Tumpeng Pecas Ndahe

Oktober 28, 2009 § 67 Komentar

tumpengTumpeng nasi kuning menandai acara peringatan Hari Blogger Nasional di angkringan Wetiga, Langsat, Jakarta, tadi malam. Ada sekitar 30-an narablog yang berkumpul menghangatkan acara sederhana di kedai milik Juragan Gembul itu.

Meski tak semelimpah ruah pengunjung Pesta Blogger 2009 Sabtu lalu, narablog yang datang di Wetiga mewakili beragam komunitas. Ada Enda Nasution sebagai tuan rumah yang didampingi Manusia Kursi PB 2009 Iman Brotoseno. Lalu ada para “pemain lama” seperti Nukman Lutfie, Pitra Satvika, dan Epat. Pendatang baru diwakili oleh Tongki yang masih duduk di bangku SMA.

Beberapa komunitas yang hadir, di antaranya, Kopdar Jakarta yang diwakili pasangan Joey-Chichi, Dilla Kepik Cantik, Dita Peri Gigi, Si Manis Oelpha, juru video Goenrock, dan Taufik. Lalu ada Miss Maharrani dari Curipandang. Ada pula Donny BU dan Arief dari ICT Watch yang mampir sebentar. Ada Nopi dari TPC Surabaya. Rara dan Ina Purpleholic dari AngingMammiri, Makassar. Zamroni, Sita, dan Tikabanget dari komunitas Cah Andong, tiga kawan dari Kampung Gadjah aka ID-Gmail, serta beberapa kawan narablog lain yang saya lupa namanya. Maaf.

Apa yang saya dapat malam itu selain tumpeng nasi kuning?

Banyak. Ada pidato Enda yang mengingatkan kembali tentang blog, pentingnya narablog sebagai produsen informasi, dan media sosial yang terus berubah, dan sebagainya. Lalu piwulang Kiai Nukman tentang blog sebagai trend sesaat.

Tapi tentu saja, yang paling penting buat saya adalah energi dan aura persahabatan dari kawan-kawan sesama narablog yang terus menggelora malam itu. Senang rasanya melihat antusiasme yang penuh di wajah mereka ketika doa-doa didaraskan dan pidato diucapkan.

Reriungan yang akrab tadi malam juga kembali mengingatkan saya tentang pertanyaan-pertanyaan yang menari-nari terus hari-hari ini: Benarkah blog kehilangan pesonanya? Mengapa para pelopor mulai kehilangan semangat? Bagaimana masa depan blog? Dan seterusnya … Pertanyaan itu menjadi pembicaraan setelah muncul fenomena berhentinya beberapa narablog, terutama yang disebut sebagai para early adopter itu, memperbarui jurnal daringnya.

Saya memang merasa Google Reader saya lebih sering melompong belakangan ini, tak menampilkan pembaruan isi blog beberapa kawan. Tapi lihatlah halaman depan rumah blog lokal seperti dagdigdug dan blogdetik. Belum lagi di penyedia hosting blog luar negeri, seperti Multiply, Posterous, Tumblr, Blogspot, WordPress, dll. Setiap hari ada saja blog yang baru muncul di sana. Artinya, pepatah mati satu tumbuh seribu masih berlaku di ranah blog.

“Kalau isinya hanya copy-paste atau terjemahan dari media lain masih dianggap sebagai blog bukan?” Benny Chandra bertanya melalui Twitter.

Menurut saya, apa pun isinya, sepanjang memakai mesin blog, dia tentu masih disebut blog. Ini seperti pertanyaan apakah para pekerja infotainment itu wartawan bukan?

Menurut Undang-Undang Pers nomor 40 Tahun 1999, “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.” Yang dimaksud dengan kegiatan jurnalistik, menurut undang-undang itu, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Sedangkan blog, menurut Wikipedia, “…. (a contraction of the term “weblog”)[1] is a type of website, usually maintained by an individual with regular entries of commentary, descriptions of events, or other material such as graphics or video. Entries are commonly displayed in reverse-chronological order. “Blog” can also be used as a verb, meaning to maintain or add content to a blog.”

Jadi pekerja infotainment itu ya wartawan juga seperti halnya blog yang isinya hanya copy-paste dari blog lain itu tetap disebut blog. Suka tak suka, begitulah definisinya.

Kalau isinya hanya seperti itu, pantaskah bila blog mulai kehilangan daya pukau?

Mungkin maraknya blog yang berisi tulisan semacam itu yang membuat banyak orang malas membaca-baca blog. Mereka beralih ke media bacaan lain. Barangkali pula itu disebabkan oleh kian banyaknya para narablog yang hiatus dan membuat bacaan bagus kian sedikit. Akhirnya, blog pun kehilangan pesona.

Mengapa para narablog pelopor seperti kehilangan gairah ngeblog?

Kalau menurut saya sih, karena memang begitulah tabiat para pelopor. Mereka selalu mencoba hal-hal yang baru, mengeksplorasi, untuk kemudian menjelajah horison baru. Setelah blog mereka kupas habis, giliran Facebook dan Twitter yang dikunyah-kunyah. Posterous dan Tumblr pun sudah dicoba. Tapi kelak bukan tak mungkin Twitter pun ditinggal dan diganti layanan baru. Entah seperti apa.

Jadi benarkah blog itu hanya trend sesaat?

Bagi para pionir itu mungkin iya. Tapi jangan lupa: selalu ada orang baru, generasi penerus, yang tergoda oleh blog dan tertarik mencobanya. Mati satu, tumbuh seribu ….

Jurnal daring ini menurut saya akan bertahan dan dipakai oleh sebagian kalangan sampai akhir zaman. Ini seperti radio yang diramalkan akan mati begitu televisi muncul. Nyatanya, siaran radio masih didengarkan orang sampai detik ini.

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Kapan sampean terakhir ngeblog?

Tagged: , , , , , ,

§ 67 Responses to Tumpeng Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke Budhi Kusuma Wardhana Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Google

You are commenting using your Google account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Tumpeng Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: