dahsyat Ndoro paparannya. Sedih ngeliat kenyataan pendidikan kita.
[…] Sekolah Pecas Ndahe :: Untuk para orang tua yang sedang kerepotan mencarikan anak-anaknya bangku perguruan tinggi. Syahdan, seorang anak […] […]
duh ngeri ndoro,kalo harus sampe harakiri….harusnya sekolah jangan mengajarkan nanti setamat sma trus kuliah trus jadi karyawan dengan posisi yg bagus…sudah kuno itu ! Sekarang mari bangkit jadi “Usahawan ” mengusakan apa saja yang halal jadi duit :))
ini curhat?
jangan terlalu pesimis, yakinlah masih banyak peluang meraih pendidikan yang layak…ndoro pasti tahu celah dan peluangnya, betuk khan Ndor?
—————————
Sekolah itu wajib.
TK : Belajar dan bermain
SD : Belajar karena di paksa mama
SMP : Belajar pacaran
SMU : Belajar dugem
KULIAH : Belajar Pegang-pegangan
TAMAT : PENGANGGURAN / ISTRI SIMPANAN / KORUPTOR
—————————-
fiuh,,,
salam kenal mas, kali pertama mampir sini.
Wuih Ibunya pinter amat yah…kayak guru sejarah aje sempat-sempatnya cerita napoleon ketika mo nganter si anak kesekolah… ๐
tapi boleh juga….data diatar emang bener dan nyata..sekarang pengangguran sudah berijazah tinggi, kalau dulu mah pengangguran itu yg ga sekolah…..
do’a’in aja deh bangsa kita ini ga seperti itu lagi…
itu pernyataan jendra atau bunga? ๐
Esoknya, dia pulang sekolah sambil nangis. Disuruh bikin lagi karena kata gurunya proposalnya salah.
NB: salah = tidak sama dengan petunjuk di buku
Setelah itu, saya kapok ngajari adik ipar sekaligus takut menyekolahkan anak
Mari kita saling mengingatkan, berbagi ilmu , bukankah kita semua jg sdg sekolah/sinau/belajar?
sinau utk mendidik anak, belajar utk mebahagiakan keluarga, belajar utk membuat orang lain tidak merasa di sakitiโฆโฆ
kalo boleh usul pelajaran pertama bagi anak-anak setelah mampu membaca dan menulis sebaiknya Belajar NgeBLOG ๐
Bersyukur saya pernah belajar di SMA Kolese De Britto, Ndoro..
Sekolah yang tak hanya bicara soal ijazah dan tetek bengek akademik lainnya, tapi lebih pada pengembangan karakter yang jauh melampaui domain pendidikan formal ๐
[…] Sekolah Pecas Ndahe :: Untuk para orang tua yang sedang kerepotan mencarikan anak-anaknya bangku perguruan tinggi. Syahdan, seorang anak [โฆ] […]
hmm, di satu titik, saya malah merasa, memutuskan untuk sekolah (lagi) itu seperti mencari-cari masalah saja, tapi kok ya ndak kapok2
sekolah ga sekolah yang penting harus pinter……
Bayangkan..kalian bekerja di sebuah sekolahan
dan tiap hari melihat anak-anak itu menerima siksaan tak tertanggungkan….
wah..baru tahu setahun setengah lalu saya melepas masa2 sekolah itu…huhuhu..
anak saya….. masih terbuang percuma ndoro… menjadi sampah biologis
Bocah saiki emang ediann. Sepertinya membekali mereka dengan laptop itu itikad yang baik. Iyakah?
dan sekolah menjadi barang mewah sekarang ini pak ๐ฆ
bukan sekolahnya yg terpenting, melainkan kepintaran kita yg paling penting….
utk jadi pinter kita tidak perlu/mesti sekolah formil, nonformil juga bisa
jadi inget musyawarah burungnya Attar.
sekolah itu pabrik tenaga kerja?
rasanya masuk akal….
Dalem Ndorr… usul saiya, bubarkan departemen pendidikan, kembalikan ke departemen pengajaran.
Adik Saya masih kelas 2 SMP..
Kalo di indonesia mah, pendidikan cuma buat ngejar nilai..jd mau gimana lg? Lagian mutu pengajar sebanding dengan kualitas sekolah itu sendiri. Saya sendiri yg masih merasakan pendidikan itu merasa banyak pengajar yang suka-suka dalam mengajar,,jd ya mau gmana lg? Ini Indonesia..negara kita..-_-”
wah mumet mas anakku blum skolah ini
(salam kenal)
Sekolah Terbaik Adalah Hidup….
Bukan begitu Ndoro…
paradigma yang telah berubah ndoro … sedih juga, pendidikan fungsinya mencerahkan jiwa, kini telah membebani jiwa.. semoga kedepan segera setelah ndoro jadi mendiknas yang baru melakukan orientasi fungsi sekolah dengan mengubah sistem pengajaran ya …. saya doain deh…
anak saya baru 3 tahun ndoro
tapi bayarang sekolahnya udah lebih mahal dari kelas 3 sma ndoro ๐
anak saya 2 ndor….
habis..manusianya makin banyak sih..saya bersukur manusia jaman dulu..sekolah rendahan bisa ngelebihin penghasilan insinyur dan dokter..kalo sekarang kayaknya emang harus sekolah tinggi..malah S2 kali yee
sebagai satu2nya caleg yg memperjuangken kepentingan monyet. jika saya terpilih, saya akan menggratisken uang sekolah. tapi buat para monyet saja lho.. catet ndoro..
Iyaa saya kelas 3 SMAA..hheheu.
Doakan sayaa!
sekolah itu sebenarnya tempat belajar atau mendidik yah ndoro???……
Salam
Bayangan bagaimana membiayai pendidikan anak di masa depan dalam sistem skg adalah siksaan jiwa yang cukup mengerikan. Duh
School Sucks…
Narasinya bagus banget Ndoro.
Sekolah pun jadi semacam pabrik, dan sekaligus alat penyaring. Masyarakat, kata orang, mencari mereka yang paling produktif dan paling sanggup meningkatkan pertumbuhan baru. Mereka membuka pintu, untuk mendapatkan suatu lapisan terpilih.
Ach …ndoro …. begitulah pendidikan …
seneng, punya ibu seperti itu…
aku masih kelas 3 SMA pak ndoro. sampeyan kelas brapa?
keren tuh ibunyaaa
kulo dereng simah ndoro
sekolah tidak menjamin sekarang tergantung kepribadiannya.
tapi kalau cita-citanya memang jadi karyawan ya sekolah wajib hukumnya.
tetapi sekarang ini lebih repot lagi karena sekolah banyak ditumpangi kepentingan politik dan kepentingan perusahaan-perusahaan yang terkait.
belajar dan terus belajar…di sekolah ataupun diluar sekolah…
dohhh, kok tentang sekolah lagi sih ndor?
Yang lebih heran… Sekolah MAHAL… tapi GURU masih saja gajinya kecil, kesejahteraannya tidak diperhatikan, bahkan ada yang nyambi jadi tukang ojek dan tukang parkir, demi menambah penghasilan mereka yang sangat tidak layak… padahal merekalah yang menciptakan PETINGGI2 negri ini…
Sungguh ironis… ๐ฆ
Tokoh ibu yang diceritakan oleh Ndoro ini keren banget ya.. ๐
Waduh sekolah,…
jadi inget sabda nabi Muhammad SAW…
“Tinta bagi seorang pelajar lebih suci nilainya dari darah seorang martir”
Ayo sekolah dimana saja jangan cuma di sekolah…
Street Smart…
Salam
malah bingung mau sekolah apa cariduit aja ya,,???
ya saya sepakat.sekolah itu menyiksa.
Saya sendiri guru matematika di SMP dan SMA swasta di surabaya. Mau tau rasanya. Stress bos.
bukan cuma muridnya yang terkekang, gurunya juga ikut. tapi bisa apa. Pemerintah melalui surat keputusanya yang memaksa. bila tidak dilaksanakan guru disalahkan. jika dilaksanakan siswa yang modar. ibaratnya maju ditembak, mundur dibom.
nb. maaf saya belum punya blog. masih taraf cari ilmu. mohon respon balik dikirim ke email saya.
bingung saya ndoro, sehingga ga bisa berkata lg, mohon bimbingannya
that’s a truly competition, berasa banget kompetisi di kampus saya. gak jarang ada perasaan pengen harakiri aja.. hehee.
dulu sih sa ya bercita2 pengen jadi GURU
tapi sekarang udah ganti
๐
kalau saja orang tuaku pandai….., tentu akan aku jadikan dia sebagai guruku..mereka lebih tulus, tidak mudah mengeluh…..dan yang pasti tidak mengeluhkan sarana yang ada……..lebih-lebih menuntut gaji yang tinggi…….
tapi untuk saat ini, rasanya belum ada pilihan lain…………ada solusi.
pendidikan merupakan satu keharusan yg harus dilewati dengan sepenuh hati….mengikuti seperti air mengalir..menikmati perjalanan kemudahan & kesulitan..tetap berjuan lah para calon-calon jendral masa depan…setiap orang mampu untuk menjadi yang terbaik..dengan usaha daqn do’a orang tua…semangadth!!!!!!
ad ade spupu,, waduh2,, kacau dah :p
yah namanya juga pendidikan formal
pendidikan yang didapat sekarang ini hanya sebatas mengasah otak kiri saja. (menjadi robot :D)
yang penting setelah lulus, otak kanan yang diasah ๐
diasah bereng, pak. biar tidak miring-miring jalannya .
menarik nih pak. menurut saya akademis doang gak cukup, harus diimbangin dengan aktivitas lain seperti bola, basket, dll. Kalo anak mas di tangerang dimasukin di citraraya basketball school aja.