Trotoar Pecas Ndahe

Maret 2, 2009 § 101 Komentar

Komunitas blogger Bundaran Hotel Indonesia (BHI) terancam pindah tempat nongkrong. Kalau terpaksa pindah markas, lantas apakah nama mereka harus berubah?

Sinyal buruk itu sebenarnya sudah saya dengar sejak pekan lalu lewat milis BHI. Tapi baru Ahad kemarin mendapatkan semacam konfirmasi melalui sebuah tulisan pendek di Kompas Minggu dengan judul menohok: JANGAN GUSUR KAMI.

anak-anak bhi ngumpul

Sekilas aktivitas blogger komunitas BHI. (Foto minjem entah punya siapa).

Apakah gerangan penyebabnya?

Syahdan pada dua atau tiga pekan lalu, kawan-kawan blogger BHI saling memberi tahu melalui milis bahwa trotoar di depan Plaza Indonesia tak boleh lagi dijadikan sebagai tempat nongkrong. Bila ada warga Jakarta — siapa pun dia — yang kedapatan duduk-duduk di pinggir trotoar itu, para petugas keamanan yang diperintahkan oleh manajemen Plaza Indonesia bakal mengusir mereka.

Beberapa kawan meragukan kabar itu. “Itu kan ruang publik. Apa hak mereka mengusir?” begitu komentar satu dua anggota milis. Sebagian lagi mendebat, “Ah, itu berita hoax.” Tapi yang lainnya mengaku melihat sendiri ada orang yang diminta pergi dari kawasan trotoar itu.

Karena tak ada kesimpulan, seliweran email di milis itu berakhir dengan keputusan anggota BHI untuk ramai-ramai membuktikan sendiri dengan kongko bersama di tepi trotoar di depan Plaza Indonesia — markas BHI selama hampir tiga tahun terakhir ini — pada Jumat pekan lalu. Apa yang terjadi?

Budi Suwarna, wartawan Kompas yang malam itu kebetulan ada di lokasi untuk mewawancarai anak-anak BHI, melaporkan:

Ketika beberapa anggota BHI duduk di ubin taman Plaza Indonesia, dua petugas keamanan dengan halus mengusir mereka. Petugas itu beralasan, keberadaan mereka mengurangi ketertiban dan keindahan. Angota BHI juga dituduh membuang sampah di sekitar taman.

Namun, anak-anak BHI bergeming. Mereka bersikeras bahwa pelataran Plaza Indonesia adalah area publik yang dibangun dengan dana pajak sehingga bisa diakses siapa pun. Mereka juga keberatan dituduh membuang sampah sembarangan dan mengganggu ketertiban.

Saya mengetahui kelanjutan debat antara satpam Plaza Indonesia dan kawan-kawan BHI di milis. Debat ternyata berlangsung alot. Tapi toh keputusan akhir tak berubah. Trotoar itu tetap terlarang untuk nongkrong.

Perdebatan selesai karena hujan turun. Kawan-kawan BHI terpaksa bubar dan mencari tempat berteduh. Tapi sebuah pertanyaan tertinggal: Di manakah sebenarnya batas antara ruang publik dan privat di tempat itu?

Setahu saya, ruang publik adalah tempat yang mampu menampung beragam entitas sosial: individu, komunitas atau perkumpulan, dengan minat beragam. Trotoar termasuk ruang publik. Ia menjadi hak para pejalan kaki. Ia membuat sebuah bangunan tak menjadi asing dengan lingkungannya.

Para pemilik bangunan memang berhak membuat batas, memagari propertinya. Masalahnya, pengelola Plaza Indonesia tidak membuat pagar pembatas. Pembatas yang mereka klaim adalah ubin tinggi taman yang berdiri tepat di ujung trotoar jalan milik pemerintah. Dengan demikian, selama seseorang tidak menyentuh ubin itu, mereka tidak melanggar area Plaza Indonesia. Tapi mengapa Plaza Indonesia berkukuh melarang siapa pun duduk-duduk di trotoar?

Saya ndak tahu. Saya hanya ingat. Dulu, Departemen Pekerjaan Umum pernah memuji Plaza Indonesia sebagai salah satu bangunan di Jakarta yang masih ramah pada para pejalan kaki.

Plaza Indonesia adalah contoh kontainer yang mencoba merespons bundaran Hotel Indonesia dengan meletakkan bangunannya mendekati jalan dan jalur pejalan kaki, serta menyediakan gerbang masuk untuk pejalan kaki … Bangunan seperti ini yang semakin sulit ditemui di Jakarta. — Humas PU.

Saya percaya manajemen Plaza Indonesia tentu tak ingin citra dan reputasinya yang bagus di masa lalu jadi tercoreng gara-gara aturan baru ini. Saya juga yakin, sebagai salah satu pelopor pertokoan mewah di Jakarta, Plaza Indonesia mestinya bisa mengatasi persoalan macam ini dengan lebih elegan.

Kalau masalahnya adalah kebersihan, barangkali ada baiknya jika di tempat itu disediakan lebih banyak lagi tempat sampah. Tempat sampah dibikin yang artistik sekalian untuk menunjang desain bangunan. Memang butuh biaya, tapi kalau lingkungan jadi bersih, tentu tak ada salahnya bukan?

Nah, jika yang jadi perkara itu mengenai ketertiban dan keamanan, silakan saja menempatkan petugas keamanan. Kehadiran petugas barangkali akan membuat lingkungan trotoar aman. Copet tak mendekat. Yang nongkrong pun tak berani mengusili pejalan kaki perempuan yang lewat. Tapi tak perlulah para petugas itu sampai melarang orang duduk-duduk atau sekadar meletakkan pantat melepas lelah di tanggul trotoar.

Saya tahu benar bahwa kawan-kawan blogger BHI bukan dari jenis kelompok yang suka mengganggu orang lewat. Mereka kaum terpelajar. Beberapa di antara mereka adalah karyawan dari sejumlah perusahaan terkemuka. Dan mereka pun tak mendominasi trotoar seperti pedagang kaki lima.

Mereka malah aktif ikut menjaga kebersihan lingkungan dengan memungut dan mengumpulkan sampah lalu membuang ke tempat sampai sesuai kongko-kongko. Mereka hanya butuh tempat berkumpul, semalam dalam sepekan, hanya di Jumat malam, di tepi trotoar. Tempat itu untuk rehat, reriungan, setelah mereka penat dihajar pekerjaan sepekan penuh seraya menatap gemerlap lampu jalanan dan bintang-bintang di kejauhan. Kalau dipaksa pindah tempat nongkrong, mereka jadi harus ganti nama. Bukan Komunitas Bundaran Hotel Indonesia lagi, tapi entah apa. Kasihan …

Selalu ada jalan tengah untuk dua kepentingan yang belum sejalan. Selalu ada peluang untuk mendapatkan solusi yang baik bagi kedua belah pihak. Moga-moga manajemen Plaza Indonesia mampu memilih yang terbaik bagi keduanya.

>> Selamat hari Senin, Ki Sanak. Apakah sampean juga merasa kian sulit menemukan ruang publik di tengah belantara Jakarta yang semakin sumpek ini?

Tagged: , , , , , ,

§ 101 Responses to Trotoar Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Trotoar Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: